jpnn.com, JAKARTA - Ombudsman RI akan mengkaji dan mendalami dugaan suplai senjata dan amunisi secara ilegal dari Republik Indonesia (RI) ke Myanmar, sebagaimana pengaduan koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan (koalisi SSR).
Hal itu disampaikan Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Muhammad Najih seusai beraudiensi dengan koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari PBHI, Centra Initiative, Imparsial, ELSAM, KontraS, SETARA Institute, Forum De Facto, YLBHI, Amnesty International Indonesia, LBHM, ICJR, ICW, WALHI, LBH Jakarta, LBH Pers, HRWG, LBHAP PP Muhammadiyah, Selasa (17/10).
BACA JUGA: Koalisi Masyarakat Sipil Soroti Dugaan Indonesia Jual Senjata ke Myanmar
Ombudsman juga berencana menjalin koordinasi dengan Komnas HAM guna mendukung upaya dari koalisi masyarakat sipil supaya masalah ini bisa lebih terang dan jelas di mana kedudukan pemerintah dalam masalah ini.
"Jika secara formal pemerintah benar-benar melakukan seperti apa yang disampaikan koalisi masyarakat sipil tadi, tentu akan sangat bertentangan dengan Konstitusi," ujar Najih, dikutip dari siaran pers.
BACA JUGA: Muhammadiyah: Usut Dugaan BUMN Pasok Senjata ke Junta Militer Myanmar
Najih mengatakan lembaganya bakal bekerja sesuai dengan domain wilayah kerjanya dan jika ada irisan dengan lembaga-lembaga lain maka akan dilakukan kerja sama.
Pengaduan koalisi SSR kepada ORI merujuk pada laporan mantan Jaksa Agung RI Marzuki Darusman bersama Myanmar Accountability Project dan Chin Za Uk Ling (Pegiat HAM) pada 2 Oktober 2023 lalu kepada Komnas HAM RI.
BACA JUGA: Ganjar Akan Cari Cawapres Sepadan dengan Lawan Politik, Mahfud MD atau Yenny Wahid?
Laporan itu terkait dugaan penjualan ilegal senapan serbu, pistol, amunisi, kendaraan tempur, dan peralatan militer lainnya kepada Myanmar, termasuk Junta Militer di bawah Jendral Min Aung Hlain.
"Hal itu berdampak pada kejahatan kemanusiaan termasuk genosida pembantaian etnis Rohingya di Myanmar,' kata Julius Ibrani dari PBHI.
Dia menjelaskan bahwa Marzuki Darusman dkk berhasil membongkar dugaan suplai senjata secara ilegal berbalut kerja sama MoU, misalnya oleh PT. Pindad melalui perusahaan broker senjata yang berbasis di Myanmar, True North Co. Ltd.
Perusahaan itu konon dimiliki oleh Htoo Shein Oo yang merupakan putra kandung dari Menteri Perencanaan dan Keuangan Junta Militer Myanmar Win Shein.
Adapun data perusahaan perantara jual-beli senjata True North, Co. Ltd., mencatat 3 perusahaan BUMN Indonesia yakni PT. Pindad, PT. PAL dan PT Dirgantara Indonesia terus mentransfer amunisi setelah percobaan kudeta Pemerintah Myanmar oleh Junta Militer.
Sementara itu, Al Araf dari Centra Initiative mengatakan laporan PBB menyebut pelanggaran HAM berat di Myanmar telah terjadi sejak lama dengan tindakan pembunuhan besar-besaran, penyiksaan yang brutal, rudapaksa massal terhadap ribuan anak dan perempuan, pembakaran desa-desa dan rumah ibadah, mutilasi massal, intimidasi dan ancaman fisik, dan lainnya.
"Maka dari itu, PBB menyerukan negara-negara anggotanya untuk menghentikan penjualan senjata (embargo) ke Myanmar demi mencegah terus berlanjutnya pelanggaran HAM berat di Myanmar," ucap Al Araf.
Dia mengatakan bahwa BUMN di bidang pertahanan yang dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah Indonesia di bawah perusahaan holding Defend ID, sehingga hanya bisa bertindak dengan arahan dan persetujuan dari Presiden, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian BUMN yang tergabung dalam Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP).
"Artinya, ada tanggung jawab pemerintah atas pelanggaran HAM berat di Myanmar," kata Al Araf.
Koalisi SSR menilai pemerintah Indonesia yang telah membentuk berbagai instrumen hukum nasional tentang HAM, termasuk ketentuan terkait pelanggaran HAM berat yang berlaku yurisdiksi internasional, bertanggung jawab penuh dengan keanggotaan aktif di PBB yang mengikat,
Mereka membawa persoalan ini ke Ombudsman lantaran lembaga itu berkewenangan untuk memeriksa dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Presiden, Menteri Pertahanan, dan Menteri BUMN, serta 3 Perusahaan BUMN Industri Pertahanan yang diduga kuat melanggar banyak instrumen peraturan perundang-undangan nasional tentang HAM.
"Koalisi SSR meminta agar Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih untuk turun langsung memeriksa dan memonitor pemeriksaan dugaan maladministrasi ini," ucap Al Araf.(fat/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam