Dulu Jadi TKI di Arab Saudi, Kini Trisno Yuwono Punya Tujuh Minimarket

Dari Gaji Penjaga Toko yang Berbuah Omzet Rp 35 M Per Tahun

Kamis, 29 Desember 2011 – 00:09 WIB
Trisno Yuwono (kiri) menerima penghargaan dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar di Universitas Indonesia, Rabu (27/12). Foto : Hilmi Setiawan/Jawa Pos

Bagi Trisno Yuwono, menjadi TKI ke luar negeri cukup sembilan tahunSelama itu dia rajin menabung dan hasilnya dipakai untuk membuka usaha di tanah air

BACA JUGA: Kagumi Okto, Penasaran Talenta Andik

Trisno yang dulu berstatus TKI, kini menjadi bos yang punya tujuh toko swalayan


M

BACA JUGA: Mengunjungi Martunis, si

Hilmi Setiawan, Depok

SEKILAS wajah Trisno Yuwono mirip dengan Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Abraham Samad
Wajah bundar, dagu dipenuhi jenggot tipis, berbadan tegap, dan raut wajah sedikit khas Timur Tengah

BACA JUGA: Prijanto setelah Mengundurkan Diri dari Wakil Gubernur DKI Jakarta

Gaya bicaranya pun terdengar mantap.
   
Didampingi sang istri, Eva Karisma Dewi, pria kelahiran Blitar, 12 Agustus 1970, itu kemarin (27/12) menerima penghargaan International Migrant Worker"s Award (IMWA) 2011 dan uang tunai Rp 5 jutaPenghargaan yang dipelopori UKM Center Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Indonesia (UI) itu diberikan langsung oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar.
   
Penghargaan yang diterima bapak tiga anak itu berawal dari kerja kerasnya menjadi TKI di Arab Saudi dalam rentang waktu 1991 hingga 2000Dalam kurun waktu itu, Trisno tidak terhitung bolak-balik Indonesia-Arab Saudi
   
Yang membuat para dewan juri kepincut terhadap sosok Trisno adalah keuletannya merintis bisnis dari hasil bekerja menjadi TKI di Arab SaudiKini dia memiliki tujuh unit swalayan atau minimarketTujuh toko swalayan itu tersebar di Blitar dan Tulungagung, Jawa Timur.
   
Toko swalayan milik Trisno yang diberi nama Sari-Sari itu menjadi saingan minimarket-minimarket populer lainnya"Tantangannya lebih besar membuat swalayan sendiri daripada ikut jaringan minimarket waralaba," tandasnyaAlasan lain, Trisno bukan tipe orang yang mudah diaturSaat ini omzet dari tujuh unit swalayan tersebut mencapai Rp 35 miliar per tahun.
   
Jalan hidup Trisno hingga sukses menjadi bos toko swalayan itu dimulai ketika dia menyatakan keluar dari bangku kuliahSaat itu dia belum genap satu semester menuntut ilmu di STKIP (Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Blitar, Jawa Timur

Alasan dia putus kuliah ada duaPertama, kondisi keuangan keluarga sangat pas-pasan"Daripada nanti putus di tengah jalan, lebih baik putus di awal," ceritanya
   
Alasan kedua lebih mengejutkanDia memutuskan keluar dari STKIP Blitar karena jika lulus nanti paling hanya bisa menjadi guruSaat itu alumnus SMKN (dulu STMN) Blitar ini mengatakan, rata-rata guru di kampungnya hidup sederhanaSebab, gaji menjadi guru waktu itu jauh dari layak.
   
Setelah keluar dari kampus, Trisno sempat bingung mau berbuat apaDia akhirnya bertekad menjadi TKI ke luar negeriNamun, ada sedikit kendalaDia tidak memiliki modal untuk berangkatAkhirnya, Trisno menjual sepeda motornya seharga Rp 1,5 jutaDengan uang itu, dia mendaftar menjadi TKI melalui biro jasa penyalur tenaga kerja ke luar negeri.
   
Tahun 1991 merupakan awal kiprah Trisno menjadi TKIDengan berbekal ijazah STM, di Arab Saudi Trisno bekerja sebagai sopir di rumah seorang wakil amir atau di Indonesia seperti wakil gubernurAwal-awal bekerja sebagai sopir, Trisno mendapatkan gaji 800 riyal atau sekitar Rp 1,9 juta (1 riyal = Rp 2.421)"Saya merasakan saat itu gaji yang saya terima sudah cukup besar," tutur Trisno

Dia mengaku semakin berbangga hati dan berjanji lebih giat bekerjaBukan bermaksud pamer, seluruh gaji pertamanya dia kirim ke orang tuanya di kampung.
   
Meski bergaji cukup tinggi, belum satu tahun Trisno sudah tidak betah bekerja di rumah majikannya"Saya merasa tidak ada kecocokan saja," ucapnya tanpa merinci bentuk ketidakcocokan itu

Setelah mengumpulkan keberanian, Trisno meminta majikannya berkenan memulangkannya ke tanah airNamun, permintaan Trisno ditolakSang majikan memberikan kebebasan jika Trisno ingin keluar

Tetapi, dia harus membeli tiket pesawat sendiriDengan sikap majikan seperti itu, akhirnya Trisno keluarTetapi, karena uang tabungan belum banyak, dan sayang jika digunakan untuk membeli tiket pesawat Saudi-Indonesia, dia tidak jadi pulangTrisno lebih memilih pindah pekerjaan dari sopir menjadi penjaga toko keramik impor.
   
Keputusan Trisno pindah kerja menjadi penjaga toko itu berbuah manisTrisno menerima gaji 1.350 riyal per bulanDengan peningkatan gaji ini, Trisno semakin rajin menabungMemasuki 1993 Trisno pulang, kemudian mempersunting Eva, yang tidak lain pujaan hatinya ketika duduk di bangku SMKN Blitar.
   
Sejak 1993 hingga 2000, Trisno mengaku sering bolak-balik Indonesia-SaudiDia juga mengaku sempat memboyong keluarganya tinggal di SaudiPada suatu malam, ketika tertidur di ruko keramik milik majikannya, Trisno bermimpi"Saya mimpi menjadi pemilik toko seperti majikan saya," kenang Trisno
   
Ketika terjaga, dia langsung yakin bahwa mimpi tadi adalah ilham yang diberikan AllahDia juga yakin bahwa mimpi tadi adalah jalan Allah untuk mengubah nasibnya dari TKI menjadi pemilik tokoAkhirnya, berbekal tabungannya, pada 1998 Trisno membeli sebidang tanah di Kademangan, Blitar, Jawa TimurSetahun kemudian, di atas sebidang tanah itu Trisno membangun fondasi toko berukuran 8 x 14 meter.

Pada 2000 Trisno pulang dan bertekad mengakhiri pekerjaannya sebagai TKIBermodal uang sisa tabungan sekitar Rp 50 juta, Trisno mendirikan sebuah toko swalayanToko pertamanya diresmikan pada Juni 2000.
   
Awal-awal membuka toko swalayan, Trisno dan Eva bekerja bahu-membahuTrisno menugasi istrinya menjadi semacam "agen intelijen?Tugasnya menggali informasi tentang harga-harga barang kebutuhan pokok serta barang kebutuhan sehari-hari seperti sabun mandi, sikat gigi, dan sampo di beberapa pasar tradisionalData yang dikumpulkan Eva dijadikan acuan bagi Trisno untuk menentukan harga jual barang di tokonya.
   
Tugas lain yang diemban Eva adalah mencari dan merangkul sales atau pemasok barang kebutuhan sehari-hariTrisno mengatakan, pada awal membuka toko swalayan tanpa menggandeng jaringan waralaba dirinya cukup sulit mendapatkan kepercayaan dari pemasok

Namun, berbekal keuletan dan trik meyakinkan orang, beberapa pemasok bersedia menaruh barangnya di swalayan Sari-Sari milik TrisnoPada hari perdana, Trisno mengatakan omzet tokonya mencapai Rp 2 jutaApakah itu sudah cukup besar" "Saya saat itu menargetkan omzet Rp 1 juta pada hari pertama," jawabnya agak diplomatis.
   
Tantangan berikutnya, muncul persaingan dengan merek waralaba minimarket atau toko swalayan lainNamun, menurut Trisno, yang terjadi saat itu bukan persainganSebaliknya, berkembangnya minimarket waralaba malah membuat omzet penjualan Trisno terkatrol naik.
   
Setelah satu unit toko swalayannya bisa berdiri kuat, Trisno mulai berekspansi dengan membuka toko swalayan baruUnit swalayan kedua itu diresmikan sekitar satu setengah sampai dua tahun setelah peresmian toko swalayan pertamaBegitu seterusnya hingga kini dia memiliki tujuh toko swalayan"Toko swalayan ketujuh saya resmikan Juli 2010 lalu," jelasnya.
   
Dengan semakin berkembangnya usaha toko swalayan tersebut, Trisno sudah tidak lagi merengek-rengek kepada pemasok untuk bersedia menitipkan barangnyaSebaliknya, sekarang sejumlah pemasok malah merengek-rengek ke Trisno supaya mau menerima barang mereka"Saya sekarang benar-benar menyeleksi pemasok yang menawarkan barang," ucap Trisno

Dia mengatakan, seleksi ketat itu untuk menjaga kualitas barang yang akan dijualDia juga menyimpan rahasia lain yang tidak boleh dikorankan, sehingga tetap hidup di tengah gempuran minimarket lain.
   
Selain itu, dengan tujuh unit swalayan, Trisno saat ini mempekerjakan 50 orangTrisno cukup sportif dengan memberikan gaji kepada karyawan sesuai UMR (upah minimum regional) di setiap daerahBeberapa orang yang sudah lama bekerja dan menjadi pegawai kepercayaan digaji Rp 2 juta sampai Rp 5 juta per bulan.
   
Dengan capaian tersebut, Trisno sangat senang jika akhirnya bisa menulari kawan-kawan yang kini masih menjadi TKI atau sudah berstatus purna TKIDia berpesan, alangkah bijaksana jika uang hasil bekerja sebagai TKI dijadikan modal usaha sehingga bisa mandiriSelama ini dia masih sering mendengar gaji para TKI habis untuk membayar utang(c2/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Meri Yulanda, Korban Tsunami Aceh yang Tujuh Tahun Dipaksa Jadi Pengemis


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler