jpnn.com - JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Mineral and Energy Studies (IMES), Erwin Usman mendukung pemerintah melarang ekspor mineral mentah per 12 Januari 2014 mendatang. Larangan ini sebagai amanat Undang-undang No.4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.
Dikatakan, roh konstitusi pasal 33 UUD 1945 tegas mengatakan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di bumi Indonesia dikelola sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat. "Atas dasar landasan konstitusi itu, kami setuju dengan kebijakan hilirisasi mineral tambang," kata Erwin di sela-sela dialog Rencana Pelarangan Ekspor Mineral Mentah, di Jakarta, Senin (7/1).
BACA JUGA: Jero Wacik Ralat Pernyataannya
Menurut Erwin, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan UU No.4/2009 yang segera diterbitkan pemerintah harus mewajibkan perusahaan tambang skala besar pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) untuk menerapkan hilirisasi dan pelarangan ekspor mineral mentah.
Karena itu, IMES tak sependapat dengan berbagai keluhan pengusaha bahwa mereka akan merugi dengan membangun pabrik pengilahan dan pemurnian (smelter). "Alasannya sederhana, produksi tambang mereka sudah puluhan tahun lamanya dan keuntungan yang diperoleh sangat besar, jika dibanding biaya untuk pembangunan smelter," kata Erwin.
BACA JUGA: Naik Rp12 Ribu, Pertamina Masih Rugi Rp6,5 Triliun
Selain itu, PP tersebut diharapkan juga memberi kesempatan pada pengusaha pertambangan nasional yang baru tumbuh 3-6 tahun terakhir dan punya komitmen menjalankan agenda hilirisasi serta telah membangun smelter, untuk bisa tetap melakukan ekspor dengan sejumlah syarat tertentu.
Di antara syarat itu adalah kuota ekspor dibatasi dan diawasi ketat, penerapan kadar persentase produk konsentrat mineral yang boleh diekspor, serta diberi tempo misalnya 2 tahun ekspor sambil mereka menyelesaikan proses pembangunan smelter.
BACA JUGA: Diputuskan, Elpiji 12 Kg Hanya Naik Rp12 Ribu
Namun, lanjut Erwin, saat yang sama pemerintah wajib membantu menyediakan infrastruktur pendukung smelter, terutama ketersediaan listrik, prasarana jalan dan pelabuhan. Paralel dengan itu semua, pemerintah menyiapkan cetak biru (blue print) dan peta jalan (road map) industri pengolahan dan pemurnian serta kemudahan perizinan.
"Ini dimaksudkan untuk mendukung kepentingan nasional, pengembangan usaha kecil dan menengah di sektor pertambangan dapat tetap tumbuh dan memiliki daya saing ekononi untuk mendukung peningkatan perekonomian bangsa," jelasnya.
Terakhir, Erwin mengingatkan bahwa pembangunan produksi sebuah smelter tentu akan menimbulkan dampak bagi lingkungan hidup, terutama pencemaran limbah B3, serta konflik lahan dan masalah tata ruang> Karena semua harus dilakukan antisipasi.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BPK Tetap Rekomendasi Kenaikan Elpiji 12 Kg
Redaktur : Tim Redaksi