jpnn.com - GRESIK - Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Gresik membekuk tujuh anggota sindikat perampokan dengan modus joki masuk perguruan tinggi negeri (PTN), Selasa (21/4).
Modus baru itu diotaki Agung Yudiansyah. Pria 35 tahun asal Purwosari, Pasuruan, tersebut mengaku sebagai seorang advokat. Sindikat itu juga melibatkan polisi, yakni Briptu AAR, anggota KPPP Tanjung Perak, Surabaya.
BACA JUGA: Siang-siang Bobok Bareng di Kos, Cowok Diarak, si Cewek Pingsan
Lima pelaku lainnya adalah Muryanto, 51; Achmad Faruq, 46; Wandiyantoro, 26; Agus Kadarisman, 40; dan Arfian Syafaat, 51. Aparat menyita uang Rp 213,7 juta, empat mobil, dan sebuah softgun serta borgol. Ada juga sertifikat tanah, dua handphone, dan perhiasan senilai Rp 20 juta.
”Modus operandinya, mereka mengaku sebagai joki masuk perguruan tinggi negeri,” terang Kapolres Gresik AKBP Edy Wibowo yang didampingi Kasatreskrim AKP Iwan Hari Poerwanto dan Kasubbag Humas AKP Tatik Sugiati di Mapolres Gresik kemarin (21/4).
BACA JUGA: Pemilik Rumah Makan dan Tukang Parkir Tewas Dibacok
”Identitas mereka terendus setelah anggota mengidentifikasi nomor polisi kendaraan yang digunakan oleh otak perampokan,” ucap alumnus Akpol 1995 itu.
Sebenarnya, perampokan dengan modus joki tes masuk spesialis kedokteran itu terjadi pada 2 April lalu. Namun, korban baru melapor Jumat (17/4). Pelaku dibekuk di dua tempat berbeda. Yakni, rumah Agung Yudiansyah di Purwosari, Pasuruan, dan rumah Briptu AAR di Gayungan, Surabaya.
BACA JUGA: Duh...Gadis Cantik Ini Tertangkap Bawa Sabu di Hari Kartini
Kasus itu berawal pada Januari lalu. Waktu itu, Yendi Setiaji, 60, pengusaha batu bara asal Palangkaraya, Kalimatan, ingin menguliahkan anaknya di Universitas Airlangga (Unair) jurusan spesialis ortopedi.
Yendi meminta bantuan Syaiful, koleganya di Gresik yang sering berbisnis batu bara bersamanya. Syaiful lalu merekomendasikan Yendi agar bertemu dengan Agung Yudiansyah. Agung adalah sarjana teknik yang juga alumnus sarjana hukum di Surabaya.
Agung mengaku bisa membantu Yendi asalkan menyediakan uang pelicin Rp 500 juta. Karena ingin memiliki anak seorang dokter spesialis, Yendi sepakat dengan tarif tersebut.
Agung kemudian mengumpulkan semua koleganya yang berjumlah enam orang, termasuk Briptu AAR. ”Agung lah yang membuat skenario,” ujar sumber di kepolisian kemarin (21/4). Agung juga menyiapkan KTP palsu atas nama dirinya yang beralamat di Perum Pejaya Anugrah Indah, Kramat Jegu, Taman, Sidoarjo.
Dia juga membikin KTP palsu untuk Wuryanto. Di KTP tersebut, Wuryanto menyaru sebagai seorang akademisi bertitel mentereng. Yakni, Prof DR dr Mohammad Hidayat SpB.
Pada Kamis (2/4) sekitar pukul 17.00, Agung dan Yendi bertemu di Rumah Makan Agis di Surabaya. Agung lalu mengajak Yendi menemui Wuryanto alias sang profesor gadungan di salah satu kamar hotel di Tretes.
Dari Rumah Makan Agis, mereka berangkat sendiri-sendiri. Agung mengendarai mobil KIA Visto nopol N 1642 VJ. Yendi bersama anaknya mengendarai mobilnya. Sebelum sampai ke Tretes, mereka mampir di rumah makan cepat saji di Taman Dayu, Pasuruan. Di rumah makan itu, Yendi menunjukkan uang pelicin Rp 500 juta untuk sang profesor gadungan.
”Yendi juga menambahi Rp 50 juta untuk Agung sebagai success fee,” jelas polisi. Dari Taman Dayu menuju Tretes, Agung dan Yendi naik mobil KIA Visto hijau milik Agung. Mobil Yendi ditunggui anaknya di Taman Dayu.
Agung, Yendi, dan profesor awu-awu itu lantas bertemu di salah satu kamar hotel. Profesor Mohammad Hidayat alias Wuryanto berpesan kepada Yendi untuk tidak membocorkan kepada siapa pun soal pertemuan tersebut.
”Karena masalah joki ini riskan,” ujar polisi menirukan kesaksian Yendi. Sekitar sepuluh menit Wuryanto menemui Yendi. Kemudian, dia pamit untuk keluar kamar.
Saat Wuryanto keluar, beberapa saat kemudian lima orang bersenjata pistol jenis FN (belakangan diketahui jenis softgun) tiba-tiba masuk. Mereka bertingkah seolah-olah aparat yang menggerebek kamar pertemuan. ”Saya dari tim pemberantas joki dan narkoba,” bentak mereka sambil menodongkan pistol.
Lima orang itu naik dua mobil. Yakni, Avanza hitam nopol L 1113 BX dan Avanza silver nopol L 975 I. Agung dan Yendi lalu digelandang masuk mobil Avanza hitam. Uang Rp 550 juta disita dan dimasukkan ke mobil pelaku.
Di dalam mobil itu, para pelaku memperdayai korban. Mata dan mulut Yendi dilakban. Kedua tangannya diborgol ke belakang. Namun, Agung sama sekali tidak disentuh karena memang satu komplotan dengan lima orang tersebut. Pelaku lalu membawa Yendi berputar-putar.
Pukul 23.30, mobil pelaku keluar tol Bunder di Jalan Dr Wahidin Sudirohusodo, Kecamatan Kebomas, Gresik. Sekitar 200 meter dari exit tol, pelaku merasa lapar dan mampir ke warung nasi krawu yang buka 24 jam.
Sebelum turun untuk makan, Yendi diancam akan dihabisi kalau bertingkah dan berteriak. "Korban Yendi mengangguk,” kata polisi. Pelaku lalu melepas borgol dan lakban. Lima orang turun dari mobil Avanza hitam itu. Lima orang tersebut adalah Yendi, Agung, Briptu ARR, Agus Kadarisman, dan Arifin Syafaat.
Tiga lainnya, yakni Achmad Faruq, Wandiyantoro, dan profesor awu-awu mengendarai Avanza silver. Tapi, tiga penumpang Avanza silver nopol L 975 I itu tidak ikut turun. ”Mereka hanya berjaga di sekitar lokasi,” katanya. Seusai makan, Yendi pamit ke toilet. Nah, kesempatan itu digunakan pelaku untuk meninggalkan korban.
Kasatreskrim Polres Gresik AKP Iwan Hari Poerwanto menyatakan, korban tidak langsung melapor. ”Kami baru mendapatkan laporan pada Jumat (17/4). Saat itu, korban hanya mengingat nopol KIA Visto yang dikendarai Agung,” ungkapnya.
Berkat nopol itulah, sindikat tersebut berhasil terendus. Sebab, polisi menemukan data bahwa pemilik KIA Visto hijau itu adalah Agung yang sesungguhnya tinggal di Purwosari, Pasuruan.
Pada Minggu (19/4), tim resmob akhirnya menggerebek rumah Agung. ”Ada empat pelaku yang ditangkap, termasuk pemilik rumah, Agung,” terang mantan Kanitjatanum Polrestabes Surabaya itu. Berdasar keterangan empat tersangka tersebut, polisi berhasil menelusuri tiga pelaku lain. ”Tiga lainnya kami tangkap di Surabaya,” tegasnya.
Dalam pemeriksaan lanjutan, uang Rp 550 juta milik korban ternyata telah dibagi-bagi. Namun, jumlahnya kini berkurang separo lebih. Ada uang di rekening Mandiri Arfian Syafaat Rp 68 juta, rekening BTN Agung Rp 33,6 juta. Sebagian lainnya digunakan untuk menebus sertifikat dan membeli perhiasan Rp 20 juta.
”Uang yang bisa kami sita hanya Rp 213, 7 juta dari Rp 550 juta,” ungkapnya. Sayangnya, para tersangka memilih diam saat dikonfirmasi wartawan. Mereka bahkan terkesan kurang bersahabat ketika diwawancarai wartawan. (yad/c6/oni)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sadis! Kuli Bangunan Pukul Selingkuhannya dengan Cangkul, Lalu Dicekik
Redaktur : Tim Redaksi