DPD: MK Keliru Memaknai Pekerjaan Lain di UU Pemilu

Jumat, 28 September 2018 – 21:30 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto dok JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018 melarang pengurus partai politik menjadi calon anggota DPD. MK juga memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menjadikan putusan tersebut sebagai normal dalam Peraturan KPU (PKPU) terkait dengan pencalonan DPD.

Anggota DPD Tellie Gozalie mengatakan, putusan ini berdampak pada DPD setelah Pemilu 2019 yang tidak akan dapat diisi oleh pengurus parpol.

BACA JUGA: Inilah Catatan DPD RI untuk Persiapan Pemilu Serentak 2019

Menurut Tellie, tentu ini akan berbeda dengan kondisi DPD yang sebelumnya atau sejak 2009 dapat diisi oleh unsur-unsur perorangan yang juga merupakan anggota atau pengurus parpol.

Tellie mengkritisi penafsiran MK soal frasa "pekerjaan lain" pada Pasal 182 Huruf I UU Pemilu yang menjadi latar belakang permohonan uji materi hingga terbitnya putusan Nomor 30 tersebut. Tellie menilai tidak tepat jika MK memaknai "pekerjaan lain" termasuk sebagai pengurus parpol.

BACA JUGA: Siapa Berani Coret Nama Oso dari DCT Pemilu Anggota DPD?

"Pemaknaan ini sama sekali keliru," tegasnya, Jumat (28/9).

Sebab, Tellie menegaskan bahwa pengurus parpol bukanlah pekerjaan, sebagaimana lazimnya pekerjaan untuk memperoleh penghasilan. "Fakta bahwa pekerjaan adalah untuk memperoleh penghasilan ini menurut saya diabaikan oleh majelis," kata Tellie.

BACA JUGA: DPD RI Nilai MK Langgar Konstitusi

Selain itu, Tellie juga menyoroti MK yang memerintahkan KPU memasukkan putusan tersebut dalam norma atau aturan pencalonan DPD untuk Pemilu 2019.

KPU kemudian menerbitkan aturan yang mengharuskan semua calon anggota DPD pada Pemilu 2019 harus mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik.

Tellie menilai KPU dalam hal ini telah membuat aturan tanpa memperhatikan hal-hal yang bersifat pengecualian. Sebagaimana diketahui, dia, terdapat calon anggota DPD yang juga berstatus sebagai ketua parpol yakni Oesman Sapta.

Menurut Tellie, aturan yang terbit di tengah berlangsungnya proses pencalonan itu, secara sengaja telah memaksa Oesman Sapta kehilangan hak politiknya untuk ikut dalam pencalonan DPD.

Padahal, kata dia, statusnya sebagai ketum partai tidak dapat dihilangkan begitu saja melalui sebuah surat pengunduran diri. Ada mekanisme partai yang harus dilalui. "Sekali lagi aturan ditetapkan dengan pengabaian pada fakta," jelas senator dari Bangka Belitung itu.

Dia mengatakan, seseorang menjadi pengurus atau anggota parpol tidak akan serta merta menghilangkan konsentrasi, kepedulian, fokus dan kemampuannya memperjuangan kepentingan daerahnya dalam bingkai pembangunan nasional. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPD Ingatkan KPU Tidak Membuat Kegaduhan


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler