Hampir enam bulan Indonesia berjibaku menangani COVID-19. Meningkatkan kapasitas tes menjadi salah satu dari sekian upaya yang harus dilakukan, seperti yang dilakukan di Jakarta.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan provinsi yang dipimpinnya berupaya upaya meningkatan kapasitas tes dalam acara 'ngobrol bareng' ABC Indonesia di halaman Facebook ABC Indonesia, Jumat pekan lalu.

BACA JUGA: Gegara Karantina COVID-19, Inggris dan Prancis Terlibat Aksi Saling Balas

Menurut Anies banyaknya angka positif di ibukota bukan berarti pandemi virus corona tidak terkendali, melainkan dari hasil pengetesan yang tinggi untuk mengetahui kondisi masyarakat.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 19 Agustus 2020, dari rata-rata 12.027 orang Indonesia yang dites PCR dalam sepekan terakhir, hampir setengahnya dilakukan oleh DKI Jakarta.

BACA JUGA: Ketua MPR: Tolong Pertimbangkan WFH Bagi Guru, Beri Perhatian Lebih

"Soal testing ini bukan semata-mata kita menunggu orang di rumah sakit, tapi kita mencari orang yang berada di luar sana yang mungkin sudah terpapar tapi tidak menyadari."

"Jakarta, menurut angka kemarin (20/08), menggunakan 83% spesimen untuk mencari kasus baru," tambah Anies.

BACA JUGA: Terungkap, Ini Alasan Pelaku Pembantaian di Masjid Selandia Baru Ingin Bunuh Muslim

Acara 'ngobrol bareng' ABC Indonesia dihadiri juga oleh pembicara lain, yakni Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, epidemiolog FKM UI, Pandu Riono, koordinator Kawal COVID-19, Ronald Bessie, dan akademisi yang juga mantan Deputi 2 Kantor Staf Presiden di term pertama Presiden Jokowi, Yanuar Nugroho. External Link: Ngobrol Bareng ABC Indonesia soal penanganan COVID-19 bersama Anies Baswedan, Bima Arya, dan pakar pengamat

  Pelacakan perlu diperbaiki

Pencapaian DKI Jakarta dalam upaya meningkatkan tes diapresiasi oleh epidemiolog FKM UI Pandu Riono.

Namun ia mengingatkan masih perlunya perbaikan di sisi 'tracing' atau pelacakan yang menjadi komponen lain dalam penanganan COVID-19.

"Indikator yang dipakai adalah testing, lacak, dan isolasi. Untuk tiap satu kasus positif, harus dilakukan tracing. Ini angkanya beragam, kalau di bawah lima masih buruk," jelas Pandu.

Pentinganya pelacakan ini juga disampaikan oleh Ronald Bessie dari Kawal COVID-19 yang memaparkan peta rasio lacak isolasi (RLI), di mana Provinsi DKI Jakarta masih tidak terlalu tinggi.

Jika dilihat di peta RLI, misalnya, rata-rata RLI di semua wilayah DKI Jakarta masih di bawah 3, artinya hanya terlacak tiga orang lainnya per satu kasus positif di Jakarta. Gotong Royong di Tengah Pandemi
Cerita inspiratif dari warga Indonesia yang memilih membantu satu sama lain saat menghadapi pandemi virus corona.

 

Padahal, sesuai penelitian yang dilakukan Kawal COVID-19, diperlukan minimal 30 orang untuk dilacak, dites, dan diisolasi untuk satu kasus positif yang terdiagnosa.

"Ada 3 faktor pengendalian yang harusnya menjadi metriks, yaitu minimum kapasitas tes di tiap kabupaten atau kota. DKI Jakarta jauh melebihi [kapasitas tes] daerah lain, tapi tracing ratio-nya belum terlalu bagus," ucap Ronald Bessie.

"Positivity rate Jakarta naik sampai paling buruk di pertengahan Agustus kemarin 12,5 persen, sekarang sudah turun lagi 11,5 persen. Kami hanya hitung jumlah kasus baru, orang dan bukan spesimen," tambahnya.

Ini artinya, positivity rate DKI Jakarta sebenarnya sudah melampaui batas 'positivity rate' yang ditetapkan WHO sebesar 5 persen. Detektif COVID dan waspada klaster keluarga di Bogor Photo: Kota Bogor melakukan swab masif di tempat umum dan sampai mekanisme wajib lapor bagi warga Bogor yang pergi dan kembali dari luar kota. (humaspemkabbogor)

 

Menyadari lebih dari 60 persen warganya bekerja di Jakarta, wali kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengaku selalu mengikuti perkembangan kasus dan penanganan COVID-19 di Jakarta.

Meskipun secara administratif Bogor menjadi bagian dari Jawa Barat, Bima mengatakan, hidup mati orang Bogor lebih banyak bergantung pada dinamika Jakarta.

Sebagai bentuk antisipasi, pemerintah kota Bogor mulai menjalankan apa yang disebut "detektif COVID", singkatan dari detektif aktif COVID, dengan anggota tim dari tiap kecamatan dan kelurahan.

"Tiap kasus positif akan dilaporkan ke unit lacak yang menjadi bagian dari detektif COVID ini yang selanjutnya melokalisasi pasien positif dan mewawancarai secara mendalam riwayat kontak eratnya." Baca juga artikel terkait: New normal di Indonesia: Kasus penularan naik, tes corona jadi ladang bisnis Angka kematian di Indonesia sudah lebih dari 10 ribu jika dihitung berdasarkan pedoman WHO Pemerintah Indonesia dianggap menggunakan pendekatan militeristik dalam menangani virus corona Alasan tingginya kematian tenaga kesehatan di Indonesia di tengah pandemi virus corona

 

Selain itu, Kota Bogor juga melakukan swab secara besar-besaran di tempat umum dan sampai mekanisme wajib lapor bagi warga Bogor yang pergi dan kembali dari luar kota.

"Warga yang mau bepergian harus melapor ke RT/RW-nya. Begitu pulang, langsung konsultasi. Kalau ada gejala langsung ke puskesmas dan diswab, gratis," kata Bima.

Namun, Bima juga penyintas COVID-19 mengakui adanya peningkatan trend kasus COVID-19 di kota Bogor yang berasal dari klaster keluarga, yang menurutnya "mengkhawatirkan".

"Transmisi lokal sudah terjadi di Bogor. Ada 35 keluarga menyumbangkan 134 kasus positif, bahkan ada satu keluarga yang positifnya 35 orang," papar Bima. Bogor dan Jakarta tidak bisa sendiri Photo: Suasana di stasiun kereta Senen, Jakarta pada akhir Juli lalu, terlihat para penumpang yang duduk tidak berdekatan saat menunggu kereta. (AP: Dita Alangkara)

 

Menanggapi penuhnya kendaraan umum dan kontroversi penerapan kembali ganjil-genap di Jakarta, Anies menyebutkan mungkin karena orang sudah mulai jenuh di rumah, mulai banyak yang bepergian meskipun tidak untuk ke kantor.

"Di situlah kita kembali menerapkan kebijakan ganjil-genap dan ternyata setelah diterapkan jumlah penumpang kendaraan umum tidak meningkat, justru di bawah 10 persen," ucap Anies.

Menurut Anies risiko penularan di kendaraan umum mungkin kecil dengan merujuk penelitian di Asia dan Amerika, selama kepatuhan menggunakan masker dan mencuci tangan dijaga.

"Lalu di kendaraan umum, hampir semua orang tidak bercakap-cakap. Jadi selama perjalanan itu diam."

"Tetapi kalau kita lihat, sampai di kantor justru orang copot masker, ngobrol ... karena merasa ketemu dengan orang yang mereka kenal."

"Kita punya kecenderungan kalau kita kenal lalu merasa aman, padahal mana kita tahu kalau yang bersangkutan itu sehat atau sudah terpapar tapi tak bergejala," tambah Anies. Inovasi anak bangsa di tengah pandemi COVID-19
Sejumlah ilmuwan serta beberapa warga Indonesia telah menghasilkan penemuan berbasis teknologi untuk membantu tenaga kesehatan dalam menangani penularan virus corona.

 

Meski begitu Anies menyampaikan perhatian kepada transportasi umum tetap penting dalam penanganan COVID-19.

Sementara bagi Bima, pekerjaan rumah terbesar saat ini baik untuk pemerintah pusat sampai pemerintah kota, termasuk warga, adalah mengembalikan "sense of crisis" lewat koordinasi yang baik dari tingkat pusat sampai daerah.

"Ketika Presiden menyampaikan instrruksi kepada TNI dan Polri untuk sama-sama fokus pada protokol kesehatan, kita sangat responsif dan kita tunggu. Tetapi kita belum melihat itu maksimal."

"It's all about leadership [semua adalah soal kepemimpinan]. Saya mengharapkan sebenarnya di semua lini sense of crisis dan sense of urgency [rasa krisis dan urgensi] ini sama," ujar Bima.

Menurut Bima, Bogor tidak bisa sendiri, namun perlu didukung oleh banyak pihak, misalnya Kementerian Perhubungan untuk memikirkan cara agar stasiun tidak berdesak-desakan.

"Atau Kementerian Pendidikan yang harus sama-sama berpikir keras gimana ini soal Pendidikan Jarak Jauh yang amburadul di lapangan," pungkasnya. Photo: Jumlah kematian di Indonesia saat pandemi COVID-19 menjadi salah satu yang paling tinggi di kawasan Asia saat ini. (AP: Dita Alangkara)

  Perlunya kehadiran negara saat pandemi

Yanuar Nugroho mencatat, ada persoalan kapasitas negara dalam penanganan COVID-19 di Indonesia saat ini.

Yang dimaksud dengan kapasitas negara menurut Yanuar adalah perkara kemampuan negara untuk menjalankan, dalam hal ini penanganan COVID-19, melalui mesin pemerintah.

Mesin pemerintah ini menurutnya ikut menentukan arti 'negara hadir' yang sering disebut dan dipertanyakan.

"Semua negara di dunia ini mengalami COVID-19, tetapi yang membedakan satu negara dengan negara lainnya adalah bagaimana kapasitas mesin pemerintahan tersebut merespon, cepat mengambil keputusan, menggunakan data, menggunakan bukti untuk merespon," tutur Yanuar.

Dalam konteks penanganan COVID-19 di DKI Jakarta dan di Bogor, Yanuar menilai mesin pemerintah provinsi dan kota berjalan dengan baik melalui peningkatan kapasitas tes atau inisiatif detektif COVID.

Ia berharap mesin pemerintah daerah dan pusat terus bekerja dalam mengejar kapasitas tes, lacak, dan isolasi, seperti yang disarankan para ilmuwan.

Selain itu, Yanuar menekankan pentingnya proses birokrasi dalam penanganan COVID-19.

"Jadi misalnya ketika Bapak Presiden marah mengapa anggaran lambat terserap, [harus ditanyakan juga] apakah kita sudah kerangka aturan yang memungkinkan keputusan segera dieksekusi dan yakin bahwa pejabat pembuat komitmen tersebut tidak akan digugat di kemudian hari?"

Menurut Yanuar, pengambilan keputusan soal penanganan COVID-19 akan lebih mudah jika dipimpin langsung oleh presiden.

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jenderal Andika Beber Data tentang Prajurit TNI AD Korban Covid-19

Berita Terkait