jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR Mukhtarudin meminta Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi untuk fokus kepada tugas dan kewenangannya. Terutama dalam mengatasi kelangkaan minyak goreng.
Mukhtarudin mengatakan jika alasan kelangkaan minyak goreng ini penyebabnya adalah soal kebijakan B30, seharusnya Mendag tahu bahwa itu adalah program presiden yang sifatnya mandatory.
BACA JUGA: Konon Minyak Goreng Langka, Mendag Beri Penjelasan, Tegas
Menurutnya, seorang Menteri, apalagi Dirjen tidak etis curhat ke media mengkritik program presiden sebagai penyebab kelangkaan minyak goreng. Apalagi dari 47 juta liter produksi CPO kita, hanya 7 juta liter yang dialokasikan untuk biodieasel B30.
“Menteri Perdagangan harus fokus kepada tugas dan kewenangannya. Jangan malah buang badan mengkritik kementerian lain," ujar Mukhtarudin saat dikonfirmasi, Senin (7/2).
BACA JUGA: Mendag Buka-bukaan soal Kondisi Petani Sawit Imbas HET Minyak Goreng
Mukhtarudin memaparkan, kebijakan mandatori B30 pada awal tahun 2020, menjaga kestabilan supply dan demand kelapa sawit secara global, dan kebijakan tersebut merupakan kebijakan Presiden Jokowi dan diberikan tanggung jawabnya kepada Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
"Tidak elok kalau bilang ini kebijakan Menko, karena itu kebijakan Presiden dan pelaksanaannya dikerjakan bersama-sama Kemenko dan kementerian teknis terkait. Seharusnya hal-hal sensitif seperti disampaikan di internal pemerintah, disampaikan dalam rapat terbatas," katanya.
BACA JUGA: Mendag Ungkap Penyebab HET Minyak Goreng Belum Merata, Ternyata
Ke depan, Mukhtarudin berpendapat perlu ada langkah strategis melalui kebijakan subsidi minyak goreng. Sumber pendanaannya dicarikan dengan tetap berpedoman pada aturan yang ada. Dengan begitu, masyarakat tidak terbebani dengan tingginya harga minyak goreng saat ini sekaligus mengantisipasi terjadinya inflasi.
Ia memaparkan, penyebab harga minyak goreng di Indonesia disebabkan oleh banyak hal. Dimana harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dunia yang merupakan bahan baku pangan pokok naik. Indonesia yang mengikuti harga CPO mau tidak mau mengikuti naiknya harga CPO tersebut. Pada gilirannya, kenaikan CPO ini berpengaruh pada sektor produksi.
"Selain kenaikan harga CPO dunia, produksi sawit di dalam negeri saat ini juga sedang turun karena cuaca dan siklus," jelas Mukhtaruddin.
Di sisi lain, saat ini permintaan akan kebutuhan minyak goreng sangat tinggi. Krisis di Uni Eropa, Cina dan India membuat banyak negara di berbagai belahan dunia memutuskan beralih ke minyak nabati. Hal itulah yang secara langsung berdampak pada tingginya permintaan minyak goreng.
"Terakhir penyebab tingginya harga minyak goreng itu karena pandemi yang saat ini sama-sama kita rasakan. Kenapa? Dari produksi CPO turun kita juga dihadapkan pada permasalahan distribusi, logistik," kata Mukhtaruddin.
Anggota Badan Anggaran DPR RI itu optimistis, kondisi mahalnya harga minyak goreng akan berangsur-angsur turun. Terlebih, saat ini pemerintah bersama-sama bekerja keras menekan tingginya harga minyak goreng. Pemerintah pro aktif misalnya melalui kebijakan satu harga. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil