jpnn.com, BATAM - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batam menemukan dua kasus bayi yang mengalami gizi buruk atau malnutrisi tahun ini. Dua bayi tersebut, yakni Wiska yang berusia 1,9 tahun, dan Mohammad Amir Maulana yang kini masih berusia enam bulan.
Kemarin (11/8), Batam Pos (Jawa Pos Group) melihat langsung kondisi Maulana di rumahnya di Perumahan Fortuna Raya Blok JJ Nomor 26, Seilekop.
BACA JUGA: Layanan i23J BP Batam Sukses Raup Rp 225,3 Juta Dolar Amerika
Anak keempat pasangan Rupiah, 38, dan Sutrisno, itu sangat memprihatinkan. Pasalnya, bayi laki-laki tersebut mengalami gizi buruk sejak umur empat bulan.
Di umurnya yang masih enam bulan, bobot Maulana hanya 3,2 kilogram dengan panjang 56 centimeter. Rupiah mengaku bobot badan anaknya tak pernah naik sejak berumur empat bulan.
BACA JUGA: Apindo Dorong Pemerintah Pusat Agar Pertahankan FTZ Batam
Kemarin, Maulana terlihat hanya bisa tergolek lemah di atas karpet yang beralaskan sarung kecil. Kondisi tubuhnya sangat kurus, kaki dan tangannya mengecil tinggal membungkus tulang.
Maulana tak banyak bergerak, hanya sesekali mengeluarkan suara kecil, saat ibunya mengajak bicara.
BACA JUGA: WN Singapura Dituntut Setahun Penjara Lantaran Sekap Anak Kandung Sendiri
"Kasian. Berat badannya tak pernah naik," sebut Rupiah.
Dia mengatakan saat melahirkan, bobot badan Maulana normal yakni 2,8 kilogram. Rupiah juga mengaku saat mengandung tidak menemukan tanda-tanda lain yang menyebabkan anaknya kekurangan gizi. "Tak ada penyakit apapun. Malahan saya cek ke dokter," katanya.
Namun entah mengapa, saat umurnya menginjak empat bulan, bobot anaknya tak pernah naik. Karena kebingungan, akhirnya Rupiah memberikan makanan berupa bubur. "Saya bingung. Saking bingung saya kasih bubur dan nasi yang diulek," ucapnya.
Akibatnya, Maulana mengalami susah buang air besar. Saat itu, Rupiah mengaku memberikan bubur tersebut selain alasan agar tubuh anaknya normal juga karena produksi asinya kurang lancar. Bahkan sangat kurang. "Mungkin karena faktor umur juga, makanya ASI saya gak lancar," kata perempuan asal Tanjungpinang ini.
Meski tahu anaknya kurang gizi, ia tidak langsung membawa anaknya ke rumah-sakit maupun ke puskesmas. Maulana sendiri hidup di keluarga dengan ekonomi sangat minim. Penghasilan kedua orangtuanya sangat terbatas untuk membawanya berobat ke rumah sakit. Sutrisno, ayah Maulana hanya bekerja sebagai tukang antar air galon isi ulang, sedangkan Rupiah ibu rumah tangga. Sementara, mereka harus menghidupi keempat anaknya.
Mereka pun menjalani kehidupan yang serba pas-pasan. Gaji yang tak seberapa itu hanya bisa digunakan untuk kebutuhan makan dan membayar rumah kontrakannya. "Tapi Alhamdulillah, Maulana sedang dibuatkan BPJS. Insha Allah dalam waktu dekat akan kembali diperiksa," tuturnya.
Sementara itu, Wiska, dari Nias, Sumatera Utara yang baru dua minggu tinggal di Batam dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Embung Fatimah. Wiska kini beratnya hanya 6 kg.
Kepala Dinkes Kota Batam, Didi Kusmarjadi mengatakan, kurangnya pengetahuan orangtua menjadi faktor penyebab gizi buru, seperti pemberian makan yang terlalu dini, sehingga membuat terganggunya pencernaan bayi. Akibatnya, bayi tumbuh tapi tidak sebanding dengan usianya. "Berat badannya menurun, dan kondisi kesehatan bayi memburuk," kata Didi, Kamis (10/8) lalu.
Faktor lain penyebab gizi buruk, sambung, yakni kurangnya pengetahuan ibu tentang cara pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif yang benar, dan faktor ekonomi orangtua bayi, dan infeksi penyakit pada balita yang mengakibatkan asupan makanan berkurang.
Didi menyebutkan, balita dikatakan gizi buruk dan kekurangan gizi jika berat badannya tidak sesuai kriteria umur dan tingginya, dengan ciri badannya terlihat kurus. Penderita gizi buruk harus mendapatkan perawatan agar bisa mendapatkan berat badan yang sesuai dengan usianya.
Dikatakannya, secara keseluruhan Batam tidak masuk daerah yang rawan gizi buruk. Namun demikian, pihaknya tetap melakukan sosialisasi, terutama di daerah hinterand atau pesisir. Letak daerah yang jauh dari kota ditakutkan balita tidak mendapatkan asupan gizi yang sesuai dengan yang dibutuhkan.
"Kita rutin sosialisasi ke hinterland, memberikan edukasi tentang pemenuhan gizi balita. Tujuannya agar balita bisa tumbuh dan terhindar dari gizi buruk. Selain itu, juga melalui program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada balita," ungkap pria yang juga berprofesi sebagai dokter kandungan ini.
Sementara itu, Kepala Puskesmas Seilekop, Erizal mengaku petugas dari puskesmas tersebut sudah dua kali turun untuk memantau dan konseling terhadap anak tersebut. "Tim sudah turun. Tapi untuk informasi lebih lanjut langsung ke Dinas Kesehatan saja," pungkas Erizal. (jpg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wawako Akui Ekonomi Batam Melambat Lantaran Realisasi Investasi Rendah
Redaktur & Reporter : Budi