Ease of Doing Business Index dan Time Required to Start a Business di Indonesia

Jumat, 19 Juni 2015 – 00:35 WIB
Keterangan: 1 (ranking tertinggi) = negara terbaik pada Ease of Doing Bussiness (EoDB) index. Source: woldbank.org

jpnn.com - Ease of Doing Bussiness (EoDB) index merupakan peringkat yang menunjukkan tingkat kemudahan mendirikan dan menjalankan perusahaan di suatu negara dengan menggunakan parameter 10 indikator. Data EoDB index diatas bersumber dari World Bank tahun 2013-2014. Kesepuluh indikator yang digunakan World Bank untuk menilai Ease of Doing Busimess (EoDB) meliputi antara lain: memulai usaha (starting a business), pengurusan ijin bangunan (dealing with construction permits), mendapatkan sambungan listrik (Getting Electricity), pendaftaran properti (registering property), memperoleh pinjaman (getting credits), perlindungan investor (protecting investors), pembayaran pajak (paying taxes), perdagangan lintas batas (trading across borders), penegakan kontrak (enforcing contracts), dan penutupan usaha (closing business) (BPKP, 2014).

Selain itu, data World Bank memberikan rentan peringkat ekonomi suatu negara dari 1 sampai 189 (World Bank, 2015). Peringkat 1 merupakan negara yang terbaik atau negara yang mempunyai regulasi dalam menerapkan iklim bisnis yang kondusif. Peringkat tersebut ditempati oleh negara Singapura.

BACA JUGA: Bonus Demografi sebagai Potensi Indonesia di ASEAN

Time required to start a business (days) merupakan salah satu indikator Ease of Doing Busimess (EoDB) yang menunjukkan lamanya waktu proses perizinan yang dibutuhkan seorang pengusaha untuk memulai usahanya. Hal tersebut merupakan pintu gerbang pertama yang mempengaruhi keputusan investor masuk ke dalam suatu negara.

Di sisi lain, berdasarkan data World Bank tahun 2011, Komite Ekonomi Indonesia (KEN) memberikan keterangan bahwa indikator EoDB Indonesia yang masih perlu mendapat perhatian adalah memperoleh listrik (getting electricity), dan memperoleh kredit (getting credit). Peringkat indikator memperoleh listrik menurun dari 158 ke 161 dan terjadi penurunan 10 peringkat dari 116 ke 126 untuk kepastian menda­patkan kredit.

BACA JUGA: Kiat Menjaga Hutan Indonesia Berkaca dari Thailand

Singapura merupakan negara yang menduduki peringkat pertama pada EoDB index. Sejak tahun 2009 untuk mendirikan perusahaan di Singapura hanya membutuhkan waktu sekitar 3 hari, sebelumnya adalah 8 hari.

Kemudian, negara ASEAN yang menduduki peringkat kedua pada EoDB index dan time required to start a business pada tahun 2014 adalah Malaysia. Malaysia menempati ranking 18 di dunia. Untuk mendirikan perusahaan di Malaysia membutuhkan waktu 6 hari.

BACA JUGA: Analisa Tenaga Kerja Pertanian Indonesia di Kawasan ASEAN

Selanjutnya, Negara ASEAN yang menduduki peringkat ketiga dalam EoDB index dan time required to start a business adalah Thailand. Pada tahun 2014, Thailand menempati peringkat ke-26 dengan lama waktu untuk mendirikan perusahaan adalah 28 hari

Berdasarkan data Ease Of Doing Busines tahun 2013 dan 2014, Indonesia berada di peringkat 117 dan 114 dari 189 negara. Di kawasan Asean, Indonesia menempati peringkat keenam. Saat ini, waktu yang dibutuhkan untuk memulai usaha (starting a business) di Indonesia cukup lama yaitu 53 hari. Jangka waktu tersebut lebih cepat dibandingkan dengan tahun 2004 dan 2009, yang berturut-turut 151 hari dan 62 hari.

Untuk memulai bisnis di Indonesia, perusahaan pertama kali harus melakukan registrasi perusahaan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), kemudian dilanjutkan dengan beberapa ijin lokal. Seringkali proses perizinan berjalan cukup kompleks.

Berikut dibawah ini tabel rata-rata waktu yang diperlukan untuk mendapatkan ijin memulai usaha di Indonesia tahun 2005.

Tabel di atas menunjukkan waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk memulai usaha di Indonesia pada tahun 2005. Waktu yang diperlukan cukup lama yaitu 151 hari.

Lamanya waktu dalam proses mendirikan perusahaan baru di Indonesia merupakan salah satu masalah yang dihadapi hingga saat ini. Hal tersebut dikarenakan banyaknya hambatan perizinan atau birokrasi yang rumit sehingga waktu yang diperlukan untuk memulai bisnis di Indonesia memakan waktu cukup lama.

Peraturan dan perijinan yang diperlukan untuk memulai suatu usaha sangat membingungkan dan inkonsisten antara satu ijin dengan ijin lainnya, atau antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, atau antar pemerintah daerah (LPEM UI, 2013).

Oleh karena itu, upaya yang dilakukan untuk menyederhanakan prosedur dalam memulai bisnis di Indonesia diantaranya dengan penyederhanaan proses perizinan, membangun titik akses tunggal atau pembentukan pusat pelayanan terpadu, dan pemberlakuan sistem online dan sistem elektronik untuk memperlancar proses permohonan izin, serta persetujuan-persetujuan berbasis risiko (Doing Business di Indonesia, 2010).

Untuk meningkatkan peringkat Indonesia, Policy makers juga perlu mengadopsi teknologi yang memudahkan para pelaku usaha untuk menjalankan usaha, menurunkan biaya transaksi, dan meningkatkan transparansi. Sebagai contoh negara Singapura. Kota-kota di Singapura bekerja secara global dengan baik dalam hal kemudahan mengurus perijinan, mendirikan bangunan dengan menerapkan sistem Building and Construction Authority yang memberikan kemudahan bagi publik untuk mengakses informasi dan memungkinkan diajukannya semua dokumen secara online. Sistem pengajuan permohonan secara online tersebut berhasil mengurangi 40% dari waktu kajian.

Saat ini di Indonesia, Bapak Presiden Joko Widodo telah meresmikan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat serta menetapkan Standar Operation Procedure (SOP) sebagai benchmarking pembenahan investasi di Indonesia dan langkah awal untuk mengatasi masalah perizinan (RadarPena.com, 2015). Dengan demikian, Indonesia semakin kompetitif dalam menarik investasi dari luar negeri (Foreign Direct Investment).

Banyak manfaat yang diperoleh dari pemberlakuan sistem pendaftaran properti yang efisien, yaitu meningkatkan kredit-kredit yang akan turut mendorong peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi negara. Negara dengan sistem pendaftaran properti yang efisien cenderung mempunyai perlindungan hak atas properti yang lebih baik. Selain itu, manfaat bagi pemerintah adalah adanya peningkatan jumlah properti yang terdaftar sehingga pendapatan pajak meningkat. Seperti halnya yang terjadi di Thailand, sistem pendaftaran properti yang efisien di Thailand menyebabkan nilai properti melonjak naik dari 75% menjadi 197% (The International Bank, 2012).

Untuk menarik minat para investor asing, Indonesia perlu lebih aktif memperkenalkan nilai-nilai dan budaya bisnis Indonesia. Selain itu, Indonesia perlu juga meningkatkan sistem birokrasi dengan didukung adanya kerjasama yang baik antar lembaga pemerintah, masyarakat, dan stakeholder lainnya.(***)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rekayasa 5 Paragraf Sukarno dan Kekesalan Hatta


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler