DPP PAN Anggap DPR Tandingan sudah Salah Kaprah

Minggu, 02 November 2014 – 16:07 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (DPP PAN), Saleh Partaonan Daulay menilai penggunaan istilah DPR tandingan sudah salah kaprah dan tidak tepat.

Dari sisi aturan perundang-undangan, istilah itu tidak dikenal dan cenderung mengada-ada. Karena itu, rakyat dipersilakan memberikan penilaian sendiri tentang keberadaan pimpinan DPR tandingan yang digagas Koalisi Indonesia Hebat (KIH) di DPR.

BACA JUGA: Jokowi Diminta Pilih Jaksa Agung dari Internal dan Masih Segar

"Istilah dualisme juga tidak benar. Dengan mengatakan dualisme, berarti ada dua pimpinan DPR yang sah. Padahal dari semua aturan dan tata tertib yang ada, hanya pimpinan DPR yang diketuai Setya Novanto yang dinilai legitimate. Terbukti telah dilantik oleh MA (Mahkamah Agung) dan bahkan Presiden Joko Widodo juga sudah mengirimkan surat resmi berupa konsultasi tentang nomenklatur kabinet kepada mereka," katanya di Jakarta, Minggu (2/11).

Sementara itu menanggapi implementasi azas proporsionalitas dalam pembentukan alat kelengkapan dewan (AKD) di DPR, Daulay menegaskan, azas proporsionalitas yang dimaksud adalah pengisian alat kelengkapan dewan sesuai proporsi perolehan suara.

BACA JUGA: Baru 10 Menteri KIB II Laporkan Kekayaan ke KPK

Fraksi yang jumlah kursinya lebih banyak mendapat proporsi yang lebih besar dalam menempatkan anggotanya di setiap AKD. Sementara yang lebih sedikit kursinya mendapat proporsi yang lebih sedikit. Semua itu sudah dilaksanakan pimpinan dan ditawarkan kepada semua fraksi di dalam paripurna.

"Masalahnya, ada beberapa fraksi yang tidak mau memasukkan nama-nama sesuai dengan proporsinya. Katanya karena tidak proporsional dalam menyusun pimpinan di AKD. Ini tentu merupakan dua hal yang berbeda dan sama sekali tidak koheren. Karena mekanisme pengisian AKD secara proporsional sesuai jumlah kursi berbeda dengan mekanisme pemilihan pimpinan AKD," ujarnya.

BACA JUGA: Manuver KIH Bikin Jokowi-JK dalam Posisi Dilematis

Beberapa fraksi kata Daulay, semestinya memasukkan nama-nama anggotanya terlebih dahulu di dalam AKD. Langkah berikutnya baru pemilihan pimpinan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam UU MD3 dan tata tertib DPR.

"Jadi, jangan dicampuradukkan seperti ini sehingga membingungkan masyarakat. Menurut saya, KMP selalu siap dan membuka diri bermusyawarah dalam menyelesaikan setiap masalah yang ada. Namun demikian, musyawarah yang dilakukan mesti merujuk tata tertib dan aturan perundang-undangan yang berlaku," katanya.

Bila ada perbedaan pandangan yang tidak bisa diselesaikan, menurut anggota DPR ini, tentu tetap harus diambil keputusan. Karena kalau tidak, bisa mengganggu jalannya tugas-tugas kedewanan.

Nah, di dalam tatib, mekanisme pengambilan keputusannya telah diatur yaitu bila musyawarah mufakat tidak tercapai, maka pengambilan keputusan dilakukan melalui pemungutan suara.

"Itu jelas dan tidak perlu diperdebatkan. Pemungutan suara itu juga demokratis. Buktinya, pileg dan pilpres dilakukan dengan pemungutan suara. Kalau pemungutan suara dianggap tidak sah, maka hasil pileg dan pilpres kemarin pun bisa saja dipertanyakan keabsahannya," ujar Daulay.

Dalam konteks itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah ini menilai rakyat sudah sangat cerdas menilai persoalan yang terjadi di DPR. Karena itu, semua pihak diharapkan dapat kembali merekatkan kebersamaan.

"Manuver-manuver yang dilakukan jelas-jelas merugikan kepentingan rakyat dan kepentingan nasional dan tentu saja mengganggu pemerintahan Jokowi-JK," katanya. (gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... ICW: Kementerian Pertanian Jangan jadi Lahan Korupsi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler