jpnn.com - SURABAYA – Kapolrestabes Surabaya Kombespol Yan Fitri Halimansyah berubah sikap. Sebelumnya, dia bersikukuh bahwa Aditya Wahyu Budi Artanto, DJ yang tewas di Jalan Bung Tomo, Surabaya, Selasa (2/6), mengalami kecelakaan tunggal.
Kemarin polisi memeriksa lima orang. Dua di antara kelimanya ditetapkan sebagai tersangka. Tiga lainnya yang masih di bawah umur tercatat hanya menjadi anggota geng motor, belum terbukti terlibat dalam penganiayaan.
BACA JUGA: Sipir Lapas Ini Mengadu ke Hakim Disentrum agar Mengakui Kepemilikan Narkoba
Dua tersangka tersebut adalah Faisal alias Amber, 28, dan Moh. Rizki alias Mbah, 24. Keduanya beralamat di Jalan Mleto. Faisal dan Rizki terlibat dalam penganiayaan terhadap Aditya di dalam mobil hingga tewas. Faisal juga mengambil ponsel Aditya.
Selain itu, Faisal-lah yang mengantarkan joki yang sempat berserempetan dengan Aditya ke RS Haji Surabaya. Joki yang belum teridentifikasi itu memang sempat jatuh setelah berserempetan dengan mobil Aditya dan kakinya patah.
BACA JUGA: Tiga Pelaku Pecah Kaca Dihukum 1,5 Tahun
Pengungkapan tersebut bermula dari penemuan baterai ponsel di jok Faisal. Polisi memang sudah mengincar dia berdasar keterangan sejumlah saksi. Ketika pagi kemarin didatangi di rumahnya, Faisal tidak bisa mengelak. Terutama setelah ditemukan baterai ponsel milik Aditya.
’’Saya mengambilnya (ponsel, Red) karena sama dengan HP saya,’’ katanya kepada penyidik.
BACA JUGA: Pria Ini Ditangkap Lantaran Selundupkan Ganja Satu Koper
Faisal juga mengaku ikut menganiaya Aditya. Saat itu, dia mengaku hanya ikut-ikutan. ’’Sebab, dia (Aditya, Red) menabrak yang mau start. Saat itu, kami sedang taruhan,’’ terangnya. Faisal mengungkapkan, ketika itu, secara spontan semua yang berada di lokasi langsung mengejar Aditya.
Faisal juga mengungkapkan kronologi peristiwa tersebut. Ketika itu, ada dua geng motor yang bertaruhan Rp 500 ribu. Pas balapan hendak start, dari arah utara, datang Suzuki X-Over nopol W 1233 RG yang dikendarai Aditya. Mobil tersebut lantas menyenggol dua joki yang sudah bersiap di garis start.
Saat dihentikan, imbuh Faisal, Aditya malah mengebut. Anggota geng motor itu pun emosional dan langsung mengejarnya. Ketika Aditya mengalami kecelakaan, geng itu malah menganiayanya. ’’Ya, pokoknya emosi saja. Langsung saja dipukuli ramai-ramai. Tapi, tidak menyangka sampai seperti ini,’’ katanya.
Faisal melanjutkan, setelah bertindak barbar itu (menghujani Aditya yang sudah tidak berdaya dengan batu hingga tewas), mereka langsung kembali ke garis start untuk menolong joki yang mengalami patah tulang kaki. Selanjutnya, mereka membawanya ke RS Haji Surabaya.
Di bagian lain, Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Takdir Mattanete masih merilis satu tersangka, yakni Faisal. ’’Masih pendalaman. Belum bisa dipublikasikan,’’ ujarnya ketika dikonfirmasi tadi malam.
Dia menegaskan, tersangka kasus tersebut dijerat pasal pembunuhan berencana plus pencurian dengan kekerasan. Sebab, pelaku juga mengambil barang di dalam mobil korban. Antara lain, audio box di bagian belakang mobil, tape mobil, dan perangkat aksesori lainnya. Hal itu dikuatkan keterangan seorang penjaga toko yang diperiksa di Polrestabes Surabaya kemarin.
Takdir menyatakan, saat ini polisi mengejar tiga pelaku lain yang identitasnya sudah diketahui. Tiga orang tersebut terlibat dalam pengeroyokan. Takdir menduga pelaku penganiayaan tersebut sekitar sepuluh orang. Namun, belum semua identitas mereka terungkap.
Soal balap liar, Kapolrestabes Surabaya Kombespol Yan Fitri Halimansyah, tampaknya, harus meralat ucapannya. Sebelumnya, dia menegaskan bahwa di Surabaya tidak ada balap liar. Tetapi, hasil penyelidikan satreskrim justru menunjukkan hal sebaliknya. Sebab, ternyata empat orang yang ditangkap polisi adalah anggota geng motor yang terlibat balap liar.
’’Mereka memang sering berpindah-pindah tempat untuk balap liar. Mereka adalah anak muda dan sering berkelompok. Di mana ada tempat, di situ mereka balapan,’’ ungkap Takdir. Soal pernyataan Kapolrestabes, Takdir menyatakan bahwa itu adalah strategi penyelidikan.
Dia menuturkan, jerat pasal pembunuhan berencana itu sangat berdasar. Unsur perencanaan terlihat setelah polisi merunut kronologi kejadian tersebut sejak awal hingga terjadi pengeroyokan.
Awalnya, pengendara motor menyenggol mobil korban dan korban menegurnya. Ternyata, geng motor tersebut tidak bisa menerima dan berusaha mengejar korban. Melihat hal tersebut, korban memacu mobilnya sehingga mengalami kecelakaan.
Dari kronologi tersebut, polisi menyimpulkan bahwa pelaku sudah merencanakan untuk melakukan pembunuhan. Takdir mencontohkan, ada selang waktu bagi pelaku untuk mempertimbangkan apakah akan melukai korban atau tidak.
’’Karena mengejar, mengikuti, dan menghakimi sampai korban meninggal. Kami akan jerat pelaku dengan hukuman seberat-beratnya,’’ tegasnya.
Dia mengungkapkan, untuk menghabisi korban, pelaku menggunakan batu di sekitar TKP. Batu tersebut masih tertinggal di dalam mobil korban yang ringsek dengan serpihan daging serta darah.
Sementara itu, polisi kemarin juga melakukan olah TKP. Tim identifikasi Polrestabes Surabaya juga mendatangi Mapolsek Wonokromo kemarin siang (3/6). Tiga polisi terlihat mengubek-ubek isi mobil Suzuki X-Over nopol W 1233 RG milik Aditya. Mereka juga tampak mengeluarkan beberapa benda dari dalam mobil.
Identifikasi tersebut berlangsung pukul 13.30. Begitu tiba, tiga petugas berseragam biru bertulisan Inafis langsung mengeluarkan peralatan dari dua koper berukuran sedang. Mereka bekerja sendiri tanpa disaksikan wakil dari Polsek Wonokromo.
Setelah melihat sekeliling mobil, mereka mengambil dua barang, yakni kuas dan plastik. Kuas biru digoreskan ke pintu mobil untuk mencari sidik-sidik jari yang tertinggal. Meski banyak tangan yang memegang pintu itu, polisi memiliki teknik forensik sendiri untuk mengungkap kasus tersebut.
Lalu, dua polisi lainnya memasang plastik di kaca pintu belakang bagian kiri. Seorang lagi mengeluarkan lima batu berukuran besar yang tercecer di bagian depan mobil korban.
Masih ada noda merah bekas darah Aditya yang menempel di batu-batu tersebut. Miris melihatnya secara langsung. Batu itu lebih tepat disebut pecahan trotoar karena ukurannya sangat besar. Diduga, kelompok geng motor itu memecah trotoar di pinggir jalan, lalu melemparkannya ke mobil korban. Hal itu juga bisa dilihat dari pecahannya yang masih ada semacam besi fondasi cor-coran semen.
Di salah satu batu tersebut, masih ada rambut korban. Melihat ukurannya yang berat, bisa jadi pelaku mengangkatnya dengan dua tangan, lalu memukulkannya secara bertubi-tubi ke kepala Aditya.
Petugas juga mengeluarkan tempat tahu dari pintu belakang mobil. Menurut penuturan Irfan, salah seorang saksi, geng motor yang rata-rata masih ABG itu menghentikan penjual tahu. Mereka lalu melemparkan semua barang dagangan penjual tahu tersebut ke mobil oranye itu.
Yang agak membingungkan, ada dua penutup muka yang ditemukan. Entah itu milik korban atau para pelaku. Tetapi, kalau benar itu adalah milik salah seorang pelaku, jelas mereka sengaja menghakimi korban habis-habisan. Sebab, mereka main aman, tidak ingin wajahnya terlihat.
Identifikasi berlangsung sekitar sejam di bawah terik matahari. Tidak ada seorang penyidik pun yang memberikan penjelasan. Mereka hanya berkomentar singkat. ’’Ya cari bukti-bukti baru. Selebihnya tanya ke Kasatreskrim atau Kapolsek saja,’’ ucap salah seorang anggota tim identifikasi Polrestabes Surabaya tersebut.
Di bagian lain, Universitas Airlangga (tempat Aditya kuliah) menyampaikan ucapan belasungkawa secara resmi. ’’Kami keluarga besar Unair mengucapkan belasungkawa yang sedalam-dalamnya,” kata Ketua Pusat Informasi dan Humas (PIH) Unair Bagus Ani Putra.
Pihak Unair sangat menyayangkan kejadian yang menimpa Aditya. Bagus menjelaskan, Unair menuntut kepolisian mengungkap kasus tersebut sampai tuntas.
’’Unair dan IKA (Ikatan Keluarga Alumni, Red) Unair akan terus memantau sampai kasus ini selesai. Pelaku harus ditemukan dan dihukum sesuai undang-undang,’’ tegas Bagus. Selain itu, perwakilan kampus bersama IKA Unair terus memotivasi keluarga Aditya.
Kejadian itu telah menghilangkan nyawa salah seorang generasi muda bangsa. Unair mengecam keras kejadian tersebut. ’’Kami berharap kejadian ini tidak terulang. Sangat disesalkan. Kalau dalam kampus, kami yakin keamanan terjamin. Tapi, kalau di luar, kami tidak bisa memastikan,’’ ujarnya.
Selama menjalani kuliah di FH Unair, Aditya dikenal sebagai mahasiswa yang memiliki track record baik. ’’Dalam akademis, dia tidak pernah bermasalah. Kalau secara sosial, Aditya dikenal ramah dan punya banyak teman. Terlihat, banyak teman yang merasa kehilangan,’’ paparnya.
Bagus menambahkan, saat ini Aditya telah menyelesaikan skripsi. Dia hampir menyelesaikan tahap akhir lantas wisuda. ’’Sayang sekali. Tinggal selangkah lagi, tapi dia dipanggil Tuhan,’’ ungkapnya. (eko/did/bri/c5/ano)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sikat Motor di Rumah Anggota TNI, Maling Tinggalkan Sarung
Redaktur : Tim Redaksi