Dua Perempuan Pentolan Honorer K2, Jago Lobi Tebal Muka

Rabu, 18 Juli 2018 – 00:05 WIB
Nurbaiti, Koordinator Honorer K2 DKI Jakarta. Foto: Dok Pribadi for JPNN.com

jpnn.com - Sudah sekitar 11 tahun lamanya para honorer K2 (kategori dua) berjuang mendapatkan status PNS. Dari yang awalnya honorer kemudian oleh pemerintah dikategorikan satu (K1) dan dua (K2).

Mesya Mohamad - Jakarta

BACA JUGA: MenPAN-RB Ngaku Paling Peduli Nasib Guru

MENJADI PNS harga mati! Itu sudah semacam slogan yang digaungkan 439.590 honorer K2. Mereka menolak dijadikan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Alasannya P3K ini statusnya serupa honorer cuma ganti baju dan diatur di UU Aparatur Sipil Negara (ASN).

Tidak ingin di-P3K-kan, para pentolan honorer K2 terus berjuang. Berbagai upaya mereka tempuh. Mulai lobi-lobi di masing-masing Badan Kepegawaian Daerah (BKD), bupati, walikota, gubernur, anggota DPRD, DPR, DPD, MPR, menteri, kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSBI), hingga presiden. Ibarat kata, sekecil lubang jarum pun akan dilewati agar status PNS di bisa mereka sandang.

Mirip seperti organisasi profesional, honorer K2 ini diwadahi forum. Forum honorer K2 ini punya tim khusus perlobian, dana, sekretariat, dan lainnya. Mereka ini jaringannya luas sehingga informasi sekecil apapun bisa tembus di kuping honorer K2.

BACA JUGA: Politikus PDIP Minta Honorer K2 Beri Waktu kepada Pemerintah

Nurbaiti, koordinator honorer K2 DKI Jakarta misalnya. Guru SD di Jakarta ini terkenal dengan kemampuan lobinya. Setiap agenda rapat pembahasan revisi UU ASN pasti cepat diterima, bahkan sebelum jadwal dipajang di website DPR RI.

BACA JUGA: Tiga Formasi Jadi Prioritas di CPNS Jatim

Dia juga sangat lihai mendekati para politisi Senayan lintas partai. Nurbaiti memiliki kemampuan menyampaikan materi perjuangan honorer K2 dengan bahasa yang menarik tapi tajam.

Namun, untuk jadi seperti itu banyak kerikil tajam yang harus dilewati. "Namanya orang kecil ya, kadang tidak dianggap. Awalnya enggak terima diperlakukan kayak "pengemis" sama orang-orang besar yang kami temui. Demi perjuangan kami tebal muka saja dan mengorbankan perasaan," tuturnya kepada JPNN, Senin (16/7).

Belum lagi harus berhadapan dengan sesama honorer K2 yang saling sikut karena merasa paling berjasa. Namun, lagi-lagi Nurbaiti berusaha tegar. Dia tidak ingin visi misi itu hancur hanya karena bermain dengan perasaannya.

Sebenarnya kata Nurbaiti, ada rasa lelah dan jenuh berjuang mendapatkan status PNS. Apalagi sudah banyak yang dikorbankan tapi belum ada hasilnya. Namun ketika semangat itu luntur, rekan honorer K2 lainnya yang menyemangati.

"Bohong kalau bilang enggak bosan. Kalau enggak bosan, tidak mungkin banyak honorer K2 yang memilih berhenti dan pindah profesi. Yang bertahan ini hanya orang-orang yang tidak punya pilihan lain. Ibaratnya sudah basah mandi saja sekalian," terangnya.

Pejuang K2 lainnya adalah Titi Purwaningsih. Guru SD di Banjarnegara ini juga pintar melobi. Tutur katanya yang lemah lembut tapi tegas membuat dia bisa masuk ke semua lini. Tak heran dia didaulat jadi ketua umum Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I).

Menjadi ketum membuat Titi harus mengorbankan kepentingan keluarga. Bahkan saat hamil hingga kini anaknya usia dua tahunan, Titi warawiri Banjarnegara-Jakarta mengurus honorer K2. Beban Titi sangat berat manakala setiap perjuangan dimentahkan pemerintah.

Sebagai perempuan, Titi kadang merasa tidak berdaya. Dia pun harus tebal muka ketika berhadapan dengan siapa saja yang dirasa bisa membantu honorer K2 menjadi PNS.

"Kadang kalau yang ditemui itu agak cuek kami harus tebal muka. Namanya minta bantuan disuruh apa saja kami lakukan walaupun hati kami berontak. Sering juga kami dimarahi tapi ya siap saja," tuturnya.

Yang membuat Titi kecewa ketika isu penipuan merebak di FHK2I. Oknum pengurus disebut-sebut meminta uang kepada anggota forum dengan alasan untuk pengurusan CPNS. Bagi yang tidak mau membayar akan dihapus dari data base.

Isu ini sangat menyakitkan Titi. Namun dia tetap berbesar hati. Dia membenarkan ada iuran yang ditarik dari honorer K2. Itupun jumlahnya tidak ditentukan dan tergantung keikhlasan.

"Namanya perjuangan harus ada pengorbanan. Berkorban tenaga, dana, waktu, dan perasaan. Kami yakin pengorbanan ini tidak akan sia-sia, semua akan indah pada waktunya," tandasnya.

Baik Nurbaiti maupun Titi sama-sama bertekad tidak akan pernah berhenti berjuang sampai 439.590 honorer K2 menyandang status CPNS. (esy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pendaftaran CPNS 2018: MA Juga Buka Lowongan


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler