Dubes Tantowi Pengin Kopi Indonesia Kondang di Negeri Kiwi

Minggu, 11 Maret 2018 – 16:49 WIB
Dubes RI untuk New Zealand Tantowi Yahya dalam jumpa pers di Kemang, Jakarta Selatan, Minggu (18/2). Foto: Dedi Yondra/JawaPos.Com

jpnn.com, WELLINGTON - Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Selandia Baru Tantowi Yahya menginginkan kopi asal tanah air kondang di negeri tempatnya bertugas saat ini. Namun, kopi yang hendak menembus pasar Selandia Baru memang harus memenuhi kualifikasi sejak panen hingga penyajian.

Menurut Tantowi, mayoritas penduduk di ibu kota Selandia Baru itu memang penikmat kopi berkualitas tinggi. Dalam sehari, warga di Negeri Kiwi itu bisa menyeruput 3-4 cangkir kopi per hari. Harga per cangkir kopi di Wellington, ibu kota Selandia Baru sekitar Rp 40 ribu.

BACA JUGA: Zulhas Dinobatkan Jadi Bapak Pecinta Kopi Indonesia

Tantowi mengatakan, kondisi itu merupakan potensi besar bagi kopi Indonesia. “Hampir semua wilayah Indonesia menghasilkan kopi dengan beragam varitas dan rasa,” ujarnya.

Lebih lanjut Tantowi mengatakan, banyak warung-warung kopi kecil muncul Selandia Baru. Sebaliknya, gerai kopi berjejaring asal Amerika Serikat seperti Starbucks The Coffee Bean & Tea Leaf tak bisa bertahan lama di Selandia Baru.

BACA JUGA: Mentan Targetkan Indonesia Penghasil Kopi Terbanyak di Dunia

“Banyak yang gulung tikar. Sebaliknya warung-warung kopi kecil dengan kopi yang maknyus menjamur di mana-mana,” tuturnya.

Sayangnya, kopi Indonesia di Selandia Baru masih kalah pamor dibanding asal Vietnam, Brasil, Kolombia ataupun negeri-negeri di Amerika Tengah seperti Nikaragua, Guatemala dan Honduras. Tantowi pun membeber penyebab kopi Indonesia kurang moncer di luar negeri.

BACA JUGA: Zulkifli Hasan Ingin Kopi Indonesia Kembali Mendunia

“Penyebab utamanya cara kita menikmati kopi yang berbeda dari masyarakat dunia. Ini berdampak pada proses pengadaan kopi,” paparnya.

Mantan pimpinan di Komisi Luar Negeri DPR itu menjelaskan, masyarakat Indonesia terbiasa menikmati kopi hitam dengan gula yang banyak. Bahkan, sampai ada kopi dalam kemasan 3 in 1 yang murah meriah.

“Hanya sedikit penikmat kopi-kopi murni seperti espresso, macchiato, americano dan lainnya yang isinya kopi murni. Tradisi ini membuat proses terhidangnya kopi dari mulai panen, pengeringan, roasting sampai dengan pembuatannya tidak memenuhi standar internasional,” sambung Tantowi.

Menurutnya, sebenarnya tidak ada yang salah dengan cara orang Indonesia menikmati kopi yang sudah berlangsung turun-temurun. Hanya saja, katanya, jika mau masuk ke pasar dunia maka kopi Indonesia harus disiapkan sejak panen hingga menyajikannya.

“Untuk masuk pasar dunia, biji kopi dari satu negara harus memenuhi berbagai persyaratan yg tidak mudah. Bukan sekadar soal kecocokan harga,” pungkasnya.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wow! Gaji Barista di Selandia Baru Bisa Rp 40 Juta


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler