DPR Minta Bawaslu Jangan Ragu Tegakan Protokol Kesehatan

Senin, 07 September 2020 – 20:28 WIB
Ilustrasi Bawaslu. Foto: Natalia Laurens/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - DPR meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) jangan ragu untuk menindak tegas setiap pelanggar protokol kesehatan pada pilkada serentak 2020. Aturan sudah jelas tinggal implementasi untuk melindungi keselamatan masyarakat.

"Saya pikir, harus ada tindakan tegas terhadap pelanggaran protokol kesehatan. Tidak boleh ada toleransi. Diskualifikasi yang diusulkan kemendagri menurut saya sebuah langkah maju dan perlu dipertimbangkan untuk pelaksanaannya," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yaqut Cholil Quomas kepada Media Indonesia, Minggu (6/9).

BACA JUGA: Suami Sadis Habisi Nyawa Istri, Mayatnya Dikubur di Bawah Ranjang, Apa Motifnya?

Menurut dia, agenda apa pun di negeri ini mesti berlandaskan pada keselamatan dan kesehatan rakyatnya. Maka pilkada di 270 juga harus dilaksanakan tanpa mengorbankan perlindungan dari covid-19.

"Apa pun itu, yang lebih penting dari politik adalah kamanusiaan. Jangan karena pilkada ini, keselamatan masyarakat menjadi terancam. Ini sekaligus menjawab janji pemerintah, KPU dan Bawaslu ketika bersama DPR menyetujui pelaksanaan pilkada 9 Desember 2020, bahwa protokol kesehatan akan diberlakukan secara ketat," paparnya.

BACA JUGA: Mbak Desi Mendadak Dijemput Polisi setelah Video Berbuat Dosa Viral di Media Sosial

Ia juga menilai langkah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sudah tepat dengan memberikan teguran tertulis kepada bakal pasangan calon petahana yang mengabaikan protokol kesehatan.

"Saya setuju langkah Kemendagri. Ini bisa menjadi bench mark bagi Bawaslu untuk melakukan tindakan kepada kandidat kepala daerah pelanggar protokol kesehatan," jelasnya.

BACA JUGA: Sipir Gelar Razia, Lihatlah Barang-barang yang Ditemukan, Sungguh Tak Disangka

Sementara pelanggaran yang dilakukan bakal pasangan calon lain merupakan ranah Bawaslu. Ia pun meminta agar Polri dan Satpol PP lebih tegas menindak jika ada pelanggaran protokol kesehatan.

Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non-alam Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) ditetapkan agar tercipta Pilkada yang benar-benar aman dari Virus Corona bahkan dapat dijadikan sebagai momentum dalam memutus rantai penyebarannya.

"Komitmen semua kndidat untuk meletakkan kemanusiaan sebagai capaian tertinggi dari semua proses politik. Kandidat bisa melakukan kampanye dengan bantuan teknologi dan virtual, sehingga kontak langsung bisa diminimalisir.
Penyelenggara harus lebih tegas dan bernyali dalam menegakkan peraturan," pungkasnya.

Anggota DPR dari Fraksi NasDem Syamsul Luthfi turut menyuarakan hal serupa. Ia mengatakan apa yang diatur di dalam PKPU harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Tujuannya supaya peraturan ini betul-betul berwibawa dan diterima masyarakat.

Kementerian Dalam Negeri telah melakukan perannya dalam mengimbau dan mendukung tindakan tegas KPU dan Bawaslu dalam menindak pelanggaran protokol sesuai dengan Inpres Nomor 6 Tahun 2020 dan koordinasi dengan aparat keamanan dan aparat penegak hukum.

"Itu juga menjadi salah satu langkah tepat yang dilakukan untuk meminimalisir kerumunan massa selama kegiatan tahapan pilkada dilakukan," katanya.

Luthfi mendorong koordinasi harus tetap dilakukan antara DPR, KPU, Bawaslu serta aparat penegak hukum dan lembaga lain yang terkait dalam pelaksanaan pilkada sesuai dengan protokol yang ada. "Itu untuk memastikan Inpres, PKPU, Peraturan Bawaslu diterapkan dengan baik. Kemudian perlu evaluasi juga sosialisasi protokol covid-19 di seluruh daerah yang menggelar pilkada," tegasnya.

Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberi teguran keras seperti yang dilakukan kepada tiga bupati di Sulawesi Tenggara. Itu dilakukan karena statusnya adalah petahana atau pejabat daerah.

"Kami sudah memberi teguran di beberapa daerah, bisa dipantau di media massa. Namun, kami hanya bisa melakukan hal itu jika statusnya petahana atau pejabat daerah," kata Tito saat memberikan sambutan dalam rapat koordinasi persiapan pilkada bersama KPU, Bawaslu dan Satpol PP yang ditayangkan secara daring di YouTube Kemendagri, Jumat lalu.

"Kalau (peserta pilkada) bukan pejabat daerah, atau merupakan kontestan lain, Kemendagri tak punya dasar hukum untuk menegur," lanjutnya.

Karena itu, Tito berharap semua pihak terkait mau mendukung sosialisasi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas PKPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Serentak Lanjutan Dalam Kondisi Bencana Non Alam Covid-19.

Dengan aturan tersebut, ada dasar hukum tentang aturan pengumpulan massa dalam kampanye yang dibatasi hanya untuk 50 orang hingga 100 orang saja.

Selain itu, ada pula ketentuan untuk menjaga jarak dan merapkan protokol kesehatan secara ketat saat kegiatan pilkada yang melibatkan banyak orang.

BACA JUGA: Wendi Saputra Terpaksa Nikahi Sang Pacar di Kantor Polisi

"Kami sangat berharap peraturan ini dapat disosialisaikan secepat mungkin. Kami kirimkan juga kepada seluruh kepala daerah dan parpol agar semuanya memahami isi aturannya," tandasnya.(dkk/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Muhammad Amjad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler