Duh... LC Karaoke Belia di Yogyakarta Menyambi PSK, Sebegini Tarifnya...

Rabu, 07 September 2016 – 05:45 WIB
Ilustrasi: Radar Jogja

jpnn.com - BANTUL – Polres Bantul menetapkan seorang wanita berinisial Em sebagai tersangka kasus perdagangan orang dan melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak. Pasalnya, pengusaha tempat karaoke itu mempekerjakan bocah perempuan di bawah umur sebagai pemandu lagu atau lady companion (LC) karaoke.

Penetapan Em sebagai tersangka itu merupakan buntut dari razia yang dilakukan Polres Bantul terhadap tempat hiburan karaoke di kawasan Pantai Parangkusumo, Bantul, Jumat (2/9). Dalam razia itu polisi menemukan We dan EH, dua anak baru gede (ABG) 17 tahun yang menjadi LC karaoke di tempat Em.

BACA JUGA: Bandara Yogyakarta Bakal Dipindah, PHRI Gunungkidul Resah

Namun, Kasat Reskrim Polres Bantul AKP Anggaito Hadi Prabowo mengungkapkan bahwa We dan EH ternyata pernah juga menjadi LC karaoke di tempat lain. ”Mereka sebelumnya pernah di Sleman dan Kota Jogja,” katanya sebagaimana dikutip Jawa Pos Radar Jogja.

We yang berasal dari Wonosobo, sedangkan Eh dari Magelang ternyata tak hanya menjadi LC karaoke. Sebab, keduanya juga melayani para pria hidung belang.

BACA JUGA: Jika Brexit Mengular Jelang Iduladha, Beginilah Antisipasinya

Anggaito menjelaskan, tarif Eh dan We adalah Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta untuk sekali kencan. ”Sebagai pemandu karaoke dia dapat Rp 50 ribu dari bosnya,” jelasnya.

Lebih lanjut Anggaito mengatakan, Em disangka melanggar dua undang-undang. Yakni Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

BACA JUGA: Kejagung Diminta Usut Dugaan Korupsi di Maybrat

Anggaito menjelaskan, pihaknya tidak hanya menjerat Em. Sebab, ada pula K, rekan bisnis Em dalam usaha karaoke. ”Mereka joinan bikin karaoke itu,” ungkapnya.

Anggaito meyakini masih ada beberapa tempat hiburan karaoke di kawasan Pantai Parangkusumo yang mempekerjakan anak di bawah umur. Karena itu, pihaknya tetap intensif melakukan penyelidikan agar praktik serupa benar-benar hilang dari kawasan pantai selatan Yogyakarta itu. ”Tapi, ini juga butuh kerja sama dari masyarakat,” ucapnya.

Pada bagian lain, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Bantul Susanto mengungkapkan, kasus itu telah mengundang perhatian serius. Sebab, dari tahun ke tahun jumlah pekerja anak di Kabupaten Bantul cukup banyak.

Pada 2016 saja ada 63 anak yang ditarik untuk dikembalikan ke sekolah. ”Pada 2015 ada 150 anak,” jelas Susanto.

Hanya saja, kata Susanto, tidak ada satu pun anak-anak itu ini yang bekerja di perusahaan besar. Semua bekerja di industri rumahan

Dari pantauan Disnakertrans, justru anak-anak itu yang memaksa untuk bekerja. Alasannya demi  memenuhi kebutuhan sehari-hari sebagai alasannya. Karena itu pula Disnakertrans Bantul tak jarang mengalami kesulitan untuk menarik minat mereka agar kembali ke sekolah.(zam/ila/ong/jpg/ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Teroris Batam sudah Ukur Elevansi Peluncuran Roket ke Singapura


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler