jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menerima aduan masyarakat yang diwakili bupati dan Ketua DPRD Aceh Barat Daya (Abdya), terkait sengketa tanah antara warga lokal dengan PT. Cemerlang Abadi.
Dalam aduannya, masyarakat Abdya menolak perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT. CA di atas luas lahan 7.516 Ha yang merupakan tanah milik warga. Selama 30 tahun tanah tersebut ditelantarkan, tetapi pemerintah justru ingin memperpanjang HGU PT. CA yang sudah berakhir pada 27 Desember 2017 lalu.
BACA JUGA: Tokoh Agama Diajak Aktif Menjaga Ketenteraman Saat Pilkada
Menanggapi aduan masyarakat itu, Agus mengatakan akan memfasilitasi masyarakat Abdya untuk beraudiensi dengan Komisi II terkait permasalahan tanah tersebut.
“Aduan-aduan seperti ini wajib kami terima dan diselesaikan dalam forum yang ada di DPR. Tentunya, semua informasi kami serap dan kami akan mencoba meminta keterangan dengan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) terlebih dahulu,” papar Agus di ruang kerjanya, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (16/4).
BACA JUGA: Fahri Hamzah: Pemerintah Harus Segera Mencabut Perpres TKA
Turut mendampingi, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Nihayatul Wafiroh mengatakan, pihaknya akan segera menindaklanjuti persoalan tersebut. Sebab, dia menilai ada aturan yang sudah ditabrak PT. CA.
Dia juga mengingatkan, tanah negara harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk masyarakat. “Apalagi ini sudah jelas, tidak ada surat perpanjangan lagi dari gubernur, bupati dan masyarakat lokal,” sambungnya.
BACA JUGA: Fahri: Pemerintahan Akan Lebih Baik Kalau Rakyat Cerewet
Sebelumnya, Bupati Abdya Akmal Ibrahim mengatakan, sengketa antara rakyat Babahrot - Kuala Batee dengan PT. CA diawali oleh program cetak sawah baru oleh pemerintah setempat.
Program cetak sawah yang merupakan program pemerintah dimulai tahun 1990 di lokasi PT. CA saat ini. Sawah yang sudah dicetak tersebut kemudian dibagikan kepada masyarakat.
"Tahun 1996 lahan itu sudah jadi sawah milik warga, namun alat berat PT. CA menggali parit dalam sawah milik rakyat dan merusak cetak sawah. Sejak saat itu konflik antara masyarakat dan PT. CA mulai memanas,” tuturnya.
Dia melanjutkan, konflik tersebut setidaknya menewaskan enam warga dan 54 warga di penjara yang notabene adalah pemilik lahan. Upaya mediasi antara masyarakat dengan perusahaan PT. CA pun tidak menemukan jalan keluar.
Sekarang setelah 30 tahun, tanah-tanah yang disengketakan justru menjadi hutan belantara, karena hanya sebagian lahan yang dimanfaatkan, yakni sekitar 2.000 Ha dari luas lahan 7.516 Ha.
Padahal, lahan tersebut dulunya adalah sawah produktif dan perkebunan sawit yang cukup bagus. Bahkan, pada tahun 1980-an pemerintah sudah membangun patok irigasi dalam areal lahan tersebut.
“Kedatangan kami ke sini hanya untuk meminta dukungan DPR, agar HGU PT. CA tidak diperpanjang. Kami dan rakyat menolak, apalagi lahan tersebut sudah ditelantarkan 30 tahun, jangan dipaksakan bentrok lagi. Kami berharap kembalikanlah sawah kami,” tandasnya. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Komisi XI Uji 18 Calon Anggota BPK
Redaktur : Tim Redaksi