jpnn.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini tengah mengusut kasus dugaan korupsi penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Analis hukum di bidang korupsi dan pencucian uang, Julius Ibrani menilai kasus tersebut seharusnya bisa menjadi pintu masuk Kejagung untuk mengusut masalah yang dikeluhkan pengusaha lokal.
BACA JUGA: Lewat Program Jasa Konsultasi, LPEI Menjembatani UMKM Mendunia
“Saya dengar ada keluhan dari pengusaha lokal merasa seperti dijebak oleh LPEI yang seharusnya mendorong ekspor nasional yang berdaya saing tinggi di pasar global. Jebakan itu berujung pada penguasaan aset yang dijaminkan lalu dibeli murah,” tutur mantan analis bagi sebuah lembaga antirasuah dalam keterangan resmi yang diterima JPNN.com hari ini.
Menurut Ketua Umum Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) tersebut, kasus yang terjadi di LPEI pada 2013-2019 tidaklah kecil sebab Kejagung menaksir kerugian negara mencapai Rp 2,6 triliun.
BACA JUGA: Perkuat Kerja Sama di Bidang Investasi & Keuangan, LPEI Gandeng MEXIM
Kerugian tersebut adalah akibat modus pemberian pembiayaan kepada para debitur tanpa melalui prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan tidak sesuai dengan aturan kebijakan perkreditan LPEI.
LPEI atau Indonesian Eximbank memiliki dasar hukum UU Nomor 2 Tahun 2009 yang kemudian diubah menjadi UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang memfasilitasi pembiayaan ekspor, mendukung kegiatan ekspor hingga bimbingan serta jasa konsultasi terkait ekspor.
BACA JUGA: Bea Cukai Berkolaborasi dengan Kemenkeu & LPEI dalam Pemberdayaan UMKM, Ini Hasilnya
Ia mencontohkan buruknya tata kelola LPEI dalam pemberian kredit yang merugikan sejumlah pengusaha berorientasi global tidak hanya sekali.
Salah satunya, kasus PT Jeje Furniture yang terkena janji palsu kemudahan kredit ekspor oleh LPEI.
Meski perusahaan yang berkedudukan di Sukoharjo itu telah menyerahkan 38 aset yang pada tahun 2015 dihargai senilai Rp 615 miliar.
PT Jeje Furniture pada 2018 melakukan gugatan yang berakhir dengan kekalahan LPEI sehingga harus mengembalikan aset yang telah dikuasai.(ray/jpnn)
Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean