jpnn.com - PADANG – Para mahasiswa merasa dirugikan dengan sistem uang kuliah tunggal (UKT) yang diberlakukan sejak 2013 lalu.
Penetapan kelompok pada sistem UKT, dinilai mahasiswa kerap tak tepat sasaran. Dampaknya, banyak mahasiswa dari golongan ekonomi lemah, malah dikenai biaya pendidikan yang besar. Sebab pembayaran kuliah mereka, hanya dinilai berdasarkan pendapatan orangtua.
BACA JUGA: 979 Calon Praja IPDN Segera Jalani Tes Pantukhir
Padang Ekspres (Jawa Pos Group) menelusuri penerapan UKT tersebut pada sejumlah perguruan tinggi negeri favorit di Kota Padang. Yakni Universitas Andalas, Universitas Negeri Padang (UNP) serta Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang.
Dari penelusuran tersebut, masih banyak mahasiswa yang protes dengan kebijakan tersebut. Selain itu, perguruan tinggi cenderung menutup informasi terkait besaran uang kuliah yang dikenakan untuk para mahasiswannya. Khususnya pada jurusan dan fakultas favorit.
BACA JUGA: Orang Tua Diminta Jangan Pura-Pura Miskin
Universitas Negeri Padang (UNP) beralasan tak dapat memberikan data karena tidak memiliki rekapitulasi. Guna memperoleh data dan penjelasan terkait sistem UKT di UNP, Padang Ekspres berupaya menemui Wakil Rektor II UNP Alzamar. Pasalnya, yang bersangkutan yang berwenang memberikan keterangan terkait hal tersebut.
Saat dihubungi ke nomor ponsel pribadinya, namun tak pernah aktif. Alzamar juga tak ada di ruangannya saat ditemui di kantornya. Kepala Humas UNP Amril Amir ketika dihubungi, menyarankan Padang Ekspres meminta informasi ke Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK) UNP dan beralasan sedang berada di Bukittinggi sejak Rabu (22/6).
BACA JUGA: Lebih dari 9 Ribu Guru di Jatim Dilatih Program B3
Kepala BAAK UNP, Azhari Suwir, tidak bersedia menjelaskan persoalan tersebut, karena bukan lingkup kerjanya. Dia malah menyarankan, menemui Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan UNP, Syarkani. Namun Syarkani pun enggan memberikan keterangan.
Syarkani menolak untuk diwawancarai ketika ditemui di ruangan kerjanya karena tidak ada janji sebelumnya. Sedangkan anggotanya yang disarankan memberikan data, beralasan belum memiliki rekapitulasi pembayaran semester tahun 2014 hingga 2015.
Sedangkan Universitas Andalas (Unand) berdalih untuk data uang kuliah yang dikenakan pada masing- masing fakultas dan jurusan tersebut, terlebih dahulu mengajukan surat permohonan data. Kepala Sub Bagian Humas dan Protokol UNAND, Eriyanty, menyarankan Padang Ekspres mengisi surat permohonan data terlebih dahulu. Dalihnya, aturan tersebut merujuk pada anjuran Komisi Informasi (KI).
Dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi diketahui berapa uang kuliah yang dipatok masing- masing perguruan tinggi.
Rektor UNAND, Tafdil menyempatkan diri untuk diwawancarai. Dia mengatakan, sistem UKT terbilang sudah sangat membantu mahasiswa yang tidak mampu di perguruan tinggi yang dipimpinnya. Sebab telah disesuaikan berdasarkan pengelompokan. Salah satunya, mahasiswa berlatar belakang orangtua buruh, berpenghasilan tidak tetap dikategorikan sistem UKT ke dalam Kelompok I.
“Untuk mahasiswa yang tidak mampu, saya kira sudah sangat terbantu dengan sistem UKT kelompok I. Mereka hanya dibebankan uang kuliah Rp 500 ribu per semester. Sekarang, rata-rata mahasiswa mampu membeli telepon genggam. Jadi uang Rp 500 ribu per semester tidaklah berat bagi mahasiswa kelompok I dalam sistem UKT,” ujarnya kepada Padang Ekspres via ponselnya.
Masalah pembayaran uang kuliah mahasiswa, lanjut Tafdil, telah diatur dalam tiga kategori mahasiswa. Yakni mahasiswa yang diterima dari jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) , dan Mandiri.
Untuk mahasiswa SNMPTN dan SBMPTN, pembayaran uang semesternya telah diatur dalam sistem UKT. “Kalau mahasiswa yang masuk melalui jalur Mandiri, pembayaran uang kuliahnya sesuai ketentuan universitas. Itu sudah ada aturannya,” ujarnya.
Tafdil juga menjelaskan, upaya pihaknya sekarang membantu mahasiswa memperoleh beasiswa, hanya melalui kerja sama dengan berbagai perusahaan swasta dan negeri di Sumbar. Sebab beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) terbilang sudah tidak ada di Unand. “Beasiswa kerja sama tentu tidak bertahan lama. Berbeda dengan biaya pendidikan mahasiswa miskin berprestasi (Bidikmisi),” ujarnya.
Bahkan untuk Bidikmisi saat ini, lanjutnya, telah terjadi pula penurunan kuota besaran biaya yang diperoleh mahasiswa. Hal itu terjadi sejak ditetapkannya penambahan jumlah perguruan tinggi yang membuka Bidikmisi oleh pemerintah pusat. Katanya, secara jumlah penerima di sini tidak berkurang. Namun besaran biaya yang diterima mahasiswa yang berkurang.
“Jika, sebelumnya kuota anggaran Bidikmisi 25 persen, sekarang hanya 10 persen dari seluruh anggaran. Penerima Bidikmisi di Unand, semuanya sudah kami survei kelayakannya. Saya belum pernah menemukan ada mahasiswa Unand berhenti kuliah karena kendala biaya,” ujarnya.
Menyikapi sulitnya UNP dan Unand memberikan data dan informasi publik tentang biaya kuliah mahasiswa, Wakil Ketua Komisi Informasi (KI) Sumbar, Arfitriati mengatakan, permasalahan tersebut dapat diajukan untuk dilakukan sengkata informasi oleh pihaknya. Dia menilai kedua perguruan tinggi tersebut, sudah keliru beralasan untuk menolak memberikan data kepada media.
“Kalau informasi atau data untuk kepentingan pemberitaan, semua harus mengacu kepada undang-undang pers dan kode etik pers. Jika wartawan sudah menjelaskan identitas dan kejelasan medianya, informasi publik wajib diberikan pihak kampus. Tidak perlu mengisi formulir yang mestinya dilakukan pihak di luar kalangan pers,” ujarnya.
Rektor I Bidang Akademik Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang, Ikhwan Matodang mengatakan, penerimaan mahasiswa undangan atau Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) dan saat ini penerimaan mahasiswa institusi dibawah naungan Kemenang disebut jalur Seleksi Pretasi Akademik Nasional Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (SPAN-PTKIN).
Kemudian, masuk melalui jalur PMDK tersebut pemahamannya lebih luas, dan bidik misi. Bidik misi langsung dibiayai. Sementara itu, bidik misi itu berbeda dengan SPAN-PTKIN.
Sementara, SPAN-PTKIN ini menyeleksi siswa berprestasi di sekolah. Baik itu prestasi di bidang akademik atau ada tambahan prestasi yang lain seperti bakat dan minat di bidang olah raga, seni, beladiri. Hal itu menjadi salah satu syarat untuk masuk jalur SPAN-PTKIN. Melalui SPAN- PTKIN ini yang mendaftar sebanyak 8.330 orang. Sementara daya tampung diterima di kampus sebanyak 1.700.
Terang Ikhwan, dari 8.330 tersebut, tahun lalu kampus meluluskan sebanyak 2.958. Kenapa diluluskan sebanyak 2.958 tersebut. Berdasarkan kuota penerimaan di kampus sebanyak 1.700, karena tidak semua yang lulus tersebut akan datang untuk mendaftar.
Sementara, penerimaan dari tahun-tahun belakangan yang dapat diterima hanya 45 persen. Hal itu disebabkan karena calon mahasiswa tersebut di terima pada pilihan yang kedua.
Barangkali, karena tidak cocok dan kembali mencoba keberuntungannya masuk melalui Ujian Mandiri (UM) atau telah lulus di tempat lain. Maka, diluluskan sebanyak 3 ribu dengan harapan yang akan mendaftar tersebut sebanyak 1.700, sehingga kuota tersebut dapat terpenuhi berdasarkan ketentuan yang ada.
Ada dua program yang dapat membantu mahasiswa kurang mampu yang menempuh pendidikan di IAIN. Yakni bidik misi dan beasiswa Dipa IAIN. Beasiswa DIPA IAIN ini kerjasama dengan Bazda. Sementara itu, beasiswa bidik misi merupakan program nasional.
Untuk mendapatkan beasiswa bidik misi ini mekanismenya, mendaftar di kampus, kemudian dinyatakan lulus dan menjadi mahasiswa. Setelah itu baru mendaftarkan untuk mendapatkan beasiswa kemudian diseleksi. Seluruh berkas persyaratan akan diteliti, termasuk rekening listrik mahasiswa tersebut. Dari rekening listrik dapat diketahui miskin atau kayanya seseorang.
“Kecil tagihan listriknya, maka peralatan alat elektronik di rumahnya lebih sedikit. Sedikit memiliki barang elektronik dapat dikatakan belum sejahtera,” ujarnya.
Selain itu, surat miskin yang dikeluarga aparat pemerintahan setempat. Diakuinya, karena mudahnya mendapatkan surat miskin tersebut, membuat tingkat kepercayaannya terhadap surat miskin tersebut berkurang. Berkas lain yang diteliti adalah penghasilan orangtua, jumlah tanggungan keluarga.
“Berapa orang, ia kakak beradik. Karena bisa saja pendapatan orangtuanya Rp 5-7 juta per bulannya, tetapi anaknya banyak. Kemudian, data keluarga tersebut apakah telah ada sarjana. Kalau belum ada yang kuliah di antara keluarganya dan hal ini perlu dibantu serta banyak lagi aspek lainnya, “ terangnya.
Setelah memverifikasi data tersebut, barulah dilakukan kunjungan ke rumahnya. Untuk memastikan cocok atau tak cocok. Berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya, ada calon mahasiswa penerima beasiswa yang tak memberikan data yang sebenarnya. Sehingga otomatis gugur.
Tahun kemarin ada satu orang mahasiswa, beasiswanya ditukar, karena ternyata setelah ditetapkan sebagai penerima, rumahnya bagus. Sehingga penerimanya tersebut dialihkan kepada yang lain dan berhak menerima. Dengan berbagai alas an, awalnya validasi ditunjukan rumah kakeknya. Kemudian ada informasi berikutnya dari warga sekitar, barulah kembali di kroscek.
Jadi, jika seandainya tidak dilakukan validasi ke lapangan maka pasti ada kecolongan dan tidak tepat sasarannya penerima beasiswa bidik misi tersebut. Selama ini, belum ada kecolongan bahwa penerima beasiswa bidik misi tersebut tidak tepat sasaran.
Namun, informasi ketidakpuasan tentu banyak didapatkan, karena kuotanya hanya 70 orang, namun peminatnya sangat banyak. Sebab, ekonomi mahasiswa IAIN IB kebanyakan menengah ke bawah. Sehingga, ketika ditetapkan seseorang menjadi penerima, padahal level kehidupannya sama dengan yang tidak menerima, tentu ada kecemburuan. Hal itu wajar, sebab memilih masiswa miskin di antara yang miskin amatlah sulit dan sangatlah susah.
“UKT di IAIN berkisar dari Rp 400 ribu sampai Rp. 2,4 juta berdasarkan ketentuan Kementerian Agama dan Dikti. Jadi, uang semeter Rp 400 ribu tersebut kategori satu. Hal itu harus ada 5 persen mahasiswa yang dibantu dengan uang kuliah rendah,” ucapnya.
Katanya, anggapan bahwa perguruan tinggi cenderung melakukan komersialisasi pendidikan, mungkin saja itu benar pada perguruan tinggi yang penerimaannya melalui jalur mandiri, dengan uang pendaftaran bisa mencapai ratusan juta. Artinya, sebagian kecil saja dari banyaknya jumlah prodi yang ada.
Kemudian dari Kementerian Agama. Dapat dibayangkan bahwa uang kuliah Rp 2,4 juta yang tertinggi. Sementara biaya ril dari pada pendidikan tersebut bisa mencapai Rp. 5 juta sampai Rp 6 juta.
Titi mahasiswi semester VI Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah IAIN Imam Bonjol Padang mengatakan, ia mendapat beasiswa bidik misi sejak semester I. Ia mengaku, proses untuk mendapatkan beasiswa bidik misi tersebut adalah mengajukan permohonan. Kemudian melengkapi persyaratan yang dibutuhkan. Baik itu prestasi di bidang akademik dan prestasi lainnya.
"Saya mendapatkan beasiswa bidik misi tersebut setiap semester dengan nilai Rp 6 juta per semester. Nilai uang tersebut sejak semester I sampai semester VI tetap sama.
Tidak ada pengurangan dana bidik misi tersebut. Namun, terkadang kita sendiri yang meminta dipotong langsung membayar uang kuliah dari beasiswa tersebut," katanya.(g/j/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sempurnakan Kurikulum SMK agar Lulusan Lebih Bersaing di Dunia Usaha
Redaktur : Tim Redaksi