Meri Yulanda, Korban Tsunami Aceh yang Tujuh Tahun Dipaksa Jadi Pengemis

Berulang-ulang Lari, tetapi Selalu Tertangkap Lagi

Senin, 26 Desember 2011 – 08:08 WIB
Meri Yulanda bersama ibunya. Foto: Dok.JPNN

Pada 26 Desember tujuh tahun lalu tsunami mahadahsyat menghancurkan AcehSejak itu, Meri Yulanda, 15, terpisah dari keluarga

BACA JUGA: Para Pasien Wajib Berkomitmen Ikut Olimpiade

Selama tujuh tahun dia menjadi pengemis di Kota Banda Aceh
Kini Meri kembali berkumpul dengan bapak, ibu, dan dua adiknya.

DENNY SARTIKA, Meulaboh

MERI Yulanda merasa seperti bermimpi ketika Rabu lalu (21/12) bisa kembali bertemu dengan orang tuanya dan dua adiknya di rumah, Lorong Sangkis, Desa Ujung Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan, Meulaboh, Aceh Barat

BACA JUGA: Kisah Keluarga Para Imigran Korban Kapal Tenggelam di Prigi yang Terus Lakukan Pencarian

Perasaan bahagia, sedih, dan haru bercampur dengan tangis
Sang ayah, Tarmiyus, 42, dan sang ibu, Yusnidar, 36, ikut larut dalam keharuan dan derai air mata

BACA JUGA: Menyusuri Kampung Sodong, Tempat Pembantaian di Video Mesuji

Maklum, sudah tujuh tahun mereka tak saling jumpa barang sekejap pun.

Ketika tsunami menghajar Aceh pada 26 Desember 2004, usia Meri masih delapan tahunKala itu Kota Meulaboh, tempat keluarga Meri tinggal, hancur lebur tanpa sisaSaat itu juga kebahagiaan keluarga kecil tersebut terenggut paksaMeri terpisah dari orang-orang tercintanya.

Pada 27 Desember 2004, sehari setelah bencana, seorang perempuan bernama Fatimahsyam memungut MeriSaat itu Meri terlunta-lunta dengan berada di antara puing-puing kota dan mayat korban yang berserakanOleh perempuan tersebut, Meri dibawa untuk menetap di Desa Khaju, Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar

Namun, kondisi ekonomi "orang tua" baru yang tidak mapan itu membuat Meri harus turun ke jalanan dengan menjadi pengemisDia dipaksa mengemis di Simpang Lima dan beberapa tempat strategis lain di Kota Banda Aceh"Saya disuruh meminta-minta," katanya, mengenang

Selama tujuh tahun berpisah dengan orang tua, selama itu pula Meri menjadi pengemisDia merasa tersiksa karena tiap hari harus menyusuri jalanan kota tanpa hentiDitambah lagi, Fatimahsyam tergolong galakKarena itu, Meri tak berani pulang bila tak membawa uang

"Kalau saya pulang dengan tidak bawa uang, dia pasti marahSaya pasti dipukulKadang-kadang dipukul dengan balok," kata MeriKarena itu, bila tak membawa uang, Meri memilih tidak pulang"Lebih baik tidur di trotoar saja," sambungnya.

Tidur di jalanan Kota Banda Aceh merupakan hal biasa bagi Meri selama tujuh tahun menggelandang"Di luar, saya makan kalau ada uang sajaKalau nggak ada uang, ya tidak makan," ucapnya."

Dalam menjalani kegiatan sebagai pengemis, Meri mengaku pulang ke rumah orang tua yang menampungnya itu dua atau tiga hari sekaliNamun, jika kegiatan mengemisnya tidak menghasilkan uang, dia memilih terus menggelandang"Kalau sudah tidak pulang gitu, pasti orang tua angkat saya yang mencari saya untuk meminta setoranKalau tidak ada uang, tetap kena marah," ucap Meri.

Selain itu, gadis belia tersebut menyatakan bahwa rambutnya tak pernah panjang terurai layaknya perempuan pada umumnyaSebab, setiap kali terlihat panjang, rambut Meri langsung dicukur oleh FatimahsyamDengan begitu, penampilan rambut Meri seperti lelaki

Meri menyatakan sering ingin meronta dan menolak melakukan rutinitas mengemisNamun,"bayangan kemurkaan ibu angkatnya itu membuat Meri tetap menjalani aktivitas yang tak diinginkannya tersebut"Kadang-kadang saya ingin lari, tapi selalu ketahuan oleh orang tua angkat saya dan kena marah, lalu dipukul lagi," beber dia.

Meri juga beberapa kali mencoba lariNamun, selalu saja dia tertangkap lagi oleh Fatimahsyam.
Pakaian lusuh, compang-camping, dan terkoyak di sana sini menjadi seragam kerja Meri selama tujuh tahunGaya rambut cepak layaknya laki-laki makin membuat iba orang yang melihatnya

"Jika lihat anak-anak lain, ingin menjalani hidup seperti mereka jugaDengan ria, mereka bisa pergi ke sekolah," ujarnyaWajar Meri ingin bersekolahSebab, saat harus berpisah dengan keluarganya tujuh tahun lalu, dia telah duduk di bangku kelas III SD.

Usia yang menginjak remaja membuat nyali Meri kian beraniAkhirnya, dia menolak keinginan Fatimahsyam untuk terus-menerus mengemisBuntutnya, Meri diusir

Meri menuturkan, sebelumnya dirinya sering terkenang kampung halaman di Desa Ujung Baroh, Kota MeulabohNamun, informasi yang diperoleh Meri dari orang tua angkatnya menyebutkan bahwa orang tua kandungnya telah meninggal saat bencana gempa dan tsunami terjadiHarapan pulang kampungnya kembali pupus

Namun, diusir dari rumah Fatimahsyam seakan menjadi berkah bagi MeriDia tak buang-buang waktuDia mendatangi terminal angkutan umum L-300 jurusan Banda Aceh"MeulabohDi sana dia meminta diantarkan ke Desa Ujung Baroh.

Akhirnya, Rabu siang lalu Meri diturunkan dari mobil penumpang di Mal Meulaboh yang berjarak sekitar 200 meter dari pusat Kota MeulabohSaat tiba di Meulaboh, Meri cuma meminta diantarkan ke rumah Pak Yus dan Mak Yus, sapaan orang tuanya.

Mendengar permintaan tersebut, seorang warga mengantarnya ke rumah geuchik Desa Ujung BarohPemilik rumah diminta memastikan apakah benar Meri merupakan anak merekaSetelah melihat semua tanda yang dikenali, pasangan suami istri Tarmiyus dan Yusnidar langsung memeluk Meri erat-erat

Tangis haru pun langsung pecah seketika itu jugaTarmiyus dan Yusnidar memastikan bahwa perempuan belia di depan mereka tersebut adalah anaknya yang terpisah tujuh tahun laluKini Meri telah kembali berkumpul bersama orang tua serta dua adiknya, Ari dan Rahmad.

Yusnidar yang mendengarkan cerita Meri tampak terharuMeski demikian, dia menyatakan sangat bahagia atas kepulangan anak keduanya itu"Walaupun kami mendengar tindakan orang tua angkatnya di luar kewajaran, kami tidak akan melaporkan tindakan tersebut kepada pihak kepolisianMalah kami harus berterima kasih dengan Fatimahsyam yang telah mau membesarkannya," ungkap dia.

Kini Yusnidar ingin menyembuhkan mental Meri yang mengalami traumaMemang dampak kekejaman Fatimahsyam membuat sebagian ingatan Meri hilang layaknya anak linglung

"Tapi, kami masih bersyukur karena dia masih ingat dengan kami, orang tuanya," ucap Yusnidar sambil terisak

Sejak diasuh Fatimahsyam, Meri menyatakan tidak pernah bersekolah layaknya anak seusianyaMembaca dan menulis pun tidak mampu dia lakukan lagiPadahal, sebelum bencana gempa dan tsunami terjadi pada 26 Desember 2004, Meri mampu membaca dan menulisSebab, dia sempat mengenyam pendidikan hingga kelas III SD

Melihat anak seusianya, Meri yang terlihat seperti anak dengan keterbelakangan mental itu iri dan ingin mendapat kebahagiaan seperti anak lain pada umumnyaTerbayang hidup bersama orang tua kandungnya di Meulaboh, dia sampai beberapa kali berniat melarikan diri

Tetapi, upaya Meri untuk melarikan diri selalu diketahui ibu angkatnyaKarena tidak tahan lagi disiksa, saat diperintah Fatimahsyam untuk meminta-minta, dengan tekad bulat Meri pergi untuk pulang ke rumahnyaSambil menatap wajah orang tua kandungnya, Meri menuturkan bahwa dirinya sampai pergi ke terminal angkutan umum untuk bisa pulang ke Meulaboh(den/c11/nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Perjuangan Bidan-Bidan Inspiratif Melawan Kuatnya Tradisi Lokal


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler