jpnn.com - JAKARTA – Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) mendukung sikap tegas Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap ketidakberesan di PT Pelindo II terkait kelambanan dan tidak efisiennya aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Presiden menyebut, negara mengalami kerugian hingga Rp 780 triliun akibat pelayanan PT Pelindo II yang lelet dan tidak efisien.
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Masita mengatakan, mestinya presiden marahnya sudah dari dulu. “Seharusnya, Presiden Jokowi marah-marahnya dari dulu, bukan sekarang. Direktur Pelindo II itu seharusnya sudah dicopot, tidak usah dipertahankan. Akar permasalahannya ada di situ. Dwelling time bukan persoalan baru, sudah tiga menko perekonomian dan tiga menteri perdagangan yang diganti, tapi tidak pernah selesai karena eksekutornya pejabat-pejabat itu juga,” kata Zaldy Masita di Jakarta, Kamis (18/6).
BACA JUGA: Stok Kurang, Harga Daging Ayam Naik di Atas 10 Persen
Dikatakan Zaldy, pengusaha tidak dapat berbuat banyak menghadapi rumitnya birokrasi di PT Pelindo II, yang berujung pada lamanya masa tunggu bongkar muat barang (dwelling time) di Pelabuhan Tanjung Priok.
Menurutnya, Pelindo II tidak beres mengurus pelabuhan karena hanya mengejar keuntungan, padahal pelabuhan adalah institusi yang melayani kebutuhan masyarakat. "Presiden Jokowi harus mengusut kenapa persoalannya berlarut-larut. Dwelling time lama, kontainer kami terkena tarif progresif karena harus menginap. Ini sangat tidak adil,” cetusnya.
BACA JUGA: Dorong Pertumbuhan, Genjot Perdagangan Antarpulau
Zaldy menilai, lamanya dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok karena mekanisme yang diterapkan PT Pelindo II, yang kini berada di bawah komando Richard Joost Lino, sangat berbelit-belit. Selain itu, di Pelabuhan Tanjung Priok terdapat dualisme pengelolaan, yaitu Indonesia Port Corporation (IPC) dan PT Pelindo II.
“Pejabatnya hanya itu-itu saja dari dulu. Persoalannya pun sama, dari dulu sampai sekarang. Saya pikir Presiden Jokowi perlu melakukan penyegaran di tubuh PT Pelindo II supaya ada perubahan signifikan,” harapnya.
BACA JUGA: Suhu Kering El Nino Perpanjang Kemarau, Ancam Pertanian
Zaldy menjelaskan, pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar setiap minggu berkantor di Pelabuhan Tanjung Priok. Saat itu, PT Pelindo II memberikan masukan kepada Mahendra sehingga pemerintah akhirnya memutuskan memberlakukan kenaikan tarif secara progresif hingga 300 persen biaya penumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok.
“Kami sedih karena pemerintah hanya mendengar masukan sepihak dari PT Pelindo II. Apakah ada perubahan? Jelas-jelas sampai hari ini tidak ada perubahan,” tegas dia.
Terpisah, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Logistik Carmelita Hartoto menyatakan, dwelling time adalah permasalahan klasik yang sejak lama dihadapi pengusaha perkapalan. Dia berharap, pengelolaan pelabuhan dilakukan secara profesional dan baik agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
“Saatnya, kita selesaikan persoalan dwelling time, sebab persaingan makin ketat memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN,” katanya. Dia juga berharap ada kesesuaian antara level of service dan tarif yang diberlakukan kepada pengguna pelabuhan.
“Presiden Jokowi sebaiknya melihat kinerja pelabuhan kita, apakah level of service-nya sudah sesuai dengan tarif yang diberlakukan atau tidak. Buat apa ada level of service kalau tidak ada penaltinya, misalnya memberikan kita sebagai pengguna jasa diskon kalau level of service-nya tidak tercapai,” kata Carmelita.
Menurutnya, selama ini Pelabuhan Tanjung Priok menanggung sekitar 70 persen aktivitas bongkar muat di Indonesia. Bahkan, pada saat peak arus bongkar muat, kerap terjadi kemacetan sehingga dwelling time menjadi lebih lama. “Saya yakin, kalau sebagian aktivitas di Pelabuhan Tanjung Priok dialihkan ke Cikarang Dryport pasti akan lebih efektif, sambil kita menunggu pembangunan Marunda Port atau pun Cilamaya,” kata dia. (rl/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sambut Ramadan, Bukalapak Siap Antar Bawang, Cabe, Buah
Redaktur : Tim Redaksi