jpnn.com - MEDAN - Upaya mengurangi angka penyakit tidak menular di Kota Medan perlu melibatkan pemerintah dan berbagai sektor agar kebijakan yang dihasilkan tepat sasaran dan terintegrasi.
Pasalnya, prevalensi gaya hidup perkotaan yang serba instan dan perilaku berisiko seperti konsumsi makanan tinggi gula, garam, dan lemak, diet tidak seimbang, serta kurangnya aktivitas fisik menjadi tantangan serius.
BACA JUGA: Awas, Konsumsi Jajanan Berlebihan Menyebabkan PTM pada Anak
Selain itu, hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023 juga menunjukkan kebiasaan merokok masih sangat tinggi.
Angka perokok aktif di kalangan pria dewasa rentang usia 25 hingga 54 tahun mencapai 42 persen.
BACA JUGA: Hasil Riset: Perokok Beralih ke Tembakau Alternatif Mengalami Peningkatan Kesehatan Gusi
Untuk itu menurut praktisi Kesehatan Dr. dr. Cashtry Meher kolaborasi lintas sektor diperlukan untuk membuat kebijakan yang fokus.
Utamanya perbaikan kualitas hidup masyarakat dengan memperhitungkan aspek kesehatan sebagai upaya menurunkan berbagai faktor risiko kesehatan.
BACA JUGA: PTM Meningkat, Pemerintah Harus Buat Aturan soal Jajanan Anak
Pendekatan pragmatis pengurangan risiko juga perlu dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan.
Misalnya, bagi masyarakat yang sulit mengubah perilaku berisiko, menyediakan alternatif lebih rendah risiko. Seperti produk makanan minuman reformulasi dan produk tembakau alternatif.
Hal ini dinilai bisa menjadi langkah komplementer untuk mengurangi dampak kesehatan akibat diet tidak seimbang dan kebiasaan merokok.
"Saya menyarankan agar kebijakan kesehatan di Medan menitikberatkan pada sinergi antara pemerintah, tenaga kesehatan, sektor swasta, dan masyarakat," ujar Dr. Cashtry pada diskusi publik 'Potensi Penerapan Pendekatan Pengurangan Bahaya dalam Menekan Faktor Risiko PTM di Kota Medan', Sabtu (23/11).
Dr. Cashtry juga menekankan pentingnya pemberdayaan komunitas dan LSM untuk menjalankan program edukatif dan preventif dengan pendekatan yang lebih personal.
Dia juga mendorong terciptanya dukungan sosial kuat dalam mengadopsi gaya hidup sehat.
Selain itu, diperlukan pula upaya edukatif oleh tenaga kesehatan yang berperan penting dalam menyebarluaskan konsep pengurangan bahaya dan berinteraksi langsung dengan masyarakat yang rentan.
"Bekerja bersama dan terbuka terhadap pendekatan inovatif seperti pengurangan risiko bisa menjangkau masyarakat yang berperilaku berisiko secara holistik dan mengurangi prevalensi PTM dengan lebih efektif," ucapnya.
Tak kalah penting, penguatan infrastruktur layanan kesehatan juga berperan penting dalam mendukung kampanye dan edukasi publik yang terkoordinasi.
Sektor pendidikan juga harus memastikan kebijakan yang diimplementasikan didasarkan pada data ilmiah.
Sama halnya dengan upaya mengurangi risiko pada produk tembakau.
Selain itu, menurutnya, jika pengurangan bahaya yang diterapkan pada produk tembakau alternatif dapat dibuktikan berbasis riset dan data, maka pendekatan tersebut perlu dimaksimalkan sebagai upaya beralih dari kebiasaan merokok.
"Kebijakan dan program-program hasil kolaborasi lintas sektor juga perlu melakukan monitoring dan evaluasi terpadu secara berkala untuk mengukur efektivitasnya," kata Dr. Cashtry.
Dia menilai pembuat kebijakan, akademisi, dan organisasi non-pemerintah dapat bekerja sama dalam mengembangkan indikator kinerja utama dan melaporkan hasilnya.
"Evaluasi ini penting untuk perbaikan program di masa mendatang, sehingga dapat terus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat," ucapnya.
Lebih lanjut Dr. Cashtry menyatakan mendukung penuh inisiatif pemerintah menempatkan pembangunan kesehatan sebagai agenda penting dalam mengurangi faktor risiko PTM.
"Mengubah perilaku kesehatan masyarakat di Medan bukan tugas yang mudah. Literasi kesehatan yang masih rendah, tingginya perilaku berisiko, serta keterbatasan akses layanan kesehatan menjadi hambatan utama dalam upaya preventif," katanya.
Namun, meski Dr. Cashtry merasa tantangannya besar, peluang untuk memperbaiki kualitas kesehatan melalui edukasi komunitas sangat menjanjikan.
Pendekatan ini efektif karena mengajak masyarakat untuk belajar bersama, saling mendukung, dan menerapkan gaya hidup sehat secara kolektif.
Dr. Cashtry menegaskan pentingnya penerbitan program pro masyarakat dengan penyampaian yang mudah dipahami dan sesuai budaya setempat.
Sebagai contoh, tidak mudah meminta perokok dewasa menghentikan kebiasaan merokok secara langsung.
"Oleh karena itu, memaksimalkan konsep pengurangan bahaya tembakau melalui pemanfaatan produk tembakau alternatif dapat menjadi opsi terbaik bagi perokok dewasa untuk mengurangi risiko akibat kebiasaan merokok sekaligus membantu Pemerintah Kota Medan dalam menurunkan prevalensi merokok serta angka PTM," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Akademisi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Dr. Indra Mustika mengatakan kebiasaan merokok tidak serta merta dapat diubah secara singkat.
Buktinya, pendekatan konvensional dengan melarang berhenti merokok secara langsung tidak berhasil, sehingga diperlukan pendekatan lebih inovatif.
Memberikan informasi akurat dan akses kepada produk tembakau alternatif juga memainkan peranan penting.
Dr. Indra menilai kolaborasi lintas sektor akan lebih efektif dalam menurunkan prevalensi merokok.
"Hasil penelitian dapat dipertimbangkan pemerintah untuk membuat kebijakan berbasis bukti ilmiah yang harapannya bisa didorong untuk menjadi dasar membuat peraturan," ucapnya.
Menurut Dr. Indra pemerintah memiliki tanggung jawab penting dalam mendukung perokok dewasa yang ingin berhenti merokok.
Salah satunya dengan memastikan akses terhadap informasi yang akurat, transparan, dan tidak dibatas-batasi.
"Masyarakat berhak tahu secara utuh tentang perbedaan profil risiko antara produk tembakau alternatif dengan rokok sehingga masyarakat dapat membuat keputusan dengan bijak," kata Dr Indra. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PTM Makin Marak Terjadi pada Anak, Pemerintah Diminta Lebih Perhatian
Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang