DPR dan Komnas HAM Desak Pemerintah Cabut Perpres 61/2015

Selasa, 26 Januari 2016 – 21:51 WIB
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi (kedua kanan) dan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Natalius Pigai (kanan) saat diskusi di Jakarta, Selasa (26/1). FOTO: DOK.PRI for JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Pemanfaatan Dana Kelapa Sawit dianggap hanya merugikan para petani sawit.

“Kita meminta pemerintah untuk segera mencabut Perpres tersebut, karena implikasi di lapangan hanya merugikan petani sawit dan bertentangan dengan UU Perkebunan,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi saat diskusi Publik di Jakarta, Selasa (26/1).

BACA JUGA: Galang Kekuatan Publik Agar DPR Bentuk Pansus Freeport

Viva Yoga menuturkan kehadiran Perpres Nomor 61 tahun 2015 yang memuat kebijakan pungutan ekspor CPO sebesar USD50 per ton melenceng dari UU Nomor 39 tahun 2014 yang disusun oleh komisi IV waktu itu. “UU kan dibuat untuk melindungi petani sawit, nah yang terjadi tafsir terhadap UU ini lebih banyak ditunggangi oleh konglomerat dan pemilik kapital, sangat merugikan petani sawit,” ujarnya.

Karena, menurut Yoga, ternyata dana yang dihimpun dari pungutan ekport CPO tersebut hanya disalurkan lebih banyak untuk subsidi  produsen biodiesel dari minyak CPO. Kebijakan pungutan Ekport CPO tersebut berdampak pada penurunan pendapatan dan kemampuan pembayaran kredit para Petani Plasma Sawit Dan Petani sawit Mandiri.

BACA JUGA: KPK Tak Langsung Terima Pengajuan JC Damayanti

“Hanya menguntungkan produsen bahan bakar nabati, hanya mendorong peningkatan kemiskinan petani di Indonesia, Perpres ini perlu dicabut,” tegasnya.

Di tempat yang sama, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menilai aturan yang dikeluarkan pemerintah tersebut berpotensi melanggar HAM. Sebab, perusahaan korporasi bisa menekan petani plasma untuk menyerahkan tanahnya, lantaran tidak kuat untuk membayar pungutan pajak.

BACA JUGA: 40 UU Masuk Prolegnas 2016

“Penggunaan anggaran telah menimbulkan perspektif negatif terhadap masyarakat. Karena itu sebaiknya dicabut saja,” kata Natalius Pigai.

Natalius memprediksi pengelolaan lahan 45 persen yang dimiliki oleh petani sawit kedepan bisa saja ‎berkurang.

Menurutnya, jika itu terjadi sangat berbahaya, karena akan memicu persoalan baru di masyarakat bawah.

“Ketika tanah mereka berkurang, maka akan timbul kemiskinan, penganggugarn dan kebodahan,” katanya.

Lebih lanjut, Natalius menambahkan, aturan ini sejatinya hanya akan menguntungkan korporasi, dan negara. Sementara masyarakat kecil dirugikan Mestinya kata dia, sebelum diberlakukan aturan tersebut diuji lebih dulu ke publik, lantaran uang tersebut diambil dari pungutan. 

“Kalau dilihat peraturan pemerintah ini juga bertentangan dengan, UU Perkebunan. Kalau dilihat dari beberapa indikator ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak berperspektif masyarakat,” tegas Natalius.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Diminta Pelototi 29 Kasus Dugaan Korupsi Bupati


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler