DPR Dorong Penuntasan Kasus IM2

Selasa, 11 November 2014 – 07:48 WIB

jpnn.com - JAKARTA—Masyarakat Telematik Indonesia (Mastel) meminta dukungan Komisi I DPR RI untuk penuntasan kasus IM2 dan pembebasan mantan Dirut IM2 Indar Atmanto.

Dukungan ini penting karena Mastel melihat adanya upaya kriminalisasi kasus IM2 dan juga di industri ICT secara keseluruhan.

BACA JUGA: Kubu Djan Faridz Ancam Ajukan Interpelasi ke Menkum HAM

Ketua Umum Mastel Setyanto P Santosa mengatakan, dengan adanya kasus IM2 membuat iklim usaha di bidang ICT menjadi terganggu karena kasus ini telah menciptakan ketidakpastian hukum bagi investor dan pekerja yang bekerja di sektor ini.

“DPR, sebuah lembaga politik pembuat UU, agar memberikan perhatian lebih kepada kasus IM2 dan pembebasan Indar,” ujarnya usai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi I DPR RI pada Senin (10/11).

BACA JUGA: Djan Faridz Libatkan Orang-Orang Romy

“Kami juga minta dukungan kepada Komisi I DPR agar menolak segal bentuk kriminalisasi di bidang TIK," imbuhnya.

Langkah Mastel minta dukungan DPR ini dilakukan secara serius dengan membawa rombongan hampir seluruh anggota dan pengurus Mastel. Sebagai organisasi payung bagi perusahaan dan asosiasi di bidang telematika di Indonesia, selain pengurus Mastel, ikut dalam rombongn tersebut sejumlah pengurus dari BRTI, APJII, hingga ATSI. “Kita datang dengan pasukan lengkap,” ujar Setyanto sambil tersenyum.

BACA JUGA: Ingatkan KPU Tak Buru-Buru Terapkan E-Voting di Pilkada 2015

Dalam RDPU yang berlangsung selama tiga jam lebih sejak pukul 10.30 WIB dan dipimpin oleh anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Tantowi Yahya, Setyanto memaparkan secara detil perkembangan kasus IM2 dengan terpidana Indar Atmanto. Sejatinya, kata dia, pengaturan penyelenggaraan bisnis di industri telekomunikasi telah diatur secara detil dalam UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi khususnya di Bab IV yang terdiri 36 pasal.

Meski ketentuan dalam bab tersebut yang diikuti dengan berbagai peraturan turunannya telah jelas dan bisa dimengerti dengan baik oleh para pelaku bisnis di bidang telekomunikasi, ternyata, “bagi aparat penegak hukum dianggap tidak jelas sehingga sering terjadi penafsiran yang berbeda. Bukti penfasiran berbeda itu terlihat dalam kasus IM2,” tegasnya.

Sebelumnya, pada RDPU yang berlangsung pada 22 Januari 2013, Mastel juga pernah menyampaikan masalah penggunaan jaringan bergeral Indosat oleh jasa internet IM2 namun dituduh aparat penegak hukum bahwa IM2 telah menggunakan pita frekuensi 2,1 MHz yang dialokasikan kepada Indosat.

Padahal, kata Setyanto, Menkominfo sebagai penanggung jawab di bidang telekomunikasi menyatakan kerjasama tersebut sah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

“Kasus IM2 ini sangat khas. Kawan-kawan dituduh memakai frekuensi padahal yang dipakai adalah jaringan. Pada waktu itu dihadapan hakim dan jaksa sudah kami sampaikan secara detil. Bahkan dengan penjelasan ini pula Menteri Tifatul berani pasang badan karena memang tidak ada pelanggaran yang dilakukan IM2,” ujarnya.

Kekhasan lainnya, lanjut Setyanto terkait perhitungan kerugian negara hasil audit BPKP. Dalam kasus Tipikor, putusan MA menetapkan adanya kerugian negara sebesar Rp 1,3 triliun sehingga Indar divonis 8 tahun penjara dan IM2 dihukum harus membayar ganti rugi sebesar Rp 1,3 triliun.

Namun, dalam ranah TUN, MA justru memperkuat putusan PTUN Jakarta pada tingkat kasasi yang memutuskan bahwa audit BPKP yang menjadi dasar perhitungan kerugian negara sebesar Rp 1,3 triliun tidak sah dan memerintahkan BPKP untuk mencabutnya.

“Sungguh ironis, jika Indar dihukum berdasarkan bukti yang tidak sah dan IM2 pun dihukum sebelum didakwa dan diadili,” tegasnya.

“Seharusnya jika tidak ada kerugian negara Indar bisa bebas demi hukum. Kami mohon agar kasus ini mendapat perhatian dari anggota Komisi I,” tambahnya.

Keputusan PTUN ini akan dijadikan sebagai alat bukti baru dalam mengajukan proses hukum Peninjauan Kembali (PK). Namun, sampai saat ini masih terhambat karena salinan putusan kasasi MA belum diterima pihak Indar meski sudah diminta sejak pertengahan Oktober 2014.

“Terkait kasus ini, kami memohon dukungan Komisi I DPR dalam rencana pengajuan PK tersebut agar mantan Dirut IM2 Indar Atmanto dapat memperoleh kebebasannya kembali,” tegasnya. “Kami juga memohon agar Komisi I untuk menolak segala bentuk kriminalisasi di bidang TIK.”

Setyanto menggarisbawahi bahwa informasi yang disampaikan Mastel ini agar menjadi perhatian anggota Komisi I DPR terutama saat menyusun dan mengesahkan berbagai undang-undang jangan sampai UU tersebut disalah-tafsirkan oleh pihak-pihak tertentu.

“Mungkin pada awalnya dianggap sudah jelas oleh para anggota dewan, namun bisa jadi bagi aparat penegak hukum belum tentu jelas atau dimengerti yang dapat mengakibatkan kekeliruan dalam membuat tuduhan maupun keputusan hakim,” paparnya.

Bobby Rizaldi, dari Fraksi Partai Golkar, memberikan apresiasi positif atas langkah Mastel yang memaparkan secara detil kasus IM2 ini dan berbagai masukan sebagai implementasi UU Telekomunikasi.

“Kami sangat surprise dengan adanya dukungan lebih dari 40 ribu orang yang mendesak pembebasan mantan Dirut IM2. Kami yakin, kasus ini akan segera selesai,” ujarnya.

Melihat kasus ini, Tantowi Yahya, sebagai pimpinan RDPU menegaskan akan membawa semua masukan ini dalam rencana amandemen UU Telekomunikasi dalam Prolegnas 2015.

“Masukan ini sangat penting bagi amandemen UU Telekomunikasi,” ujarnya.

“Komisi I juga akan memasukan rencana amandemen UU ITE dan UU Penyiaran dalam Prolegnas 2015," pungkasnya. (sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pendiri PD Harapkan SBY Tak Didorong Jadi Ketum Lagi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler