jpnn.com, BALI - Undang-Undang tentang Hukum Acara Perdata (UU HAPer) di Indonesia saat ini menggunakan produk kolonial.
UU tersebut sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Tidak ada lagi pembagian wilayah Jawa-Madura dan di luar Jawa dan Madura.
BACA JUGA: BURT DPR RI Cek Pelayanan Joumpa Airport VIP Service di Bandara El Tari Kupang
Keberlakuan hukum acara perdata di seluruh Indonesia dan berlaku untuk semua warga negara Indonesia tanpa membedakan golongan.
Karena itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mengatakan pihaknya merevisi UU HAPer untuk meningkatkan pembangunan hukum nasional dengan memperhatikan kesadaran dan kebutuhan hukum yang berkembang di masyarakat.
BACA JUGA: Komisi XI DPR Apresiasi Sinergi Pemprov dan TPID Kepri Menahan Laju Inflasi
‘’Perkembangan masyarakat yang sangat cepat dan pengaruh globalisasi menuntut adanya hukum acara perdata yang mengatasi persengketaan di bidang keperdataan dengan cara yang efektif dan efisien,” katanya.
Hal itu dikatakan saat memimpin pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi III DPR RI dengan Kapolda Bali, Kajati Bali, serta akademisi di Denpasar, Bali, Jumat (9/9).
BACA JUGA: Harga BBM Subsidi Naik, DPR: Jadi Tanggung Jawab Bersama
Sahroni memaparkan pokok-pokok isu krusial dari RUU HAPer yang memerlukan kajian adalah eksekusi putusan di bidang perdata dan pengamanan serta putusan serta-merta (uit voorbaar bij voorraad), pemeriksaan perkara perdata dengan acara cepat, gugatan perwakilan (class action) serta alat bukti dengan adanya perkembangan informasi dan teknologi.
Bukti elektronik, prosedur berperkara secara elektronik (e-court), mediasi, dan desain yang ideal terkait pengaturan hukum acara perdata dikaitkan dengan perkembangan masyarakat yang sangat cepat dan pengaruh globalisasi yang semakin masif.
“Memperhatikan itu, Komisi III memandang perlu dilakukan studi kebijakan dan mendapat masukan dari pihak-pihak terkait, terutama yang bersinggungan langsung dengan isu krusial di atas maupun masukan lain terhadap substansi dalam RUU HAPer,” ucapnya.
Politisi Partai NasDem itu berharap kunjungan kerja spesifik ini menambah dan memperkaya wawasan pengetahuan dalam penyusunan mengenai RUU Hukum Acara Perdata di Komisi III DPR RI.
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Ade T. Sutiawarman menyampaikan beberapa masukan dan saran soal RUU HAPer.
Kejaksaan Tinggi Bali melalui tugas dan fungsi di bidang perdata selaku Jaksa Pengacara Negara sangat bersinggungan erat dengan regulasi tersebut.
Permasalahan terkait eksekusi putusan di bidang perdata dan pengamanan serta putusan serta-merta, menurut Ade, diperlukan lembaga eksekusi untuk perkara perdata yang mandiri dengan pengaturan yang jelas dalam RUU tentang HAPer.
“Karena masih terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terhambatnya eksekusi yaitu terdapat upaya perlawanan dari pihak ketiga ataupun mudahnya melakukan Upaya Peninjauan Kembali,” kata Ade. Kemudian, pemeriksaan perkara perdata dengan acara cepat, gugatan perwakilan (Class Action) serta alat bukti dengan adanya perkembangan informasi dan teknologi.
Pihaknya sependapat dengan Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Perdata terkait aturan Pemeriksaan Perkara Cepat karena sesuai dengan Asas dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman.
Bukti elektronik, prosedur berperkara secara elektronik (e-court), dan mediasi perlu dimasukkan dalam aturan mengenai prosedur berperkara secara elektronik dalam RUU HAP karena dirasa manfaat e-court mampu meningkatkan pelayanan dalam fungsinya menerima pendaftaran perkara secara online. (mrk/jpnn)
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi