Dua Pilot WNI Disebut-sebut Gabung ISIS, Ini Sepak Terjang Mereka

Kamis, 09 Juli 2015 – 18:35 WIB
Duo WNI yang diduga kuat sudah membela ISIS. Foto: intercept

jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah Indonesia hingga saat ini belum mengetahui informasi seputar dugaan dua pilot WNI yang bergabung dalam ISIS. Informasi itu dibocorkan intelijen dokumen Australian Federal Police (AFP).

"Kami belum dapat informasi. Nanti kalau dapat informasi yang benar kami sampaikan. Nanti saya akan bicara dengan BIN, kepolisian dan BNPT," ujar Menkopolhukam Tedjo Edhy Purdijatno di kantor Wapres, Jakarta, Kamis (9/7).

BACA JUGA: Gatot Jadi Panglima TNI, Kursi KASAD Belum Terisi

Tedjo menyatakan, pemerintah tidak akan membiarkan WNI terpengaruh ISIS. Ia mengklaim tindakan pencegahan terus dilakukan melalui deradikalisasi.

"Kami terus bekerjasama dengan BNPT dan BIN kepolisian. Kami juga minta pihak Imigrasi jangan sampai paham ISIS bisa masuk dan berkembang di Indonesia. Kalau ada informasi kami akan tangani," tegas Tedjo.

BACA JUGA: Soal Pajak harus Diselesaikan Hukum Pajak Bukan Secara Pidana

Sebelum diberitakan, kepolisian Australia disebut-sebut melacak keberadaan dua pilot Indonesia yang bergabung dengan kelompok Islamic State (ISIS). 

Menurut media The Intercept yang mendapatkan dokumen ini, kedua pilot tersebut diketahui bernama Ridwan Agustin dan Tommy Hendratno.

BACA JUGA: Pak Buwas Segera Jerat 1 Gubernur dan 2 Bupati sebagai Tersangka Korupsi

Media The Intercept merupakan media yang menjadi corong bagi dokumen-dokumen rahasia yang dibobol oleh mantan kontraktor National Security Agency (NSA) Edward Snowden. Berdasarkan dokumen  itu, The Intercept menyebutkan AFP melacak kedua og itu melalui Facebok sejak September 2014.

Dalam keterangannya, Ridwan Agustin merupakan pilot AirAsia yang sudah bergabung sejak 2009. Dalam akun Facebooknya, Ridwan menunjukkan foto-foto ketika masih pelatihan di kantor Airbus di Tolouse, Prancis bersama tim AirAsia.

Ridwan disebut lulus pelatihan pilot dari AirAsia Academy pada Januari 2010. Bersama AirAsia, dia melintasi rute internasional termasuk Hong Kong dan Singapura serta rute domestik.

Pada September 2014, profil Ridwan Ahmad berubah nama menjadi Ridwan Ahmad Indonesiy. Saat itu dirinya menyatakan keinginan untuk bertempur di Kobani.

Di saat menyuarakan keinginan bergabung ISIS di Suriah, Ridwan berinteraksi dengan pilot Indonesia lainnya dari maskapai berbeda. Pilot itu diketahui juga kerap memposting dukungan untuk ISIS.

Sementara pada pertengahan Maret 2015, Ridwan memposting lokasi terakhirnya yang berada di Raqqa, Suriah.

The Intercept pada 8 Juli 2015 merilis dokumen yang berjudul "Identification of Indonesian pilots with possible extremist persuasions" atau berarti "Dua pilot Indonesia teridentifikasi dengan kemungkinan terlibat ekstremisme".

"Kedua pilot sepertinya terpengaruh dengan elemen pro ISIS, termasuk propaganda ekstremis secara online yang disebarkan oleh kelompok radikal. Mereka juga diperkirakan terpengaruh oleh warga Indonesia yang sudah berada di Suriah atau Irak," tulis The Intercept, berdasarkan dokumen itu.

"Pilot, awak kabin dan lainnya yang memiliki akses dalam lingkungan industri penerbangan jelas bisa menimbulkan ancaman bahaya bisa mereka berubah radikal. Akses dan pengetahuan mereka akan keamanan dan keselamatan, menunjukkan kemampuan melakukan serangan," isi dari peringatan dokumen milik Australian Federal Police.

Sementara Ridwan yang diyakini sudah berada di Suriah, keberadaan dari istrinya Diah Suci Wulandari hingga saat ini masih belum diketahui. Diah diketahui juga sebagai karyawan AirAsia dan sempat memposting dukungan untuk ISIS.

Pilot kedua yang diketahui juga bergabung bersama ISIS adalah Tommy Hendratno. Namanya saat ini sudah berubah menjadi Abu Alfatih Hendratno.

Tommy dikenal sebagai mantan pilot militer yang dilatih di Paris dan bekerja untuk sebuah sekolah penerbangan lokal. Berita terakhir Tommy menjadi pilot perusahaan penerbangan carter Premiair.

Pria itu disebut-sebut menjalani pelatihan pilot di Amerika Serikat (AS), satu bulan sebelum laporan ini dikeluarkan oleh AFP. Namun pihak Premiar, Norman Sukardi yang dimintai konfirmasi oleh The Intercept memastikan bahwa Hendratno sudah tidak lagi bekerja untuk perusahaan itu sejak 1 Juni.

Tidak diketahui apakah dokumen ini sudah diterima oleh pihak berwenang Indonesia. Menurut The Intercept, peringatan dari Kepolisian Federal Australia tersebut juga disampaikan kepada Turki, Inggris, Amerika Serikat (AS) dan juga Europol. Tidak ada disebutkan pihak AFP memberikan peringatan ini kepada pihak Indonesia. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mantan Dirjen Otda: Selamat Datang Politik Dinasti


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler