Draft RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Sudah Usang, Harus Ada Perubahan

Kamis, 01 Agustus 2019 – 23:30 WIB
Serangan Siber. ILUSTRASI. Foto: Pixabay.com

jpnn.com, JAKARTA - Indonesia dinilai belum siap untuk menerapkan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan siber (Kamtansiber). Aturan-aturan yang termuat dalam draft RUU Kamtanasiber dianggap usang.

Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja mengatakan draf RUU itu hanya merefleksikan kondisi yang mungkin terjadi pada tahun 2013-2014.

BACA JUGA: Antisipasi Serangan Siber, Saatnya Indonesia Membuat Sistem Enkripsi Mandiri

“Ini sekarang sudah 2019, ancamannya sudah berubah. Yang namanya cyber itu enggak bisa ancamannya hanya satu, ini sekarang banyak potensi ancaman yang ada, dan kita harus pahami itu dulu. Belum ada kesiapan, belum ada pemahaman,” kata Ardi saat dihubungi wartawan, Kamis (1/7).

BACA JUGA : Awasi Pendidikan Jarak Jauh, Bentuk Cyber University

BACA JUGA: Iran Klaim Gagalkan 33 Juta Serangan Siber AS

RUU Kamtanasiber masuk dalam Daftar Proyek Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR dan ditetapkan sebagai inisiatif DPR. Parlemen kemudian berupaya mempercepat pengesahan RUU itu menjadi UU.

Ardi menjelaskan, sebaiknya DPR melakukan pendalaman terhadap sejumlah pasal dalam draft RUU Kamtanasiber.

BACA JUGA: Serangan Siber Ancam Kepentingan Nasional

“Pendalaman itu hanya bisa dilakukan kalau memang semua pemegang kepentingan ya, stakeholder yang ada itu bisa diajak duduk dan ikut diskusi,” katanya.

Namun, yang terjadi sekarang RUU ini itu tidak mencerminkan keterlibatan para pemegang kepentingan, tidak ada.

BACA JUGA : Geliat Era Digital di Kampoeng Cyber Yogyakarta

Dia juga menjelaskan di luar negeri aturan soal keamanan dan ketahanan siber belum terlalu banyak yang menerapkannya. Sekalipun ada, itupun hanya berbentuk konvensi.

“Di Eropa itu sudah ada beberapa, namanya itu konvensi ya, konvensi keamanan cyber ya, ada di Eropa,” katanya.

Tapi, kata dia, dari sekian banyak kesepakatan-kesepakatan itu, tidak satu pun Indonesia ikut meratifikasi karena masih mengedepankan kedaulatan.

“Masih ada yang beranggapan bahwa jika kita ikut meratifikasi soal cyber, maka kedaulatan kita akan hilang. Padahal harus disadari bahwa jika sudah soal cyber itu sudah tidak ada batas negara,” katanya.

Indonesia, kata dia, menganggap bahwa Indonesia adalah ‘dunia sendiri’ yang harus menjaga dunianya sendiri.

“Padahal, kita enggak bisa bertahan jika kita enggak bekerjasama dengan pihak lain terutama dalam forum-forum bilateral atau multilateral,” katanya. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ngeri! Awal Tahun, BSSN Sudah Temukan 220 Juta Lebih Serangan Siber


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler