DPR: Petani Bisa Kolaps Karena BK CPO

Kamis, 14 April 2011 – 10:02 WIB

JAKARTA – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) berkali-kali mengeluhkan kebijakan  bea keluar (BK) crude palm oil (CPO)Menurut Apkasindo, bea keluar itu telah membuat petani menjadi korban ‘pemerasan.’

Menanggapi keluhan Apkasindo itu, anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Hanura, Erik Satria Wardana langsung angkat suara

BACA JUGA: Lagi, Industri Dalam Negeri Minta Diproteksi

Menurutnya, pemasukan dari bea keluar memang berkontribusi besar untuk jangka pendek
Tapi lain halnya dengan jangka menengah dan jangka panjang

BACA JUGA: Renegosiasi CAFTA Dinilai Tidak Tepat

Kebijakan ini tidak mempunyai andil apapun dalam perkembangan industri CPO
“Yang saya khawatirkan, para petani yang menyumbang 30 persen dari produksi CPO Indonesia, akan mati,” katanya di Jakarta, (13/4).

Erik meminta pemerintah untuk memikirkan masa depan industri CPO

BACA JUGA: Pertumbuhan Investasi Bisa Double Digit

“Ini yang saya sesalkan, jika hanya memikirkan pendapatan jangka pendek yang berlipat, itu ‘kan sama saja dengan kebijakan yang picik,” katanya

Hasil dari bea keluar CPO yang besar, menurut Erik, seharusnya dapat mendorong majunya industri turunan CPO“Selama ini industri hilir CPO belum mendapatkan insentif apapun,” kata ErikPemerintah harus mengembangkan sektor turunan CPO agar produk Indonesia mendapatkan nilai tambah dan berdaya saing lebih.

Erik percaya kebijakan ini masih harus disesuaikan kembaliPemerintah harus mau duduk bersama para produsen CPO, khususnya para petani kecil, untuk membuat jalan keluar yang lebih baikHarus ada peraturan yang lebih moderat dan terintegrasi.
Sebelumnya,  Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar Arsyad menyatakan, Apkasindo menolak adanya BK CPOJika dahulu Apkasindo masih bersabar dengan meminta pemerintah untuk merivisi kebijakan BK yang progresif menjadi flat, kini secara tegas Apkasindo meminta BK dihilangkan sama sekali.

“Apkasindo sekarang menolak BK CPO, dan mendesak pemerintah menjadikan Bea Keluar CPO menjadi 0 persenTidak ada gunanya diberlakukan bea keluar, kami hanya menjadi obyek pemerasan,” tegas Asmar kepada wartawan, di Jakarta, kemarin.
Pernyataan Asmar itu menanggapi kebijakan Menteri Perindustrian yang selalu mengatakan BK CPO diperlukan sebagai instrumen untuk menjaga stabilitas pasokan CPO dalam negeri dan untuk mengembangkan industri hilir CPO

Selain itu, Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Bambang PS Brodjonegoro berpendapat, kenaikan pendapatan BK CPO pada tahun ini akan mengalami peningkatan pesat dibandingkan tahun lalu.  

Pada kenyataannya, sumbangan bea keluar CPO progresif dua bulan pertama tahun 2011 ini saja telah melampaui hingga dua kali lipat dari target APBN 2011.  Kala itu rata-rata harga mencapai USD 1.294,5 yang membuat tarif bea keluar mencapai 25 persen

“BK CPO hanya jadi alat mencari penerimaan negaraFaktanya, kebutuhan dalam negeri hanya 5 juta ton per tahunDi sisi lain, industri hilir hingga saat ini tidak berkembangSehingga tidak dapat menyerap pasokan CPO yang lebih besar di dalam negeri,” kecam Asmar.

Asmar melanjutkan, adanya kebijakan BK CPO itu menunjukkan pemerintah sama sekali tidak peduli terhadap nasib petani sawitKalangan pengusaha pun menjadi korban pemerasan pemerintahAsmar mengungkapkan jika dihitung-hitung, petani dan pengusaha sawit dibebani pajak yang totalnya bisa mencapai 60 persen.“Sekarang BK CPO 22,5 persen, pengusaha masih harus membayar macam-macam sumbangan wajib lainnya ke pemerintah pusat dan pemerintah daerah,” tutur Asmar.

Asmar juga mempertanyakan alokasi pendapatan negara yang didapat pemerintah dari BK CPO selama iniIa meminta pemerintah untuk memberikan pinjaman kepada petani perkebunan rakyat yang membutuhkan peremajaan tanaman sawitPasalnya, pihak bank tidak mau memberikan pinjaman, karena tidak semua petani sawit memiliki sertifikat lahan.

“Kemana hasil BK CPO? Tidak ada pengembangan industri hilir, tidak ada pembangunan infrastruktur dan tidak ada peremajaan kelapa sawitPadahal perkebunan rakyat yang luasnya mencapai 48 persen dari total perkebunan sawit nasional, 1,5 juta hektare lahannya membutuhkan peremajaan,” ujar Asmar(dms)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kredit Sektor Kelistrikan Tumbuh Signifikan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler