jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah politikus di Dewan Perwakilan Rakyat Pusat dan Daerah (DPR dan DPRD) mendukung upaya pemerintah menciptakan kultur sekolah yang toleran dan menciptakan persatuan.
Anggota parlemen sepakat untuk terus mengatasi intoleransi, radikalisme, dan lemahnya kolaborasi di dunia pendidikan.
Sebagai langkah awal, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menggelar Survei Lingkungan Belajar di berbagai Sekolah Penggerak.
Survei ini merupakan satu dari tiga bagian Program Asesmen Nasional bersama dengan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survei Karakter.
BACA JUGA: Menag Yaqut: Toleransi Jangan Sebatas Perayaan Semata
Survei Lingkungan Belajar menghasilkan data tentang iklim keamanan dan iklim kebinnekaan di sekolah yang merupakan prakondisi terjadinya pembelajaran
Selain itu, survei tersebut juga mengukur kualitas pembelajaran dari perspektif siswa, guru, dan kepala sekolah.
BACA JUGA: Romo Benny: Kerukunan di Indonesia Sudah Lebih dari Sekadar Toleransi
"Saya harap survei ini lebih komprehensif menjangkau outcome, benefit dan impact-nya untuk masyarakat dan negara. Survei ini diharapkan menjadi pemecah masalah dan komisi X siap mendukung," ujar Anggota Komisi X DPR, Zainuddin Maliki dalam sebuah diskusi Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Timur.
Menurut politikus Partai Amanat Nasional ini, masih terdapat mispersepsi di masyarakat yang menerima potongan-potongan survei yang dianggap tendesius dan bernada politik.
Namun, dengan penjelasan yang ada, mispersepsi bisa dikurangi. Dia menegaskan Survei Lingkungan Belajar, tidak hanya berhenti di output yang bersifat jangka pendek, tetapi bisa menciptakan outcome yang memberi dampak jangka panjang.
"Yang terpenting harus perhatikan cara mengemasnya, jangan bias dan jangan menggiring. Itu harus dihindari. Ini masalah sensitif. Kalau substansinya sudah OK," jelasnya
Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, Daniel Rohi juga menyampaikan dukungannya terhadap Survei Lingkungan Belajar.
Menurut dia, survei bisa dijadikan dasar dalam pembuatan kebijakan ke arah perbaikan yang tepat.
“Sekolah berfungsi sebagai almamater untuk menghasilkan insan unggul dengan jiwa nasionalis, berkarakter kompeten dan adaptif dalam perubahan. Selain itu sebagai pemecah masalah dalam memudarnya wibawa negara, lemahnya daya saing dan meningkatnya perilaku intoleransi dan persatuan bangsa,” tegas Daniel.
Survei Lingkungan Belajar sangat menarik karena mampu mendapatkan gambaran iklim sekolah dan kualitas proses pembelajaran.
Selain itu, survei ini juga penting dan tepat untuk memotret kondisi lingkungan sekolah sebagai bahan pembuatan kebijakan dan perbaikan.
Menurut Daniel, sekolah harus menjadi tempat merefleksikan kemajemukan dan multi budaya sehingga lingkungannya perlu terus dikembangkan menjadi sehat dan kondusif bagi terciptanya suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan.
Lingkungan yang baik, kata dia, akan membuat output yang baik baik sosial maupun fisik. Sosial seperti kepala sekolah, pendidik, siswa dan tradisi di sekolah. Adapun fisik berupa kurikulum, sarana prasarana, keuangan, dan manajemen.
Survei merupakan bagian dari Asesmen Nasional untuk memperbaiki mutu pendidikan. Daniel menjelaskan subtansi pertanyaan dalam survei lingkungan belajar relevan.
Kendati begitu, dia berjanji akan terus memberikan masukan dan kritik konstruktif untuk memastikan Survei Lingkungan Belajar memberikan dampak positif.
“Lingkungan sekolah perlu terus dikembangkan agar menjadi sehat dan kondusif bagi terciptanya suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan,” pungkasnya. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia