DPR: Kenaikan Cukai Rokok Bertentangan dengan Omnibus Law Cipta Kerja

Rabu, 28 Oktober 2020 – 14:20 WIB
Rokok (Ilustrasi). Foto: Humas Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR Komisi XI Indah Kurnia meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mempertimbangkan kembali rencana kenaikan cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 13-20 persen pada 2021. 

Hal itu Indah sampaikan setelah menerima aspirasi para pemangku kepentingan industri hasil tembakau (IHT), khususnya para pekerja di industri tersebut.

BACA JUGA: APTI: Cukai Rokok Naik, Serapan Tembakau ke Petani Rendah

Menurutnya, persentase kenaikan cukai terlampau tinggi, terlebih jika diterapkan di masa pandemi corona.

Pasalnya, hal ini akan menurunkan volume produksi yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) para pekerja.

BACA JUGA: Ogah Terjun ke Dunia Politik, Deddy Corbuzier: Karena Suara Gue Didengar Masyarakat

“Tentunya hal ini bertentangan dengan semangat pemerintah meningkatkan lapangan pekerjaan, seperti yang tecermin melalui undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja,” ujarnya, Senin (26/10).

Padahal, kata Indah, saat ini terdapat kurang lebih 6 juta orang yang menggantungkan hidupnya pada industri hasil tembakau.

BACA JUGA: Gapero: Jika Cukai Rokok Naik, Produksi Turun & Serapan Tenaga Kerja jadi Terganggu

Selain itu, kondisi IHT tengah tertekan akibat kenaikan cukai yang tinggi sebesar 23% dan harga jual eceran (HJE) 35% pada tahun ini.

Dia khawatir, jika IHT mendapat tekanan tambahan, seperti kenaikan cukai yang tinggi pada tahun depan, nantinya justru memperparah kinerja.

Sebab, sektor ini turut berkontribusi bagi penerimaan negara, yakni kurang lebih 10% dari total APBN. Jika kinerja melemah, lanjut Indah, ini dapat berpengaruh pada penerimaan negara dari sektor cukai rokok.

Di samping itu, penurunan volume produksi IHT juga berimplikasi pada serapan tembakau dan cengkih. Jika hal ini terjadi, para petani tembakau dan cengkih akan merugi besar.

“Saya berharap pemerintah berpikir ulang jika menaikkan tarif cukai rokok pada 2021, khususnya segmen sigaret kretek tangan (SKT) yang padat karya,” jelas Indah.

Adapun untuk segmen sigaret kretek mesin (SKM), Indah menyarankan agar kenaikan cukai sebaiknya dilakukan di level moderat yang sesuai dengan laju inflasi.

Meski begitu, pihaknya juga mendorong pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan negara di sektor cukai rokok dengan cara menutup celah kebijakan cukai, misalnya dengan menyederhanakan struktur tarif cukai rokok sesuai dengan RPJMN 2020-2024.

Apabila simplifikasi diterapkan, pemerintah dianggap tetap menerima pendapatan yang optimal dari cukai rokok, sekaligus melindungi para buruh petani tembakau dan cengkih.

Sementara itu Anggota Komisi VI Fraksi PKS Amin Ak menyatakan kenaikan cukai akan berpotensi meningkatkan peredaran rokok illegal dan penerimaan cukai dari produk hasil tembakau menjadi tidak bisa terserap dengan maksimal.

“Kebijakan pemerintahan Jokowi untuk menaikkan cukai rokok sejak 2015 harus diimbangi dengan upaya pemerintah dalam melindungi petani tembakau agar dapat terus produktif,” tandas Amin.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler