jpnn.com - SEMARANG – Praktik makam fiktif ternyata tak hanya ada di Jakarta. Di Semarang, Jawa Tengah, ada juga praktik serupa.
Bedanya, makam fiktif di Semarang justru dilegalkan. Ini seperti terlihat di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dadapan, Sendangmulyo, Tembalang.
BACA JUGA: Sikap Komisi II DPR Tidak Jelas
Di areal makam itu terdapat puluhan makam fiktif. Disebut fiktif lantaran makam tersebut sudah terpasang batu nisan dan gundukan tanah, namun ternyata belum ada jenazah yang dimakamkan di tempat itu. Rupanya ”kavling” makam itu telah dipesan oleh keluarga almarhum yang dimakamkan di sebelahnya.
Keberadaan makam fiktif yang sudah ”di-booking” ini jelas saja membuat warga setempat resah. Mereka khawatir tidak akan mendapat lahan pemakaman jika sejumlah lahan sudah dipesan oleh keluarga almarhum yang dimakamkan di sebelah makam fiktif tersebut.
BACA JUGA: Asyik Pakai Headset, Siswa SMA Tersambar Kereta
Npr, salah satu warga Semarang menganggap praktik pemesanan lahan makam itu tidak adil. Ia berpendapat, seharusnya lahan makam diprioritaskan bagi warga yang telah meninggal, dan bukan dipesan terlebih dahulu seperti yang terjadi di TPU Dadapan Sendangmulyo dan sejumlah TPU lain di Kota Semarang.
”Bukan masalah luas atau tidaknya, tapi yang dipentingkan itu yang meninggal dulu. Bukan seperti itu caranya. Kan kasihan orang yang nggak punya, kalau misalnya makam sudah dipesan seperti itu,” ujar Npr kepada Jawa Pos Radar Semarang.
BACA JUGA: Surat Rekomendasi Golkar untuk Pilkada Bangkep Disoal
Ia menduga terdapat praktik jual beli sehingga TPU yang sebetulnya untuk semua orang sudah dikavling-kavling. ”Jadi banyak warga yang melihat itu, makamnya sudah pada dipesan. Sudah ada gundukan dan ada batu nisannya. Sudah dikuasai semua,” keluhnya.
Ia mengkhawatirkan banyaknya makam fiktif mengakibatkan warga sekitar kesulitan ketika harus mencari lahan untuk pemakaman. ”Kami hanya ingin makam itu dikelola dengan cara yang memberikan rasa keadilan bagi semua. Terlepas itu ada perdanya, tapi kami rasa praktik seperti itu tidak fair,” tandasnya.
Salah satu pengelola makam yang keberatan ditulis namanya membenarkan adanya pesanan makam yang biasanya diperuntukkan bagi satu keluarga. Meskipun demikian, pihaknya tidak mempermasalahkan pemesanan lahan makam, karena memang ada peraturan daerah (perda) yang mengatur mengenai hal tersebut.
”Jadi, yang pesan itu nanti langsung kami sampaikan ke UPTD Pemakaman supaya masuk kas daerah. Untuk pemesanan makam pun sama, meskipun anak-anak sekalipun ukurannya sama,” ujarnya.
Dia menambahkan, pemesanan makam hanya berkisar pada satu hingga dua makam saja, dan biasanya diperuntukkan bagi suami atau istri yang sudah dimakamkan sebelumnya. Kebanyakan lahan makam dipesan untuk mereka yang ingin ditempatkan di dekat sanak saudaranya.
”Kalau orang-orang kan kebanyakan seperti itu, penginnya dimakamkan di dekat suami atau istri, atau mungkin di samping makam ibunya,” katanya.
Lurah Meteseh, Agus Suryanto mengatakan, TPU Dadapan dulunya memang bagian dari wilayah Kelurahan Meteseh yang sejak beberapa tahun silam sudah diserahkan kepada Pemkot Semarang, tepatnya pada UPTD Pemakaman Dinas Tata Kota dan Perumahan (DTKP). Tanah tersebut kemudian dijadikan tempat pemakaman umum yang tentunya bukan lagi menjadi wewenang pihak kelurahan
Namun ia menyayangkan adanya praktik pesan lahan makam, apalagi jika dilakukan oleh orang yang berasal dari luar daerah tersebut. Ia mengatakan, TPU Dadapan sangat dibutuhkan oleh warga setempat mengingat jumlah warga setempat yang tidak sedikit.
Hal ini ditambah beberapa perumahan di daerah tersebut yang tidak memiliki lahan pemakaman. Sehingga lahan pemakaman ini sangat krusial bagi warga setempat.
”Di Meteseh ada sekitar 10-ribuan warga. Dan tempat pemakaman umum Dadapan itu menjadi salah satu alternatif pemakaman yang paling dekat untuk warga sini. Ditambah banyak warga perumahan yang rata-rata tidak memiliki lahan pemakaman,” ujarnya.
Ia menambahkan, jika ada perda yang mengatur mengenai pemesanan makam, maka peraturannya harus dibuat sejelas mungkin agar masyarakat mengetahui secara langsung. Masyarakat harus mengetahui mengenai kapasitas lahan makam.
”Kalau memang bisa dipesan, harus ada blok-bloknya, dan harus diketahui juga kapasitasnya berapa. Itu akan lebih fair,” katanya.
Menurutnya, pemesanan makam juga harus diberikan batasan. Misalnya, pemesanan hanya dilakukan untuk satu atau dua orang saja. Selain itu, pemesanan hanya dapat dilakukan untuk suami atau istri. Karena, menurutnya, belum tentu anak akan dimakamkan di tempat tersebut juga.
”Kan bisa jadi anak memilih tinggal di daerah lain. Jadi, yang memungkinkan untuk pesan adalah suami atau istri. Kalau anak mungkin ya satu anak, seperti itu,” ujarnya.(mg4/aro/ce1/ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Selamat Datang para Alim Ulama se-Asia Tenggara di Bogor
Redaktur : Tim Redaksi