jpnn.com - BANDUNG - Kualitas wasit dan juri dalam gelaran cabor bela diri di PON XIX/2016 Jabar memang layak dipertanyakan. Itu menyusul banyaknya daerah yang protes dengan kemampuan pengadil di arena tersebut.
Setelah cabor Judo, kini gilirak Karaté yang menjerit. Ketua Pengrov Federasi Olahraga Karate Indonesia (Forki) DKI Jakarta, Dody Rahmadi Amar melakukan protes keras terkait penyediaan wasit juri yang bertugas dalam memimpin pertandingan dengan penggunaan sistem teknologi komputer.
BACA JUGA: Tim Basket Jatim Pecundangi Papua Barat
DKI Sampai mengancam akan walkout dari Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX-2016 apabila panitia penyelenggara dan Panitia Besar (PB PON) mengabaikan surat protes yang dilayangkan kepada mereka.
Dia juga mengkritik PB Forki atas aturan sepihak pada gelaran PON yang meliputi penerapan drawing berbasis komputerisasi serta pemberian wild card pada pengprov tertentu, yang dianggap merugikan beberapa Pengprov lain.
BACA JUGA: Cium Aroma Kecurangan, 6 Kontingen Cabor Judo Siapkan Aksi Boikot
Dody mengatakan kebijakan yang diambil oleh PB Forki menganulir hasil Rapat Kerja Nasional (Rakornas) PB Forki 2015 yang menyebutkan adanya pembatasan umur dan pengundian manual untuk dalam PON 2016 Jabar.
"Dengan adanya kebijakan tersebut, PB Forki telah mengabaikan suara mayoritas para anggotanya," tegas Dody.
BACA JUGA: Djadjang Akui Perbedaan Kualitas Pemain Inti dengan Cadangan Terlampau Jauh
Karena tak dilaksanakan dan ada anulir sepihak dari hasil kongres oleh PB Forki, atlet 30 tahun pun kembali bisa diturunkan.
"Adanya atlet yang berusia diatas 30 tahun, ini merusak proses regenerasi atlet. Sedangkan drawing elektronik mengesampingkan asas keadilan karena saat diujicoba pada KSAD Cup beberapa waktu lalu pun hasilnya berantakan, sehingga drawing manual dianggap menjadi pilihan terbaik," tandasnya. (dkk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Janjikan Kursi PNS Bagi Atlet Peraih Medali
Redaktur : Tim Redaksi