jpnn.com, JAKARTA - DPR kembali mempertanyakan hukuman ringan hanya 20 tahun penjara bagi pemilik narkotika seberat 800 Kg.
“Vonis hukuman itu memang kewenangan majelis hakim tetapi melihat dampak yang ditimbulkan, tentu yang pas adalah hukuman mati,” ujar anggota Komisi III DPR RI Jazilul Fawaid, Senin (28/6/2021).
BACA JUGA: Gus Jazil Minta Pemerintah Tunda Pembelajaran Tatap Muka di Sekolah
Pria yang akrab disapa Gus Jazil ini juga mengimbau agar semua lapisan sadar diri dan tidak setengah hati memberantas narkoba.
“Zero tolerance untuk narkoba,” tegas Wakil Ketua MPR RI itu.
BACA JUGA: 6 Terpidana Perkara 402 Kg Sabu-Sabu Lolos dari Hukuman Mati, Hergun Geram
Sebenarnya, kata Gus Jazil, saat ini Indonesia sudah masuk fase darurat Narkoba. Narkoba menurut Koordinator Nasional Nusantara Mengaji itu, sudah menjadi ancaman serius bagi masa depan Indonesia.
“Tengoklah lapas kita penuh karena napi kasus narkoba. Jadi, sekali lagi, kalau hukuman cuma 20 tahun ini sangat ringan. Seharusnya hukuman yang berat dan maksimal. Majelis hakim seharusnya memberikan hukuman berat seperti hukuman mati. Saya yakin hukuman mati ini akan menimbulkan efek jera dan menghambat laju kejahatan Narkoba ke depan," tegas Gus Jazil.
BACA JUGA: Terpidana Kasus Sabu-sabu 402 Kg Lolos dari Hukuman Mati, Sejumlah Anggota DPR Bereaksi, Tegas!
Anggota Komisi III DPR lainnya, Habiburrahman mengaku belum membaca pertimbangan majelis hakim yang meringankan kedua orang itu.
Namun, jika tidak ada fakta yang meringankan, potongan hukuman terlalu besar. “Seharusnya dengan bukti sebanyak itu (800 kg narkoba) hukuman mereka minimal seumur hidup,” kata dia.
Dia meyakini putusan Pengadilan Tinggi (PT) Banten itu akan berdampak buruk bagi pemberantasan narkoba di Indonesia. Pasalnya, pengedar narkoba tak akan jera karena vonisnya yang terlalu kecil.
“Ya, tentu saja akan berdampak dan melemahkan semangat aparat kita melawan narkoba,” kata Habibburahman.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) Banten menganulir hukuman mati ke bandar sabu-sabu, Bashir Ahmed dan Adel menjadi 20 tahun penjara. Keduanya adalah pemilik sabu-sabu seberat 821 kilogram yang dikirim dari Iran melalui perairan Tanjung Lesung wilayah Banten Selatan.
Bashir Ahmed bin Muhammad Umear adalah WNA asal Pakistan. Sedangkan Adel bin Saeed Yaslam Awadh WNa asal Yaman.
Kasus berawal akhir Februari 2020. Bashir dan Adel tiba di Indonesia dan menginap di apartemen milik Adel di kawasan Pejaten Timur, Jakarta Selatan. Sepuluh hari tinggal di Jakarta, Bashir di telepon Satar yang merupakan DPO dalam kasus ini yang isinya 'barang sabu-sabu akan dikirim ke Indonesia'.
Setelah mendapat arahan bahwa sabu-sabu akan tiba di Indonesia, Bashir meminta Adel membantunya karena Adel ini sudah lama tinggal di Indonesia. Setelah disetujui Adel, Bashir saling berbagi lokasi dengan Satar melalui WhatsApp.
Setelah tahu keberadaan Satar, Bashir meminta Adel mencari tempat untuk menyimpan barang berupa sabu-sabu yang lokasinya tidak jauh sesuai di alat GPS Satar.
Adel bilang lokasi di GPS itu berada di Tanjung Lesung, lalu Adel menyanggupinya dan menuruti perkataan Bashir.
Singkat cerita sesampainya mereka di Tanjung Lesung, Banten, Bashir dan Adel mencari tempat untuk bisa menyimpan sabu-sabu hingga akhirnya ditemukan sebuah ruko yang harga sewanya Rp 15 juta selama satu tahun. Penjemputan sabu-sabu itu dilakukan dengan cara yang sama yakni Bashir dan Adel membawa mobil yang disewa, kemudian menemui Satar yang berada di kapal di pinggir pantai.
Sabu-sabu yang dijemput Bashir dan Adel dalam dakwaan ada sebanyak 390 bungkus. Masing-masing bungkus itu seberat 1 kilogram.
Penjemputan sabu-sabu ini terjadi lagi pada Mei 2020, Bashir kembali dihubungi Satar kemudian dijemput di pinggir pantai. Kali ini, jumlahnya ada 430 bungkus juga seberat 1 kilogram.
Pengambilan sabu-sabu kedua itu adalah yang terakhir. Sebab, selang beberapa hari setelah dia mengambil sabu-sabu itu polisi menemukan lokasi penyimpanan sabu-sabu itu dan menangkap keduanya.
Sebelum ditangkap, Adel atas perintah Bashir juga sudah menjual 49 kilogram sabu-sabu bernilai USD 500 per kilogramnya. Namun, Adel belum menerima upah atas penjualannya itu.
Atas perkara ini, Pengadilan Negeri Serang telah menjatuhkan hukuman mati untuk keduanya.
Bashir dan Adel dinyatakan bersalah telah terbukti secara sah bermufakat jahat, menerima, menjual, menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan I bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 gram.
Atas vonis mati itu, keduanya mengajukan banding. Pengadilan Tinggi Banten pun mengabulkan banding keduanya.
Dikutip dari keterangan persidangan, Sabtu (26/6/2021) Hakim Ketua Sudiyatno mengatakan keduanya bebas dari hukuman mati.
Bashir dan Adel akhirnya dijatuhi hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.
“Terdakwa I Bashir Ahmed bin Muhammad Umeae dan terdakwa II Adel bin Saeed Yaslam Awadh dikenakan pidana penjara 20 tahun dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar, dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar oleh terdakwa maka pidana denda diganti penjara selama 1 tahun," tulis keterangan putusan Pengadilan Tinggi Banten.
Duduk sebagai hakim ketua adalah Sudiyatno, dengan hakim anggota Kusriyanto dan Posman Bakara.(fri/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Friederich