jpnn.com, JAKARTA - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengakui dia merupakan salah satu yang meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memblokir aplikasi Telegram.
"Memang yang meminta kami kepolisian di antaranya," kata Tito saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, Senin (17/7).
BACA JUGA: Di Hadapan Komisi III, Tito Tegaskan tak Tertarik jadi Wapres
Menurut Tito, permintaan itu didasari temuan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri bahwa Telegram sebagai aplikasi favorit teroris berkomunikasi.
"Dari 17 kasus terorisme sejak 2016 itu, berdasarkan hasil investigasi semuanya menggunakan Telegram," kata mantan kepada Densus 88 itu.
BACA JUGA: Istana Tegaskan Pemblokiran Telegram demi Keamanan Negara
Tito menambahkan, Telegram menjadi favorit karena punya keunggulan dari aplikasi lain.
Telegram memiliki enkripsi end to end sehingga tidak bisa disadap.
BACA JUGA: Polri Sebenarnya Tak Inginkan Pemblokiran Telegram, Tapi...
Kemudian, bisa membuat supergroup dengan anggota lebih 10 ribu tanpa ketahuan siapa adminnya.
Telegram juga hanya menggunakan sistem user name sehinga satu sama lain tidak perlu mengetahui nomor handphone.
"Jadi tidak bisa mengetahui siapa pemilik akun," tegasnya.
Nah, inilah keunggulan Telegram. Jika digunakan kelompok yang paham komunikasi tentu akan baik untuk melindungi privasi.
Tapi, kata dia, jika digunakan di tangan tidak benar ini akan membahayakan keamanan negara.
Menurut Tito, pemerintah sebenarnya sudah melakukan pendekatan dengan Telegram.
Pemerintah meminta diberi akses khusus untuk mengetahui, mendeteksi dan melacak para penyebar ideologi radikal.
Termasuk yang mengajak untuk melakukan serangan teror, membuat bom, dan lain-lain yang berkaitan dengan teroris.
"Tapi, selama ini belum ditanggapi Telegram," sesal mantan Kapolda Metro Jaya itu.
Tito mengatakan, bangsa Indonesia juga perlu menunjukkan ke Telegram bahwa atas nama kedaulatan negara bisa bersikap tegas.
"Saya kira kita perlu unjuk gigi juga dengan langkah close down," tegas Tito.
Langkah ini cukup efektif. Berdasarkan informasi dari Kemenkominfo, kata Tito, pihak Telegram ingin bernegosiasi dengan pemerintah.
Tito mengatakan, pihaknya tidak meminta banyak. Hanya jika dibuka kembali, Polri meminta diberikan akses melacak digunakan kelompok teroris.
"Khusus kami batasi akses untuk terorisme yang membahayakan keamanan negara," kata mantan kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Telegram Jadi Saluran Komunikasi Favorit Teroris
Redaktur & Reporter : Boy