jpnn.com - SINGARAJA - Kalangan Waria dan Gay Singaraja (Wargas), Bali membebar pengakuan mengejutkan tentang dunia esek-esek. Menurut mereka, banyak pejabat yang sering memesan pekerja seks komersial (PSK) berseragam siswi sekolah menengah atas (SMA).
Adalah Mami Sisca Sena, ketua Wargas yang mengungkap kelakuan pejabat itu saat jumpa pers di Wantilan Tegal Mawar, Buleleng, Minggu (14/8). Wargas merasa perlu menggelar jumpa pers untuk meminta maaf terkait aksi mereka dalam lomba gerak jalan beberapa waktu lalu.
BACA JUGA: Tiga WNA Perusuh di Bali Kabur ke Luar Negeri
Sisca secara terbuka meminta maaf atas aksi anak buahnya yang mengikuti lomba gerak jalan dengan mengenakan seragam SMA. Aksi itu berbuah protes karena barisan gerak jalan Wargas mengenakan rok bawahan siswi SMA yang terlalu pendek sehingga dianggap melecehkan dunia pendidikan.
“Ini sudah tahun ketiga kami ikut gerak jalan. Tahun-tahun sebelumnya kami gunakan pakaian ala suster dengan desain seksi toh tidak ada masalah,” katanya.
BACA JUGA: Pindah ke Nusakambangan, Napi Narkoba Tinggalkan Istrinya di Lapas Sorong
Namun, karena penampilan Wargas mengundang protes maka Sisca pun meminta maaf. “Kalau itu dianggap melecehkan, kami meminta maaf. Yang jelas tidak ada unsur sengaja, ini semata-mata hanya menghibur,” tuturnya.
Hanya saja Sisca juga menyayangkan beberapa pejabat pemerintah setempat yang ikut mengecam aksi Wargas. Padahal, kata Sisca, dirinya mendapat informasi dari bahwa banyak pejabat pemerintah memburu PSK yang masih berstatus pelajar.
BACA JUGA: Gubernur Berharap Armada Tempur Ditempatkan di Lanud El Tari
“Aku sempat komunikasi dengan teman-teman yang menjajakan diri lewat online, katanya banyak pejbat yang minta dicarikan anak SMA. Dan para pejabat ini meminta agar PSK tersebut mengenakan seragam sekolah SMA saat melayani. Apa itu tidak melecehkan dunia pendidikan juga?” beber Sisca.
Karenanya Sisca menganggap kecaman terhadap aksi Wargas bukan karena seragam gerak jalan yang terlalu seksi, namun lantaran status merekan sebagai kaum waria dan gay. Padahal, kaum LGBT di Buleleng selama ini merasa nyaman karena tidak pernah bermasalah.
“Mungkin karena anti-kaum LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender, red) seperti kami ini, padahal kami juga merupakan warga bangsa Indonesia yang juga memiliki HAM. Kami ini ada sejak 2001 silam berarti sudah 15 tahun, dan kami cukup diterima di Buleleng dan selama ini tidak ada masalah,” pungkasnya.(zul/mus/jpg/ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Sasmika, Gadis Cantik 19 Tahun Calon Haji dari Mimika
Redaktur : Tim Redaksi