DPR Desak Kemenkes Sanksi Tegas RS Mitra Keluarga

Selasa, 12 September 2017 – 17:31 WIB
Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - DPR meminta Kementerian Kesehatan memberi sanksi tegas kepada Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kalideres, terkait meninggalnya bayi Tiara Debora Simajorang.

Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menduga pihak RS secara sengaja lalai dalam mematuhi ketentuan Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

BACA JUGA: RS Mitra Keluarga Kalideres Terancam Pidana dan Denda

"Dalam rapat kerja dengan Menteri Kesehatan, Senin (11/9), Komisi IX DPR RI dengan tegas meminta agar Kemenkes mengambil tindakan tegas kepada RS Mitra Keluarga," kata Saleh di Jakarta, Selasa (12/9).

Bahkan Komisi IX DPR mendesak agar dugaan pelanggaran tersebut dapat diselesaikan dalam waktu 2 x 24 jam.

BACA JUGA: Bayi Debora Meninggal, Izin RS Mitra Keluarga Bisa Dicabut

"Jika tidak diselesaikan, Komisi IX menegaskan tidak akan membahas anggaran Kemenkes 2018," ungkap politikus PAN ini.

Dia mengatakan, rapat kemarin yang seharusnya membahas anggaran 2018 tapi kemudian banyak mendiskusikan musibah yang menimpa bayi Tiara Debora.

BACA JUGA: Bayi Debora Meninggal, DPR: Mana Program Indonesia Sehat?

Komisi IX menilai bahwa RS Mitra Keluarga telah dengan sengaja melanggar ketentuan pasal 32 ayat 1 dan 2 UU 36/2009.

Selain itu, kata Saleh, pihak RS juga dinilai lalai menjalankan amanat pasal 29 ayat 1 huruf f UU 44 Nomor 2009 tentang Rumah Sakit.

Komisi IX menilai bahwa pelanggaran tersebut tidak dapat ditolerir. Apalagi, dalam UU 36/2009 ada aturan pidana yang termaktub secara eksplisit.

Aturan perundangan seperti ini semestinya dapat ditaati. Aturan ini dimaksudkan agar rumah-rumah sakit dan fasilitas kesehatan masyarakat tetap teguh pada jalur pelayanan kemanusiaan.

"Kesan bahwa rumah-rumah sakit dan fasilitas kesehatan hanya mengejar keuntungan finansial harus betul-betul dijauhkan," paparnya.

Namun demikian, Komisi IX DPR tetap memberikan kesempatan kepada Kemenkes untuk menyelesaikan investigasi. Menurut dia, tim investigasi terdiri dari oleh Kemenkes, BPJS Kesehatan, dan badan pengawas rumah sakit (BPRD).

"Dengan begitu, sanksi apa pun yang akan diberikan tetap objektif dan didasarkan pada fakta yang sebenarnya. Harapannya, kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa yang akan datang," paparnya.

RS Mitra Keluarga dalam pernyataan resminya di mitrakeluarga.com, Kamis (7/9) membantah Debora meninggal dunia dikarenakan tidak mendapat fasilitas ICU berhubung keluarga pasien kesulitan biaya.

Menurut RS, pasien datang ke IGD pada 3 September 2017 pukul 3.40, dalam keadaan tidak sadar, kondisi tubuh tampak membiru.

Pasien dengan riwayat lahir prematur, riwayat penyakit jantung bawaan (PDA) dan keadaan gizi kurang baik.

Dalam pemeriksaan didapatkan napas berat, dan dalam, dahak banyak, saturasi oksigen sangat rendah, nadi 60 kali per menit, suhu badan 39 derajat celcius.

Pasien segera dilakukan tindakan penyelamatan nyawa life saving berupa penyedotan lendir, dipasang selang ke lambung dan intubasi (pasang selang nafas).

Lalu dilakukan bagging (pemompaan oksigen dengan menggunakan tangan melalui selang napas), infus, obat suntikan dan diberikan pengencer dahak (nebulizer).

"Pemeriksaan laboratorium dan radiologi segera dilakukan," kata pihak RS dalam klarifikasi di mitrakeluarga.com yang dikutip Sabtu (10/9).

Kondisi setelah dilakukan intubasi lebih membaik, sianosis (kebiruan) berkurang, saturasi oksigen membaik, walaupun kondisi pasien masih sangat kritis.

Pihak RS kemudian menjelaskan kondisi Debora kepada ibu pasien dan penanganan selanjutnya dianjurkan di ruang khusus ICU.

Ibu pasien mengurus di bagian administrasi dijelaskan oleh petugas tentang biaya rawat inap ruang khusus ICU. "Tetapi ibu pasien menyatakan keberatan mengingat kondisi keuangan," ungkap bunyi pernyataan RS.

Ibu pasien kembali ke IGD. Dokter IGD menanyakan kepesertaan BPJS kepada ibu pasien. Ibu pasien menyatakan punya kartu BPJS.

Dokter menawarkan untuk dibantu merujuk ke RS yang bekerja sama dengan BPJS, demi memandang efisiensi dan efektivitas biaya perawatan pasien.

Ibu pasien menyetujui. Dokter membuat surat rujukan dan kemudian pihak RS berusaha menghubungi beberapa RS yang merupakan mitra BPJS.

Dalam proses pencarian RS tersebut baik keluarga pasien maupun pihak RS kesulitan mendapatkan tempat.

Akhirnya pada pukul 09.15 keluarga mendapatkan tempat di salah satu RS yang bekerjasama dengan BPJS. Dokter RS tersebut menelepon dokter Mitra Keluarga menanyakan kondisi pasien.

Sementara berkomunikasi antardokter, perawat yang menjaga dan memonitoring pasien memberitahukan kepada dokter bahwa kondisi pasien tiba-tiba memburuk

Dokter segera melakukan pertolongan pada pasien. Setelah melakukan resusitasi jantung paru selama 20 menit.

"Segala upaya yang dilakukan tidak dapat menyelamatkan nyawa pasien," tulis RS Mitra Keluarga dalam pernyataannya. (boy/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler