jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah mendukung putusan (MK) menghapuskan kewenangan menteri dalam negeri (mendagri) mencabut peraturan daerah (perda).
“Saya setuju itu,” kata Fahri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (7/4).
BACA JUGA: Kata Fahri, Ini Bukti Polda Mengintervensi
Dia mengatakan, ke depan nanti diharapkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang membuat perda itu menjadi lembaga legislatif penuh.
Sebab, sekarang yang justru terjadi seolah-olah DPRD itu di bawah mendagri. Padahal, DPRD itu dipilih rakyat. Sedangkan mendagri itu dipilih presiden.
BACA JUGA: Ibu Kota RI Mau Dipindah? Ini Kritik dari Fahri Hamzah
“Tapi, kekuatan rakyat itu seperti dihempaskan begitu saja,” ujarnya.
Karenanya itu, Fahri menambahkan, harusnya DPRD di masa depan baik itu diatur nanti dalam Undang-undang Pemerintah Daerah (UU Pemda), mungkin juga di UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) yang kalau diperbaiki aturannya mungkin masuk ke dalam rezim pemda.
BACA JUGA: Fahri Ingatkan Jangan Intervensi Kasus Ahok
“Tapi, usulan saya mereka itu legislatif penuh. Mereka kok yang bisa nangkap aspirasi masyarakat,” katanya.
Dia juga tidak setuju kewenangan Mendagri mencabut perda dengan alasan aturan-aturan itu bisa menghambat investasi.
Menurut dia, jika suatu perda dianggap melanggar aturan bisa dilakukan uji materi di Mahkamah Agung (MA). Semuanya sudah ada prosesnya sesuai hierarki perundangan dan konstitusi.
“Di bawah konstitusi ada UU, di bawah UU ada peraturan pemerintah dan seterusnya. Kalau ada produk perundangan di bawah itu ya di JR (judicial review) saja dong,” katanya.
Jangan sampai, Fahri mengingatkan, seperti kelakukan pemerintah daerah DKI Jakarta yang suka menganggap dalam bernegara itu praktis.
Padahal, tegas dia, negara itu ada prosedur. “Jadi, prosedurnya yang kita percepat bukan prosedurnya kita tabrak. Kelakuan mendagri itu prosedurnya yang ditabrak, mau enaknya saja, mau menertibkan daerah dengan menggunakan tangan besi,” paparnya.
Menurut dia, selama ini mendagri asal main cabut perda saja. Padahal, membahas perda itu menggunakan biaya yang mahal dan menyerap aspirasi masyarakat.
“Ini main cabut-cabut saja, JR dong sesuai demokrasi. Jangan mau yang praktis-praktis, percepat prosesnya, bukan tabrak,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Dia mengingatkan, mendagri seharusnya tidak seenaknya memakai standar subjektif pemerintah pusat.
Hal itu tidak boleh dilakukan. Mendagri harus sadar Indonesia sudah otonomi daerah.
“Demokrasi prosedural di kita itu dilaksanakan dan tidak boleh dilompat,” ujar Fahri. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tjahjo: Mendagri Masih Boleh Membatalkan Perda Provinsi
Redaktur & Reporter : Natalia