Dukungan Regulasi Teknis Penting untuk Percepat Penurunan Stunting

Selasa, 11 Februari 2020 – 02:20 WIB
Tubagus Rachmat Sentika. Foto: Dok Pri

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat dan aktivis kesehatan Tubagus Rachmat Sentika mengapresiasi tekad pemerintah dalam upaya menurunkan angka stunting.

Namun, Rachmat menilai infrastruktur regulasi di Kementerian Kesehatan dalam upaya penanganan masalah stunting secara menyeluruh masih kurang.

BACA JUGA: Butuh Kolaborasi Semua Pihak untuk Menurunkan Angka Prevalensi Stunting

Rachmat mengakui Kementerian Kesehatan telah menerbitkan aturan tentang Tata Laksana Gangguan Gizi Akibat Penyakit melalui Permenkes 29 tahun 2019.

Akan tetapi, dia menilai implementasi peraturan tersebut masih belum berjalan dengan baik.

BACA JUGA: 4 Nutrisi Ini Dibutuhkan Anak Agar Terhindar Dari Stunting

Menurut dia, di dalam aturan tersebut disebutkan bahwa penanganan stunting harus dilakukan melalui survailans dan penemuan kasus oleh upaya kesehatan masyarakat (UKM).

"Selanjutnya bila ditemukan gangguan gizi baik gizi buruk, gizi kurang, kurus, alergi atau masalah medis lainnya, harus diberikan pangan khusus medis khusus (PKMK),” jelas Rachmat, Senin (10/2).

PKMK merupakan minuman dengan kalori 100 dan 150. Nutrisinya berisi elementeri diet berupa asam amino, glukosa, asam lemak dan mikronutrien.

Berbagai kandungan itu secara evidence base sangat cocok untuk anak-anak di bawah dua tahun yang mengalami gangguan gizi.

Penelitian intervensi yang dilakukan oleh Profesor Damayanti dari RSCM di Kabupaten pandeglang pada 2018 menunjukkan bahwa anak-anak dengan gizi buruk/kurang naik secara signifikan setelah diberikan PKMK dalam dua bulan.

Rachmat menambahkan, seharusnya semua puskesmas dan rumah sakit wajib menyediakan anggaran PKMK selain dana PMT untuk menangani gangguan gizi yang akan berdampak pada stunting.

”Saran saya Menkes Terawan segera memimpin penanggulangan gangguan gizi dengan pemberian PKMK untuk anak gangguan gizi berumur 2 tahun atau 3 tahun ke bawah agar anak stunting tidak bertambah," imbuh dia.

Stunting atau gagal tumbuh adalah tinggi badan tidak sesuai dengan ukuran normal yang terjadi pada anak-anak.

Oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), stunting dijadikan ukuran kualitas hidup anak suatu Negara. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mencatat ada 30,8 persen balita di Indonesia termasuk stunting.

Jika balita mengalami masalah gizi dalam usia di bawah 2 tahun, perkembangan dan pertumbuhan otak dan sarafnya terganggu. Tingkat kecerdasannya sangat rendah. (jos/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler