Dua Cara Awasi Kampus agar tak Terpapar Paham Radikal

Senin, 18 Juni 2018 – 07:50 WIB
Menristekdikti Mohamad Nasir (kiri). Foto: Bagas Bimantara/Radar Madiun/JPNN.com

jpnn.com, MADIUN - Seiring ditangkapnya terduga teroris di kampus Universitas Riau, 2 Juni lalu, menyeruak isu kelompk radikal menyasar kalangan perguruan tinggi.

Mau tidak mau Kota Madiun juga patut belajar dari pengungkapan kasus tersebut. Mengingat di kota ini berjejal sejumlah perguruan tinggi.

BACA JUGA: Dibutuhkan 30 Ribu Tenaga Kerja Perkeretaapian

’’Radikalisme di kampus perlu diawasi,’’ kata Menristek Dikti Mohamad Nasir di sela menghadiri penandatanganan nota kerja sama Politeknik Negeri Madiun (PNM), Pemkot Madiun, dan PT INKA, beberapa waktu lalu.

Pengungkapan terorisme di Universitas Riau awal bulan ini seolah menampar penyelenggaraan pendidikan tinggi di tanah air. Di hadapan awak media di INKA, saat itu Nasir tak menampik fungsi pengawasan terhadap perguruan tinggi masih dirasa kurang.

BACA JUGA: Pendataan HP Dosen dan Mahasiswa Bukan untuk Memata-matai

Pengungkapan terorisme di Universitas Riau harus menjadi pelajaran meningkatkan fungsi pengawasan itu. ’’Agar dosen dan mahasiswa tak lagi terkontaminasi paham radikalisme, ada cara-cara pengawasan yang bisa dilakukan,’’ ujarnya.

Pertama, adalah pengawasan terhadap sistem pembelajaran di kampus. Melalui pembelajaran itulah, paham menyimpang dari ideologi pancasila bisa ditularkan, terutama dari dosen kepada mahasiswa mereka. Dosen-dosen itu, bisa diketahui dari aktivitasnya, khususnya di media sosial.

BACA JUGA: Nasir: Madiun jadi Pusat Pengembangan Riset Kereta Api

’’Ada kemungkinannya. Yang jelas ketika guru (dosen) iya, maka murid-muridnya tentu bisa terpengaruh. Ada dosen yang di posting-an media sosial mengaku pendukung kelompok radikal, itu di-nonjob-kan,’’ beber Nasir.

Nasir bahkan menyebut potensi infiltrasi paham radikalisme sama besarnya di berbagai kampus. Tak hanya di Universitas Riau. Kendati dia mengaku belum punya cukup bukti terkait banyak tidaknya dosen atau kampus yang terpapar paham radikal.

’’Yang jelas potensi itu sama saja, entah di Undip atau ITS, misalnya,’’ kata dia. ’’Awasi betul para dosen. Pendataan bisa melalui rektor,’’ imbuh Nasir.

Pengawasan kedua yang bisa dilakukan untuk meminimalkan paham radikal masuk kampus adalah memantau aktivitas media sosial para civitas akademika. Baik dosen maupun mahasiswa. Pasalnya, Nasir melihat juga ada kecenderungan paham radikalisme menyebar tidak hanya dari dosen langsung kepada mahasiswa, namun juga dari media sosial.

Dia menyarankan seluruh mahasiswa baru mendaftarkan akun media sosial mereka. ’’Nama akun media sosial perlu didaftarkan saat masuk perguruan tinggi,’’ tegasnya.

Ketua DPRD Kota Madiun Istono menyebut Kota Madiun wajib merespons instruksi dari Nasir. Mengingat banyak kampus perguruan tinggi berdiri di kota ini. Sebut saja PNM, Akademi Perkeretaapian Indonesia (API), Universitas Merdeka (Unmer), Universitas PGRI Madiun (Unipma), atau Unika Widya Mandala.

Di luar itu, masih ada perguruan tinggi swasta setingkat akademi atau sekolah tinggi, seperti Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stisip) Muhammadiyah. ’’Tentu kami tidak ingin paham radikal sampai menular masuk ke perguruan tinggi yang ada di Kota Madiun,’’ ujarnya. (naz/c1/ota)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kembalikan HMI, PMII, IMM ke Dalam Kampus


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler