Kembalikan HMI, PMII, IMM ke Dalam Kampus

Kamis, 07 Juni 2018 – 00:56 WIB
Menristekdikti Mohamad Nasir. Foto: Humas Kemenristekdikti

jpnn.com, JAKARTA - Menristekdikti Mohamad Nasir mengatakan, masuknya paham radikal di kampus terjadi setelah program normalisasi. Ketika organisasi seperti HMI dan PMII dikeluarkan menjadi organisasi ekstrakampus pada 1983.

Kini muncul desakan supaya organisasi itu kembali masuk ke kampus. Diantara yang menyuarakannya adalah cendekiawan muslim sekaligus mantan rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra.

BACA JUGA: Rektor Diminta Catat Nomor HP dan Medsos Seluruh Mahasiswa

"Kembalikan organisasi ekstra seperti HMI, PMII, dan IMM ke dalam kampus. Sehingga mengurangi dominasi organisasi Islam kanan," tulis Azyumardi di akun media sosialnya.

Azyumardi mengatakan organisasi-organisasi itu kembali masuk ke kampus untuk kontra organisasi agama Islam kanan. Sebab organisasi tersebut punya radikal. "Sekarang BEM dikuasai organisasi kanan ini," tuturnya.

BACA JUGA: Kapolri Sebut JAD Miliki Jaringan di Seluruh Indonesia

Dia menuturkan membendung radikalisme di kampus harus komperhensif. Pimpinan kampus harus mengelola langsung masjid kampus. Selain itu juga fasilitas kampus lainnya, supaya tidak menjadi tempat menanamkan paham Islam radikal.

"Kurikulum terkait kebangsaan dan keislaman-keindonesiaan juga harus diperkuat. Dosen perlu ditatar empat pilar (UUD 1945, NKRI, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika)," katanya.

BACA JUGA: Penyebaran Paham Radikal Paling Cepat Lewat Media Sosial

Sebelumnya Menristekdikti Mohamad Nasir menegaskan belum ada rencana kembali memasukkan organisasi ekstra kampus menjadi intra kampus. "Tidak akan dihidupkan lagi. Nanti kampus jadi wahana politik lagi," katanya. Sebab waktu itu program normalisasi kampus Padahal dia ingin kampus bisa bersaing secara global.

Keluarnya organisasi seperti PMII, HMI, dan sejenisnya kemudian diisi oleh kelompok keagamaan yang membawa pemahaman radikal. Dia mengakui upaya mencegah radikalisme di kampus yang baru berjalan sejak 2017 lalu, belum sempurna. Apalagi jika dibandingkan dengan masuknya paham keagamaan radikal sejak 1980-an silam.

Nasir menegaskan paparan radikalisme tidak hanya di perguruan tinggi. Tapi juga ada di jenjang sekolah. Diantara pemicunya guru-gurunya sudah terpapar radikalsime saat masih kuliah. Seperti kasus mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang berniat melukai polisi, sudah terpapar radikalisme sejak di sekolah. (wan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Usai Tragedi Mako Brimob, 96 Teroris Dibekuk, 14 Tewas


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler