jpnn.com - JAKARTA - DPD RI terus melakukan komunikasi politik terkait dukungan penguatan kewenangan DPD melalui Amandemen UUD 1945.
Kali ini, Pimpinan DPD berkunjung ke Kantor DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). DPD RI mengajak PKB mendukung penguatan sistem ketatanegaraan dengan cara mengamandemen UUD 1945.
BACA JUGA: Kemanunggalan TNI-Rakyat Inti Pertahanan Indonesia
“Kedatangan kami ke sini adalah meminta Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar untuk bisa memberikan dukungan amandemen yang jelas untuk penguatan DPD dalam sistem ketatanegaraan,” ucap Wakil Ketua DPD, GKR. Hemas saat di Kantor DPP PKB, Jakarta, Rabu (28/9).
Menurut Hemas, pada dasarnya DPD mengharapkan dukungan dari PKB. Sehingga DPD berharap MPR periode kali ini bisa segera menggelar rapat gabungan (ragab).
BACA JUGA: Dimas Kanjeng, Gelar Raja Prabu dan Pemberian Nama dari Guru
“Yang jelas kami menjurus pada Pasal 22D dan 20A. Jadi tidak hanya penguatan DPD saja, DPD juga memikirkan bagaimana memperbaiki sistem ketatanegaraan kita,” ujar Istri Sultan Yogyakarta itu.
Ia menjelaskan, sejauh ini DPD telah mengunjungi ketua umum partai-partai dan semua mendukung penguatan DPD.
BACA JUGA: Tahun Depan Dana Desa Naik Jadi Rp 70 Triliun
“Memang masalah amandemen masih menjadi dinamika politik. Saya berharap ada kejelasan pada rapat gabungan yang akan datang. Jadi saya berharap PKB juga mendukung penguatan DPD,” kata Hemas.
Sebelumnya, DPD RI telah mengadakan komunikasi politik dengan PKS, PAN, Partai Demokrat, PPP, Hanura. Partai politik tersebut memberikan respons positif atas penguatan kewenangan DPD.
“Untuk kedepannya kami masih akan ke parpol yang lain, tinggal tunggu waktunya,” kata anggota DPD asal DIY ini.
Sementara itu, Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar mengusulkan agar usulan amandemen ini berjalan dengan pemikiran yang komprehensif. Untuk itu, kata Muhaimin, ada tiga isu utama yaitu penataan kembali sistem ketatanegaraan (presidensil), fungsi DPD, dan penghidupkan kembali GBHN.
“Sebetulnya diantara tiga ini secara komprehensif terletak pada sistem ketatanegaraan Indonesia pasca reformasi 1998,” ujar Cak Imin.
Ia menyarankan agar sistem ketatanegaraan Indonesia perlu dievaluasi kembali. Misalnya, presiden mengangkat duta besar yang merupakan hak eksekutif. Hal itu sepenuhnya merupakan kewenangan presiden.
“Maka tidak perlu minta persetujuan dari DPR. Kalau itu bisa efektif, politik luar negeri presiden bisa berjalan dengan efektif,” ucap Muhaimin.
Selain itu, Muhaimin juga menyinggung pengangkatan BIN. Seharusnya pengangkatan itu tidak boleh ada yang tahu karena namanya juga intelejen.
“Mengapa selama ini penganggkatan inteliejen diumumkan. Malah mengaku sebagai intelijen. Ini juga menjadi pertanyaan? Maka memposisikan intelijen sebagai murni hak presiden. Begitu juga Panglima TNI dan Polri," saran Muhaimin.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jessica Beber Perlakuan Pak Krishna dan Anak Buahnya di Polda Metro Jaya
Redaktur : Tim Redaksi