DPD RI Kembali Uji Calon Anggota BPK

Rabu, 01 Maret 2017 – 08:10 WIB
Suasana fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan calon anggota BPK RI Tahun 2017-2022 di Ruang Rapat Komite IV DPD RI, Selasa (28/2). FOTO: Dok. DPD RI

jpnn.com - jpnn.com - Komite IV DPD RI kembali menggelar fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan calon anggota BPK RI Tahun 2017-2022. Pada sesi ke-6 ini, ada lima calon anggota BPK yang memaparkan visi dan misinya di hadapan anggota Komite IV.

Kelima calona anggota BPK tersebut di antaranya, Abdul Latief, Mustoha Iskandar, Suharmanta, Sjafrudin Mosii, dan Tri Widya Prastowo. Pada kesempatan ini calon anggota BPK akan diberikan kesempatan untuk menyampaikan visi dan misinya selama 10 menit-15 menit.

BACA JUGA: DPD RI: Konflik Sosial Ancam Kerukunan di Indonesia

“Apabila melebihi waktunya maka berhak dipotong oleh pimpinan rapat,” ucap Ketua Komite IV DPD Ajiep Padindang saat membuka fit and proper test calon anggota BPK di Gedung DPD, Jakarta, Selasa (28/2).

Ajiep Menambahkan, pelaksanaan fit and proper test ini sesuai dengan UU MPR RI, DPR RI, dan DPD RI (UU MD3) yakni pemilihan anggota BPK dilaksanakan melalui pertimbangan DPD.

BACA JUGA: Pengawasan Pemeriksaan BPK RI di Koarmabar Berakhir

“Kami memiliki kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada DPR dalam menentukan anggota BPK,” tegasnya.

Pada kesempatan pertama, Abdul Latief menjelaskan bahwa selama ini masyarakat menuntut adanya korelasi berbanding terbalik antara kualitas opini yang diberikan BPK dengan indikasi tindak pidana korupsi. Artinya, laporan keuangan kementerian/lembaga (LKK/L) telah mendapatkan kualitas opini yang baik yakni wajar tapa pengecualian (WTP) maka seharusnya tidak ada terjadinya tindak pidana korupsi di K/L.

BACA JUGA: Farouk: Kelurahan Merasa Diperlakukan Tidak Adil

“Maka BPK perlu menyusun dan menetapkan strategi pemeriksaan keuangan yang dapat memitigasi resiko kecurangan sehingga dapat diminimalkan,” tutur dia.

Namun demikian, lanjutnya, BPK harus membangun suatu strategi pemeriksaan keuangan yang aktif memitigasi resiko kecurangan dan penyimpangan. “Seperti Pemetaan resiko kecurangan, intergrasi ketiga jenis pemeriksaan dalam sinergi pemeriksaan, serta optimalisasi e-audit dalam pemeriksaan keuangan,” papar Latief.

Mustoha Iskandar menilai, berdasarkan kedudukan BPK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia sesuai dengan Pasal 23 Ayat 5 UUD 1945. Seharusnya cara pemerintah mempergunakan uang belanja yang sudah disetuju DPR harus sepadan dengan keputusan tersebut.

“Maka untuk memeriksa tanggung jawab pemerintah perlu ada suatu badan yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah.

“Suatu badan yang tunduk kepada pemerintah tidak dapat melakukan kewajiban yang seberat itu,” beber dia.

Ia menyimpulkan bahwa BPK itu mempunyai kedudukan tidak di atas pemerintah. Tetapi juga tidak berada di bawah pengaruh pemerintah. “Melainkan di luar pemerintah dan bersifat otonom,” papar Mustoha.

Selain itu, Suharmanta mengatakan peran BPK sangat besar bagi perbaikan tata kelola keuangan di pemeirntah pusat atau daerah. “Namun demikian perbaikkan menejemen BPK harus senantiasa dilakukan seiring perkembangan jaman dan banyaknya permasalahan,” harapnya.

Untuk itu, ia menyarankan agar perlu dilakukan peningkatan sumber daya manusis BPK khususnya para auditor. Bahkan, pendampingan menejemen post audit yang seharus dilengkapi pengawasan yang lebih cermat kepada pihak audit sepanjang tahun anggaran. “Ini merupakan saran-saran dan masukkan kepada BPK,” lontar Suharmanta.

Pada sesi ke-7, calon anggota BPK yang mengikuti agenda penyampaian visi dan misi yaitu Agung Firman Sampurna, Deddy Supriady Bratakusumah, Muhammad Ridwansyah, dan Herbert Lubis.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Perlu Aturan Khusus untuk Provinsi Kepulauan


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler