jpnn.com, JAKARTA - Usulan penyertaan modal daerah (PMD) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Rp 11 triliun ditolak keras DPRD DKI. Mereka menilai petinggi perusahaan pelat merah tersebut tidak mampu membuat program dan mengelola perusahaan, sehingga hanya membebani pemerintah daerah.
Selain itu, penyertaan modal juga bertentangan dengan visi misi Gubernur Anies Baswedan dan mantan Wagub Sandiaga Uno, untuk menciptakan BUMD yang mandiri.
BACA JUGA: DPRD DKI: Hotel di Bawah Jakarta Tourisindo Memprihatinkan
“Permintaan PMD oleh BUMD ini patut dicurigai sebagai cara pihak tertentu untuk menjatuhkan citra Gubernur Anies Baswedan,” ujar Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik, Kamis (30/8).
Taufik pun menyarankan Gubernur Anies segera menarik usulan PMD tersebut. Sebab, di awal kepemimpinan Anies-Sandi di Jakarta, keduanya menginginkan agar BUMD DKI dapat mencari modal sendiri tanpa meminta bantuan dari anggaran daerah.
BACA JUGA: Tak Perlu Buru-Buru Cari Pengganti Sandi
“Usulan PMD BUMD itu justru sebagai upaya untuk mempermalukan Anies.Saya tegaskan bahwa DPRD enggak akan setuju, malu-maluin saja," ujar Taufik.
Salah satu yang disorot Taufik adalah BUMD PT Jakarta Propertindo (Jakpro) yang direktur utamanya, Dwi Wahyu Daryoto, baru saja menempati posisi itu menggantikan Satya Heragandhi. "Itu si Dirut Jakpro yang baru juga belum kerja apa-apa kok sudah minta PMD sih? Kalau begitu lebih baik mundur saja," ketus Taufik.
BACA JUGA: Politikus Hanura DKI Minta Duit buat Pokir
Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD DKI Jakarta Bestari Barus juga mempertanyakan BUMD DKI yang berencana meminta PMD. Sebab, kata Bestari, Pemprov DKI bersikeras tidak memberikan PMD kepada BUMD pada pembahasan APBD 2018. "Bukannya BUMD disuruh mandiri? Kok ini minta PMD sampai triliunan?" ujar Bestari.
Bestari mengingatkan, pada pembahasan anggaran sebelumnya, BUMD yang mendapatkan PMD hanya yang berkaitan dengan Asian Games saja.
Dalam rapat usulan PMD di Komisi C DPRD DKI, PT Jakpro dan PD Pembangunan Sarana Jaya meminta anggaran Rp 1 triliun untuk mewujudkan program rumah susun (rusun) DP Rp 0. Bestari mengatakan, seharusnya dua BUMD itu mencari sumber dana lain di luar APBD.
"Kalau untuk pengembangan usaha, ya BUMD pinjam di bank dong. Ngapain pakai APBD? Mau bebas bunga doang," kata Bestari. Apalagi, BUMD juga akan mendapat untung dalam pembangunan rusun DP Rp 0 nanti. Khususnya, dari unit rusun yang memang dijual untuk komersil.
Bestari menduga, dua BUMD ini juga tidak yakin program DP Rp 0 akan memberi mereka keuntungan. "BUMD yakin enggak ini bakal untung? Kalau yakin ya pinjam tuh ke bank," terang dia.
Direktur Utama Jakarta Propertindo Dwi Wahyu Daryoto mengatakan, pihaknya berencana membangun rusun DP nol rupiah di dua lokasi yang terintegrasi dengan kawasan berorientasi transit atau transit oriented development (TOD). "Untuk rumah DP Rp 0 kami minta (PMD/penyertaan modal daerah) sekitar Rp 531 miliar, hanya untuk pembangunan,” kata Wahyu.
Lokasi pertama yakni di Jalan Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Jakpro berencana memadukan hunian dengan depo serta stasiun kereta cepat ringan atau light rail transit (LRT).
Jakpro akan membangun total enam menara yang terbagi atas dua kategori. Tiga menara khusus untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan penghasilan di bawah Rp 7 juta per bulan dengan kapasitas 5.700 unit. Tiga menara lainnya berkapasitas 4.900 unit bersifat campuran, yakni sebagian untuk MBR dan sebagian untuk masyarakat umum.
PMD yang diminta untuk merealisasikan ini sebesar Rp 265 miliar. Ada juga opsi untuk membuat semua unit ditujukan bagi MBR, tetapi dengan pengajuan PMD yang lebih besar yakni Rp 662 miliar. Kemudian lokasi kedua yang dibangun oleh Jakpro berada di Jalan Yos Sudarso, Kebon Bawang, Jakarta Utara.
Ada dua menara dengan total 1.222 unit rusun. Satu menara khusus untuk MBR, dan satu menara lainnya untuk komersial. PMD yang diminta untuk proyek ini sebesar Rp 266 miliar.
Sementara, PD Sarana Jaya mengajukan Rp 128,6 miliar ditujukan untuk biaya pengembangan awal proyek rumah Dp Rp 0 di Klapa Village. "Ini untuk biaya pengembangan awal di luar biaya lahan," kata Direktur Utama PD Sarana Jaya Yoory Pinontoan.
Sementara itu, Penasehat Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Triwisaksana mengatakan seharusnya Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bisa mengalokasikan anggaran dari Sisa Lebih Penghitungan APBD (Silpa) 2017 sebesar Rp 13,1 triliun pada program yang berdampak langsung pada kepentingan warga.
Triwisaksana menilai tidak ideal jika Silpa tersebut justru dialokasikan untuk PMD BUMD. "Memang idealnya untuk belanja modal dan hibah untuk penambahan subsidi di program KJP Plus misalnya," tuturnya.
Jikapun tidak bisa dialokasikan untuk program-program yang bermanfaat bagi masyarakat, Triwisaksana meminta TAPD untuk bisa mengklasifikasi BUMD yang tepat diberikan suntikan PMD.
Triwisaksana beranggapan bisa saja TAPD memberikan PMD bagi BUMD yang bergerak di bidang pangan yakni PD Pasar Jaya, PD Dharma Jaya, dan PT Tjipinang Food Station. Sebab, katanya, hasil dari BUMD bidang pangan bisa langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. "Mereka-mereka itu relatif bisa diberikan," ujarnya.
Dalam dokumen Kebijakan Umum Perubahan APBD dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) Perubahan 2018 yang diusulkan TAPD kepada Banggar DPRD DKI Jakarta, PMD untuk delapan BUMD dialokasikan senilai Rp 11,749 triliun.
Delapan BUMD yang mengajukan PMD tersebut antara lain PT MRT Jakarta, PT Jakarta Propertindo, PD PAL Jaya, PD Dharma Jaya, PT Tjipinang Food Station, PD Sarana Jaya, PD Pasar Jaya dan PD PAM Jaya. (nas)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sugiyanto Minta DPRD Usut Proyek LRT
Redaktur & Reporter : Adil