Dua Aturan Baru soal Harga Tiket Pesawat Tidak Mempan

Kamis, 04 April 2019 – 08:29 WIB
Para penumpang di bandara. Foto Yessy Artada/jpnn.com

jpnn.com, BALIKPAPAN - Dua aturan baru terkait harga tiket pesawat dinilai tidak menyelesaikan masalah. Yakni Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.

Satunya lagi Keputusan Menteri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Regulasi baru ini berisi aturan main baru untuk penentuan tarif tiket penerbangan domestik yang berlaku sejak 1 April 2019 lalu.

BACA JUGA: Harga Tiket Pesawat, Suwarso: Saya Sudah Cek, Belum Ada Perubahan

Namun, dua aturan ini dianggap tak menyelesaikan masalah. Harga tiket pesawat dianggap masih mahal dan memberatkan konsumen khususnya kelas menengah, sektor pariwisata, dan UMKM.

Apalagi poin penting dari kedua aturan tersebut adalah mengubah tarif batas bawah tiket pesawat dari semula sebesar 30 persen dari tarif batas atas menjadi 35 persen.

BACA JUGA: Tentang Aturan Larangan Berkendara Sambil Merokok yang Perlu Anda Ketahui

“Ini kan perhitungan abal-abal,” kata Pengamat Ekonomi dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Aji Sofyan Effendi, seperti diberitakan Kaltim Post (Jawa Pos Group).

BACA JUGA: Harga Tiket Pesawat, Suwarso: Saya Sudah Cek, Belum Ada Perubahan

BACA JUGA: Ditjen Udara Lakukan Pengawasan Peraturan Baru Tentang Tarif

Menurut Aji, seharusnya pemerintah fokus pada perubahan tarif batas atas. Yang ditengarai menjadi alasan maskapai menaikkan harga tiket pesawat. Terutama pada peak season yang disebutnya tidak mungkin mendapatkan harga tiket pesawat murah.

Selain itu, pemerintah bisa melakukan intervensi dengan subsidi sementara di masa kenaikan harga dolar yang berdampak pada naiknya BBM.

“Avtur ini kan termasuk komponen utama mahalnya harga tiket. Jadi, pemerintah bisa hadir dalam jangka pendek. Jadi bisa dimainkan tarif terendah,” ungkap Aji.

Kebijakan ini dinilai prematur jika untuk melindungi keberlangsungan maskapai dari kerugian akibat persaingan harga tiket pesawat sebelum kenaikan. Sebab, pada dasarnya setiap perusahaan pasti memiliki roadmap atau program kerja pada 10-20 tahun ke depan. Tidak ada istilah maskapai rugi jika dalam prosesnya menjual tiket murah.

“Padahal sejak lama maskapai ketika peak season akan menaikkan harga tiket. Pasti mereka memperoleh margin profit yang tinggi. Jadi, save deposit dari cash mereka (maskapai),” sebutnya.

Sementara bagi konsumen, fluktuasi harga tiket pesawat memengaruhi ekonomi secara langsung. Mahalnya harga tiket, konsumen pun akan tetap membeli karena tidak memiliki pilihan. Sebab, moda transportasi udara ini masih berada pada pasar monopolistik. Yang berpotensi menimbulkan kartel. “Ya mohon maaf, maskapai penerbangan ini licik,” tegasnya.

Seharusnya, pemerintah melakukan penetrasi kepada perusahaan maskapai. Tak hanya kebijakan perhitungan tarif batas atas dan batas bawah, namun bisa masuk hingga penetapan harga tiket pesawat sesuai standar di semua golongan. Baik pelayanan standar maksimum, menengah, hingga minimum.

“Tapi nyatanya pemerintah impoten. Lalu ke mana yayasan perlindungan konsumen? Ini masalah extraordinary. Ini public utility. Jadi hajat orang banyak. Jadi harus ada langkah hukum. Kejaksaan maupun dari kepolisian harus turun,” tegasnya.

Aji memprediksi dengan kebijakan ini, Kaltim akan semakin nelangsa. Sektor pariwisata dan pengusaha UMKM akan semakin terpuruk. Memang tidak otomatis akan menjadi perubahan drastis secara keseluruhan dalam jangka pendek ini. Namun, jangka panjangnya Benua Etam akan kehilangan daya ekonominya.

“Perlu diingat dalam produk usaha baik barang atau jasa di daerah, 60 persen dalam membentuk harga produksinya itu berasal dari komponen biaya transportasi,” ulasnya.

Koordinator Yayasan Perlindungan Konsumen Nusantara (YPKN) Kaltim Piatur Pangaribuan juga menganggap kebijakan ini tak akan memengaruhi harga tiket yang disebutnya ‘mahal meledak-ledak’. Pemerintah seharusnya mengunci harga atas yang saat ini dimainkan perusahaan maskapai untuk menentukan harga tiket pesawat.

“Disesuaikan dengan kemampuan masyarakat,” ucap rektor Universitas Balikpapan (Uniba) itu.

BACA JUGA: Harga Tiket Pesawat Garuda Diskon 50 Persen, Bagaimana Lion Air?

Pemerintah seharusnya bisa membaca permainan perusahaan maskapai. Yang memanfaatkan jurang yang lebar antara batas atas dengan batas bawah dalam penentuan harga tiket pesawat. Memang dalam kebijakan yang baru, jurang tersebut diperkecil. Namun, bertentangan dengan prinsip keadilan bagi konsumen.

“Lihat kalau peak season. Naiknya bisa 100 persen. Meskipun konsumen keberatan tapi tak bisa berbuat. Sebab, memang masih masuk dalam batas atas,” kata Piatur.

Pemerintah sejak awal harusnya bisa memberikan jaminan kepada konsumen. Jika dalam kondisi peak season, maskapai tak semena-mena menaikkan harga tiket pesawat. Kalaupun dinaikkan dibatasi hingga di level yang masih bisa ditanggung konsumen terutama di pengusaha UMKM.

“Harus ada jalan tengah. Kan tugas pemerintah untuk melindungi tak hanya perusahaan. Tapi juga masyarakat,” katanya.

Terpisah, PT Angkasa Pura (AP) I cabang Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan menyebut belum melihat efek kebijakan ini terhadap jumlah kunjungan ataupun keberangkatan penumpang.

“Sejauh ini belum. Apalagi tak ada perubahan signifikan harga tiket. Dari data harian juga tak ada perubahan,” kata Humas AP I Bandara SAMS Sepinggan Mega Andanina.

Mega menyebut, pihaknya belum bisa memprediksi efek aturan ini dalam tempo dekat. Sebab, belum mendapatkan informasi lebih lanjut soal penerapan regulasi. Yang biasanya, bila ada regulasi baru, maka akan diberikan teknis pelaksanaan dari pihak regulator. “Ini kami belum terima teknis aturannya seperti apa,” ucapnya.

Diketahui, menurut data, jumlah penumpang SAMS mengalami penurunan selama dua bulan terakhir di 2019. Tercatat jumlah penumpang di Januari hingga Februari sebanyak 897.829 penumpang dibandingkan pada 2018 sejumlah 1.184.744 penumpang. Pertumbuhannya minus 24,22 persen.

Sedangkan untuk data pergerakan pesawat di Januari hingga Februari 2019 hanya mencapai 9.231. Dibandingkan pada 2018 sebanyak 10.705 pergerakan. Turun hingga minus 13,77 persen. Dari sektor kargo di Januari hingga Februari 2019 sebesar 8.383.900 kilogram dibandingkan pada 2018 sebanyak 10.188.123 kilogram atau minus 17,14 persen.

Selain akibat harga tiket yang mahal, penurunan penumpang juga dipengaruhi beralihnya penumpang ke Bandara APT Pranoto, Samarinda. Selain masyarakat Samarinda, penumpang dari Kutai Timur, Bontang, dan Kutai Kartanegara juga memilih memanfaatkan lapangan terbang yang baru diresmikan tahun lalu tersebut.

Maskapai Lion Air Group memastikan pihaknya telah menurunkan harga jual tiket pesawat. Penurunan ini berlaku untuk seluruh rute penerbangan termasuk dari Balikpapan atau Samarinda.

Corporate Communication Strategic Lion Air Group Danang Mandala Prihantoro mengatakan, penurunan harga tiket pesawat ini juga dilakukan ke seluruh jaringan maskapai penerbangannya baik Lion Air, Wings Air, dan Batik Air.

"Kebijakan ini berlaku untuk seluruh rute penerbangan efektif 30 Maret 2019," kata Danang saat dihubungi Selasa (2/4).

Ia menjelaskan, penurunan berbeda-beda. Tidak sama untuk semua rute. “Ya, harga jualnya kan berbeda-beda. Jaraknya juga beda. Tapi usai aturan Menteri Perhubungan, kami langsung melakukan penyesuaian tarif,” serunya.

Danang mengatakan, penurunan harga jual merupakan upaya Lion Air Group untuk menjawab tantangan serta peluang bisnis traveling dan mengakomodasi permintaan jasa penerbangan sejalan meningkatkan aktivitas penerbangan.

“Kami mengikuti perintah dari pemerintah yang memberikan solusi untuk keuntungan bersama,” imbuhnya.

Harga tiket terbaru yang telah diturunkan ini sudah bisa didapatkan di berbagai merchant pembelian tiket Lion Air Group, baik melalui agen perjalanan maupun website resmi maskapai.

Kepala Otoritas Bandara Wilayah VII Alexander Rita mengatakan, aturan yang baru dikeluarkan dari pusat akan pihaknya kawal di daerah.

“Seharusnya bulan ini sudah jalan. Kita lihat nanti. Kami juga terus lakukan monitoring. Kondisi tiket mahal ini memberikan dampak yang luas. Solusi ini semoga jalan keluar terbaik,” ujar Rita. (rdh/aji/dwi/k15)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga Tiket Pesawat Garuda Diskon 50 Persen, Bagaimana Lion Air?


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler