jpnn.com, JAKARTA - Sengketa lahan antara warga, pemerintah desa dan kecamatan serta perusahaan di Desa Talang Ratu, Kecamatan Rimbo Pengadang, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu menyita perhatian publik.
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim dan Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin ikut bicara.
BACA JUGA: Sultan Dorong Pemerintah Tingkatkan Produksi Beras Nasional
Sultan meminta kepada menteri ATR/BPN dan pihak Kepolisian memberikan perhatian.
Dia mendorong agar persoalan ini dapat diungkap. Sultan mengira persoalan tersebut hanya penelantaran dua lansia yang dilarang menyeberang sungai menggunakan rakit beberapa waktu lalu murni hanya persoalan kelalaian dan moralitas oknum camat bersama Kades.
BACA JUGA: Sengketa Lahan Cakung Barat: Kejaksaan Beri Isyarat Ada Tersangka Baru
“Bukan ada motif lain apalagi masalah penguasaan tanah milik orang lain,” ujarnya.
Pria yang akrab dipanggil SBN ini meminta Kementerian ATR/BPN untuk bisa menetapkan legalitas pemilik tanah sebenarnya.
BACA JUGA: Mengenal Sosok Mas Pardi, Pendiri TNI AL dan KSAL Pertama
Kepada penegak hukum, Sultan berharap kalau dugaan penipuan dokumen untuk menguasai tanah milik orang tua Switta tersebut terjadi, maka siapa pun yang terlibat harus ditindak.
Adapun terkait tanah tersebut Switta menjelaskan, tanah ayahnya, Mahmud Damdjaty, dibeli dari M Rais, warga Rimbo Pengadang, Lebong, tahun 2002.
Tanah seluas kurang lebih dua hektare di sungai Ketaun, Desa Talang Ratu tersebut, telah diakui keabsahannya oleh Direktur PT Ketaun Hidro Energi (KHE), Zulfan Zahar pada tanggal 2 Agustus 2020.
Hal ini dibuktikan surat yang ditandatangani Zulfan Zahar kepada Bupati Lebong bernomor 090/KHE-BUPATI/IX/2020, tanggal 1 Oktober 2020.
Legalitas tanah Mahmud, kembali diperkuat dengan surat pernyataan bermaterai oleh Samiun, tanggal 18 Agustus 2020. Samiun menyatakan bahwa, tanah tersebut sah milik Mahmud, dan ditandatangani Camat Rimbo Pengadang, Lasmudin.
Namun, diam-diam, PT KHE justru membayar tanah Mahmud kepada Samiun pada November 2020. Acuannya surat keterangan dari Camat Rimbo Pengadang, Lasmudin.
Disertai surat hibah milik Samiun dari ayahnya, M. Rais, tanggal 2 Oktober 2020. Padahal, M Rais sudah meninggal tahun 2017.
Sulytan mengingatkan masalah ini harus jadi perhatian bersama. “Tidak boleh lagi rakyat kecil menjadi korban dari birokrasi nakal yang melanggengkan kepentingan korporasi demi keuntungan pribadi,” tegas Sultan.
Sultan berencana bersurat kepada Kapolri, Mendagri, dan Kementerian ATR/BPN untuk menindaklanjuti masalah ini.
Selain tanah milik orang tua Switta, menurut laporan masyarakat terdapat beberapa lahan warga lain di lokasi serupa diserobot oleh oknum yang sama. Melibatkan Kades dan Camat. Lalu, dijual ke PT. KHE, untuk rencana pembangunan PLTM Ketaun 3.
Terhadap kejadian ini, Mendes PDTT juga telah melayangkan surat bernomor 400/HM.01.04/III/2021 kepada Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil. Dengan harapan, Menteri Sofyan segera menindaklanjuti dugaan sindikat mafia tanah di Kabupaten Lebong, Bengkulu.
Terakhir Sultan mengungatkan soal MoU antara Kejagung RI dan Kementerian ATR/BPN RI nomor 11 tahun 2020 tentang upaya penyelamatan dan penertiban aset tanah serta penegakan hukum bidang agraria.
Menurut Sultan, pemerintah sangat concern melawan segala bentuk mafia pertanahan.
“Saya yakin jika benar telah terjadi proses penguasaan tanah milik orang lain yang diduga juga melibatkan oknum kades dan camat dnegan cara-cara melawan hukum, maka tunggu saja konsekuensi dari hukum yang berlaku,” ujar Sultan.(fri/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Friederich