jpnn.com, JAKARTA - Pascapandemi Covid-19 teknologi pendidikan untuk pembelajaran jarak jauh tetap relevan dan perlu diteruskan.
Sekolah dinilai perlu menerapkan sistem pembelajaran hibrida, memadukan tatap muka dan meneruskan praktik-praktik baik dalam pembelajaran jarak jauh, sehingga memperkaya pengalaman belajar.
BACA JUGA: Menuju Pendidikan Berkeadaban
Peneliti dari Center for Digital Society (CfDS), Universitas Gadjah Mada (UGM) Amelinda Pandu Kusumaningtyas menuturkan upaya menuju sistem pembelajaran hibrida bersifat urgen, karena banyak manfaat yang bisa dipetik.
"Sistem pembelajaran hibrida mendorong pengalaman belajar yang lebih imersif bagi siswa. Bahan ajar lebih menarik dan kelas lebih interaktif dan kolaboratif," ungkapnya dalam Digital Expert Talk bertajuk "Masa Depan Pendidikan Hybrid di Indonesia Pasca Pandemi Covid-19” di Jakarta, pada Rabu (22/2).
BACA JUGA: Menjangkau Wilayah 3T, Ganjar Milenial Kaltim Peduli Pendidikan Tertinggal & Terpencil
Amelinda menjelaskan sistem pembelajaran hibrida juga memungkinkan personalisasi sesuai dengan kemampuan setiap siswa.
Bagi tenaga pendidik, mereka dapat membuat materi ajar yang lebih mudah diakses kapan saja, termasuk saat siswa tidak bisa hadir di sekolah.
BACA JUGA: Dialog Pendidikan dan Kemanusiaan Dua Negara
Selain itu, sistem pembelajaran hibrida bisa meningkatkan kualitas talenta digital. "Ke depannya bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang unggul," ujar Amelinda.
Direktur Sekolah Menengah Pertama, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Drs I Nyoman Budi Kurniawan M.T. menuturkan sistem pendidikan hibrida dengan dukungan teknologi juga selaras dengan cita-cita kurikulum Merdeka Belajar.
"Kami sudah rancang Kurikulum Merdeka Belajar yang punya enam visi. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkebhinekaan global, gotong royong, kreatif, mandiri, dan berpikir kritis. Teknologi digital mendorong gotong royong atau kolaborasi," ungkapnya.
Nyoman Budi mengatakan Kemendikbudristek telah memberikan bantuan peralatan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK) ke berbagai satuan pendidikan di Indonesia untuk mendukung pembelajaran yang kaya dan aman.
Pihaknya juga sudah memberikan 40 juta akun Belajar.id kepada guru dan siswa sehingga mereka bisa menggunakan sejumlah perangkat pembelajaran digital.
"Kami siapkan aplikasi-aplikasi. Macam-macam, banyak. Siswa bisa menyiapkan kolaborasi dengan aplikasi yang ada seperti Google Meet. Tantangan kita saat ini adalah mengoptimalkan penggunaannya," jelasnya.
Salah satu yang memetik manfaat dari teknologi digital untuk pembelajaran hibrida adalah Bapak Topari, guru di SMAN 1 Playen Gunung Kidul. Dengan teknologi, ia bisa mendorong sekolahnya melakukan personalisasi belajar.
Awal semester tahun lalu, ia melakukan survei untuk deteksi gaya belajar siswa dengan menggunakan Google Form. Dari survei itu, dia bisa mengetahui siswa yang punya gaya belajar visual, suara, teks, dan kinestetik.
Video tersedia di Google Classroom tetapi juga bisa diakses lewat YouTube sehingga memudahkan siswa dengan kuota atau akses internet terbatas.
"Saat ini, dari 14 mata pelajaran, sudah ada 25 persen yang siap. Kami masih terus berproses," katanya
Direktur Pemberdayaan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika Bonifasius Wahyu Pudjianto menyatakan berkomitmen untuk berinvestasi mendukung evolusi pembelajaran hibrida.
"Tahun ini Kemenkominfo akan launching satelit. Kita sebut Satria, satelit khusus untuk jadi hub broadband di angkasa. Dengan demikian, seluruh Indonesia yang pakai broadband bisa akses ini. Ada 3 satelit yang kita luncurkan, satu lagi 2024 dan kemudian 2030," ungkap Wahyu.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul