Dua Terpidana Mati Asal Meral Kembali Ajukan PK

Sabtu, 20 Agustus 2016 – 10:40 WIB
Terpidana mati A Yam dan Jun Hao saat digiring petugas menuju ruang sidang di PN Tanjungpinang. Foto: batampos/jpg

jpnn.com - TANJUNGPINANG - A Yam dan Jun Hao, terpidana mati, pemilik pabrik ekstasi di rumah kontrakan Jalan Baran III nomor 62, Kecamatan Meral, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, Jumat (19/8), menjalani sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang.

Sidang PK kedua ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Afrizal didampingi dua hakim anggota Guntur Kurniawan dan Johnson Sirait. 

BACA JUGA: Temuan Baru..38 Aparat Penegak Hukum Terlibat Jaringan Narkoba

Sementara kedua pemohon didampingi Penasehat Hukumnya, Bernand Nainggolan. Sedangkan Jaksa yang dimintai pendapat adalah Kasipidum Kejari Tanjung Balai Karimun Bandry Almy.

Dalam permohonan PK tersebut, Bernard Nainggolan mengatakan pengajuan PK kedua terpidana mati, A Yam dan Jun Hao, tersebut merupakan upaya mendapatkan kebenaran. Terpidana A Yam bersama Jun Hao alias Aheng  dan Deni (Meninggal) tidak memproduksi pil ekstasi. 

BACA JUGA: Pasangan Kekasih Diringkus Saat Edarkan 1 Kg Sabu

Pembuktian unsur memproduksi majelis hakim Judex Facti hanya berdasarkan pengakuan terpidana sendiri tidak ada saksi lain yang melihat proses tersebut.

''Berdasarkan ketentuan pasal 189 ayat 4 disebutkan tentang kekuatan pembuktian dari suatu keterangan. Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain,''ujar PH terpidana.

BACA JUGA: Ini Sketsa Wajah Pembunuh ‎Ibu Hamil yang Hanyut di Kali Ciliwung

Dikatakannya, bukti yang disita dan ditetapkan sebagai barang bukti tidak semua mengandung zat adikitif psikotropika. Sebagaimana disebutkan dalam berita acara analisis laboraturium barang bukti psikotropika. No Lab 2695/KNF/XII/2002.

''Alat bukti yang dihadapkan didepan persidangan untuk membuktikan proses produksi hanya satu alat bukti yaitu hanya keterangan terdakwa,'' katanya seperti diberitakan batampos (Jawa Pos Group), hari ini (20/8).

Pihaknya, lanjut Bernard, juga mempertanyakan barang bukti yang dalam persidangan sebelumnya disebut 6,3 kilogram apa benar terpidana yang menyimpannya.

''Sebelumnya disebut 6,3 kilogram. Tetapi setelah dijumlahkan beratnya menjadi 8,3 kilogram. Itu barang bukti siapa. Mari kita gotong royong untuk mencari kebenaran materil di dalam persidangan ini. Kita semua mencari keadilan secara bersama-sama, jadi bukan persoalan kalah menang,'' ucapnya.

Pihaknya ingin mengetahui bahwa persidangan tanpa pengacara sistem yang diterapkan dalam persidangan seperti apa. Hal itu membuat A Yam lemah dalam pembelaan. Terlebih lagi, A Yam juga tidak bisa berbahasa Indonesia. 

"Apa bener seorang terpidana mati saat disidangkan perkaranya tanpa didampingi pengacaranya. Selama tiga kali persidangan hingga vonis mati, A Yam tidak didampingi pengacaranya. Hanya beberapa minggu saja divonis mati. Adapun disebut-sebut di perkara ada pengacaranya, namun kata A Yam tidak pernah didampingi. Dia tidak bisa berbahasa Indonesia dalam persidangan. Selain itu juga tidak ada penerjemahanya. Ini harus dilihat kembali. Apakah layak dia dihukum mati,'' ucapnya.

Sementara itu, Kasipidum Kejari Tanjung Balai Karimun, Bandry Almi, berpendapat, bahwa seluruh alasan atau pun novum yang diajukan PH terpidana A Ayam dan Jun Hao, didalam memori PK adalah tidak benar dan tidak dapat dijadikan sebagai novum atau keadaan baru yang dapat menimbulkan dugaan kuat bahwa keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung.

''Oleh karena itu kami mohon kiranya majelis hakim agung menolak permintaan PK dari kedua terpidana. Selain itu, menetapkan putusan PN Tanjungpinang pada (12/3) silam, tetap berlaku,''ujar Bandry.

Setelah mendengarkan PK dan tanggapan Jaksa. Majelis Hakim pun menunda persidangan hingga Kamis (1/9) mendatang dan menyatakan akan mendatangkan tiga saksi yakni PH yang mendampingi terpidana sebelumnya, orang yang mengatakan bahwa terdakwa A Yam hanya sebagai pemilik rumah, dan ahli hukum acara pidana.

Seperti diketahui, A Yam dan Jun Hao dijatuhi vonis mati karena membangun pabrik ekstasi yang dianggap yang terbesar di Asia Tenggara (Asteng) pada 2002 silam.(ias/ray/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Satu Tersangka Ditangkap, Enam Buron


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler