Dulu, Toni Keluar Semua Lari. Sekarang, Toni Datang Semua Memanggil

Selasa, 05 November 2013 – 03:13 WIB
SEHATI: Harwan (kiri) dan Toni saat bertemu di Studio X-Code Jogjakarta bulan lalu. F-GUNAWAN SUTANTO / JAWA POS

jpnn.com - Videografer Harwan Panuju mengangkat seorang penderita skizofrenia di sekitar tempat tinggalnya menjadi seorang bintang serial video di media sosial. Orang itu pun kini bisa diterima dan hidup berdampingan di tengah masyarakat.

GUNAWAN SUTANTO, Jogjakarta

BACA JUGA: Perpaduan Keeksotisan Alam dan Situs Sejarah Kenabian

Mendengar nama Harwan Panuju mungkin orang tidak banyak kenal sosoknya. Namun, begitu menyebutkan Toni Blank, "penduduk" media sosial pasti tidak asing lagi. Ya, Toni Blank merupakan seorang penderita skizofrenia yang begitu menghibur lewat serial video berjudul Toni Blank Show (TBS). Serial itu begitu populer di Youtube dan Facebook.

Video yang kini telah terunggah 39 episode itu merupakan salah satu karya Harwan. Pria yang akrab disapa Aconk itu merupakan sutradara di rumah produksi X-Code Jogjakarta. Di tangan Harwan itulah kehidupan Toni berubah. Dari yang awalnya hanya hidup sebatang kara di panti sosial, dijauhi, dan bahkan ditakuti sebagai orang yang "kurang waras", kini malah menjadi seperti seorang idola.

BACA JUGA: Tak Ingin Terjerumus seperti Akil Mochtar

Setelah menjadi bintang di TBS itu, Toni kini memang bisa diterima di tengah-tengah masyarakat. Namun, penyakitnya sendiri belum sembuh. "Dulu orang-orang pada takut kalau Mas Toni keluar panti. Tapi, kini beda lagi, para tetangga memanggil-manggilnya," terang Harwan yang ditemui koran ini Minggu (4/10) sore di Studio X-Code di kawasan Brontokusuman, Mergangsan, Jogjakarta.

Harwan telah empat tahun tinggal dan merawat Toni. Pria yang tidak jelas asal-usulnya itu "diadopsi" dari panti sosial yang bersebelahan dengan Studio X-Code. Selama kurun waktu itulah Harwan mengajarkan banyak hal kepada Toni, termasuk menjadi seorang yang bisa tampil di depan kamera.

BACA JUGA: Berat Bade 6 Ton, Tinggi 26 Meter, Diusung 4.000 Orang

Pertemuan Harwan dengan Toni sebenarnya hanya kebetulan. "Awalnya saya ingin membuat dokumentasi tentang kerja para perawat di panti sosial itu," katanya sambil menunjukkan Panti Sosial Karanganyar milik Pemprov Jogjakarta yang letaknya persis di samping Studio X-Code.

Nah, ketika mulai riset kegiatan perawat di panti tersebut, Harwan bertemu Toni. "Pas ketemu itu, dia menyapa dan bertanya pada saya dengan bahasa Inggris. Dari situ saya balik berpikir untuk mendokumentasikannya," terang pria kelahiran 11 November itu.

Akhirnya Harwan dan timnya urung membuat dokumentasi perawat. Mereka memilih mendalami keseharian Toni. "Saya berusaha dekat dengan dia. Awalnya saya rekam aktivitasnya lewat kamera ponsel dan sesekali melalui handycam. Dia nyaman dengan hal itu," paparnya. Kejadian itu terjadi sekitar pertengahan 2008.

Setahun kemudian, Harwan merasa harus merawat Toni dan akhirnya memutuskan untuk mengajaknya tinggal di Studio X-Code. "Saya melihat, orang ini kalau dirawat di tempat orang sakit malah jadi sakit. Saya merasa punya tanggung jawab untuk menjadikan dan mengembalikannya menjadi makhluk sosial," ungkap alumnus SMA Negeri 1 Pleret, Bantul itu.

Awalnya tak mudah memang memasukkan Toni dalam kehidupan orang normal. Sekitar dua bulan Harwan mengajari Toni hal-hal mendasar, seperti mandi, sikat gigi, hingga potong kuku. "Dulu pertama tinggal di sini tidak seperti itu, sangat jorok," kelakar Harwan.

Menurut Harwan, TBS sejatinya sebuah video kritik sosial yang membicarakan isu-isu hangat di Indonesia. "Saya ingin menyampaikan pesan bahwa orang seperti Mas Toni ini juga berhak bicara mengenai apa yang sedang terjadi di Indonesia. Saya ingin mengkritisi sesuatu, tapi tanpa menyakiti," papar Harwan.

Video lima menitan itu temanya memang berganti-ganti. Ada soal korupsi, patgulipat di ranah sepak bola, hingga calon presiden. Harwan mengatakan, pemilihan topik itu juga melalui brandstorming dengan semua kru layaknya di televisi. Dalam hal ini Toni juga dilibatkan.

Toni memang bisa dikategorikan bukan penderita skizofrenia biasa. Koran ini sempat menanyainya tentang sejumlah isu. Beberapa jawaban Toni memang benar. Namun, jawaban itu selalu dia perpanjang dengan penjelasan yang ngelantur ngalor-ngidul.

Misalnya ketika ditanya perihal setuju atau tidak hukuman mati untuk koruptor. Toni menjawab bagi Indonesia itu belum layak. "Karena belum memiliki mayoritas. Masih memiliki rasa kemanusiaan yang adil dan beradab. Dan, hanya memiliki suatu adjustment, naik banding atau kurungan seumur hidup," jawab pemilik nama Toni Edi Suryanto itu. Apa yang disampaikan Toni sepintas memang seperti bahasa Vicky Prasetya. Karena itu, ketika pemberitaan terhadap Vicky ramai, orang-orang kemudian menyebut Vicky meniru Toni, seorang skizofrenia yang lebih dulu ngetop.

TBS sendiri diakui Harwan sebenarnya mulai dikenal masyarakat sejak episode ke-10 atau sekitar setahun sejak awal dibuat. Namun, setelah ada kasus Vicky, orang yang tahu Toni Blank Show lebih banyak lagi.

Harwan kini memang sudah tidak tinggal satu rumah lagi dengan Toni. Sejak sembilan bulan lalu Harwan hijrah ke Jakarta karena menikah. Namun, menurut dia, perannya itu kini telah tergantikan oleh semua kru X-Code. "Selama ini saya memang ingin membuat tempat yang nyaman untuk hidup bersama, berdampingan dengan Mas Toni. Jadi, meskipun tidak ada saya, semua bisa merawat dia," paparnya.

Terkait tudingan eksploitasi kegilaan Toni, Harwan hanya tersenyum. Dia mempersilakan orang mengatakan seperti itu. Pria yang kini tinggal di Bintaro itu lantas menjelaskan beberapa kali menolak komersialisasi Toni. Termasuk ketika datang tawaran dari televisi swasta yang ingin memutarkan ulang video atau biro iklan yang menawarkan Toni sebagai ambience sebuah produk. "Kami tidak menerima sponsorship. Kami menyisihkan uang dari hasil orderan job membuat video dari klien," terangnya.

Dia mengaku X-Code salah satunya terkenal karena Toni. Namun, dia tidak pernah mengomersialkan itu. Sekalipun, untuk magang mahasiswa yang datang dari berbagai daerah. Saat mulai banyak yang mengenal kualitas karya X-Code, mahasiswa dari berbagai daerah memang mulai berdatangan untuk magang.

Harwan mengatakan tak pernah meminta dan menerima apa pun dari mahasiswa-mahasiswa tersebut. "Saya mendapatkan ilmu selama ini dari hal-hal gratis seperti internet. Lha kenapa saya harus membagikannya dengan membayar," ujar pria yang protol dari dua kampus di Jogjakarta itu.

Harwan berharap dirinya bersama kawan-kawannya bisa terus merawat Toni hingga akhir hayat meski mungkin tayangan TBS tidak diproduksi lagi. Tayangan itu memang hampir setahun ini vakum dan rencananya dilanjutkan pada 2014 dengan konsep baru. Tapi, tampaknya, Harwan lebih serius menyiapkan proyek idelismenya yang lain, yakni sebuah komedi situasi yang tak dibintangi Toni.

"Saya berharap dari pengalaman ini, semua orang di banyak tempat bisa lebih peduli dengan lingkungannya. Terlebih ketika menemukan orang-orang seperti Mas Toni ini, anggap mereka ada. Jangan malah dipinggirkan," ungkapnya. (*/c2/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Munajib, Kakek tanpa Kaki yang Suka Mengasuh Anak Yatim


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler