Dugaan Kebocoran Data eHAC, Pemerintah Harus Meminta Maaf pada Publik

Kamis, 02 September 2021 – 09:27 WIB
Kemenkes memastikan tidak ada kebocoran data pada aplikasi e-HAC. Ilustrasi: Elvi/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Iqbal menilai pemerintah teledor atas dugaan kebocoran data aplikasi di Electronic Health Alert Card (eHAC).

Terlebih lagi, ada 1,3 juta pengguna aplikasi milik Kementerian Keseharan (Kemenkes) RI ini yang terdampak kebocoran data.

BACA JUGA: Dave Laksono Menilai Sistem Keamanan Data Masih Sangat Lemah 

Data yang bocor itu meliputi identitas pengguna yang berisi nomor kartu tanda penduduk (KTP), paspor serta data dari hasil tes Covid-19, alamat, nomor telepon dan nomor peserta rumah sakit, nama lengkap, tanggal lahir, pekerjaan, dan foto.

"Kebocoran data pribadi di aplikasi milik pemerintah ini merupakan bentuk kurang bertanggungjawabnya pemerintah," kata Iqbal melalui keterangan persnya, Rabu (1/9).

BACA JUGA: Data Pengguna Aplikasi e-HAC Kemenkes Bocor, Pakar Keamanan Siber: Nomor KTP dan Email Tersebar

Legislator fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menuturkan kasus kebocoran data dari aplikasi milik pemerintah bukan sekali saja terjadi.

Sebelumnya, kata dia, data 2 juta nasabah asuransi BRI Life bocor dan dijual secara online. Kemudian Mei 2021 data pribadi 279 penduduk Indonesia dari BPJS Kesehatan

BACA JUGA: Kebocoran Data e-HAC, Kemenkes Diminta Melakukan Ini

Namun, Iqbal menilai pemerintah tidak terlalu serius menyikapi kebocoran data pada masa lalu. 

"Tindak lanjut dan laporan penyelidikannya juga belum jelas," ujar dia.

Iqbal menyebut kasus kebocoran data pribadi masyarakat Indonesia ini tidak bisa dianggap enteng. Masyarakat rugi berkali-kali karena kasus kebocoran data ini. 

"Dalam kasus kebocoran data dari eHAC, Kemenkes RI dan pihak terkait harus meminta maaf kepada publik atas terjadinya kasus ini, bukan hanya mencari siapa yang bersalah," kata Sekretaris Fraksi PPP MPR RI itu.

Ke depan, dia meminta, pemerintah maupun perusahaan BUMN terus memperkuat sistem keamanan jaringan untuk mencegah kebocoran data.

"Sistem keamanan data yang lemah bisa mengundang kejahatan siber seperti penipuan online dan lainnya," ujar Iqbal. (ast/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur : Natalia
Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler