Edhy Prabowo: Sosok Itu Adalah Bapak Prabowo Subianto

Sabtu, 10 Juli 2021 – 05:01 WIB
Terdakwa kasus suap izin ekspor benih lobster tahun 2020 Edhy Prabowo menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (29/6/2021). Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut mantan Menteri Perikanan dan Kelautan tersebut dengan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj.

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo menyebut Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai sosok ayah baginya.

Hal itu diungkap Edhy Prabowo saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) dari gedung KPK yang tersambung secara daring dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (9/7).

BACA JUGA: Nama Prabowo Subianto di Urutan Ketiga Hasil Survei, Pengamat: Dia Sudah Tidak Layak Jual

"Sosok yang berhasil memompa kembali semangat, sosok yang mengajarkan banyak hal dalam kehidupan, serta sosok yang seketika menggantikan peran ayah setelah ayah kandung saya pergi menghadap Sang Pencipta, sosok itu adalah Bapak Prabowo Subianto," kata Edhy Prabowo.

Dalam perkara ini Edhy Prabowo dituntut lima tahun penjara, denda Rp 400 juta, subsider enam bulan kurungan ditambah dengan kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp 9.687.447.219 dan USD 77 ribu AS subsider dua tahun penjara.

BACA JUGA: Edhy Prabowo: di KPK Tidak Enak, Panas, Jauh dari Keluarga

Edhy dinilai terbukti menerima USD 77 ribu dan Rp 24.625.587.250 sehingga totalnya mencapai sekitar Rp 25,75 miliar dari para pengusaha pengekspor benih benur lobster (BBL) terkait pemberian izin budi daya dan ekspor.

Menurut Edhy, Prabowo Subianto yang telah menyelamatkannya saat kondisi sedang terpuruk dan di saat harga diri sedang terdegradasi. "Bila beberapa waktu lalu sempat ada berita bahwa 'Edhy adalah orang yang diambil Prabowo dari comberan', maka saya katakan bahwa itu benar," kata Edhy.

BACA JUGA: Edhy Prabowo: Saya Tidak akan Lari dari Tanggung Jawab

Mantan ketua Fraksi Partai Gerindra di DPR itu pun bersyukur karena Tuhan telah mempertemukannya dengan Prabowo Subianto.

"Beliaulah yang mendidik saya. Saya bersyukur kepada Tuhan telah mempertemukan saya dengan seseorang yang sangat luar biasa," ungkap Edhy yang menyebut ia bertemu dengan Prabowo Subianto setelah keluar dari Akademi Militer Magelang.

Hingga akhirnya Edhy mendapatkan banyak kesempatan merasakan mandat penugasan dari Prabowo Subianto.

Mulai dari karyawan di perusahaan, pengurus di Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), mendirikan dan menjadi kader Partai Gerindra, jadi anggota DPR selama tiga periode, hingga dipercaya menjadi menteri KKP.

"Selama itu pula, saya selalu menjalankan tugas dengan sungguh-sungguh dan menjaga penuh kepercayaan karena saya tak ingin kembali merasakan kegagalan seperti yang pernah saya alami saat berjuang menjadi seorang taruna," tambah Edhy.

Selain menjabat ketua Komisi IV DPR pada periode 2014-2019, Edhy menyebut dirinya juga dipercaya menjabat ketua Fraksi Gerindra DPR RI yang mengomandoi 73 anggota dari berbagai komisi.

"Kala itu, sebagai partai oposisi, saya ditugaskan dan selalu diingatkan oleh partai agar seluruh anggota fraksi mampu menjadi mitra yang kritis kepada pemerintah," katanya.

Edhy menambahkan selama memimpin Fraksi Partai Gerindra, tidak ada satu pun anggota yang tersangka kasus korupsi. Edhy bahkan menyebut, Gerindra didaulat sebagai partai yang paling transparan oleh sejumlah lembaga masyarakat.

"Alhamdulillah, selama kepemimpinan saya sebagai ketua Fraksi Gerindra DPR, tidak ada satu pun anggota DPR dari Gerindra yang tersangkut kasus korupsi, baik itu di KPK, kepolisian ataupun kejaksaan," sebut Edhy.

Dalam pleidoinya itu, Edhy pun memohon kepada majelis hakim agar membebaskannya dari segala dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).

"Saya memohon kepada yang mulia majelis hakim yang mengadili perkara ini agar berkenan membebaskan saya, terdakwa Edhy Prabowo, dari semua dakwaan dan tuntutan penuntut umum," tambah Edhy.

Dia menilai pengadilan sebagai tempat mencari keadilan, bukan ketidakadilan, agar menolak pembuktian, dakwaan, dan tuntutan yang diajukan JPU.

"Karena kesemuanya itu bukan untuk keadilan, tetapi untuk ketidakadilan, dengan menyatakan bahwa surat dakwaan atau tuntutan penuntut umum tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan," ungkap Edhy.

Sidang pembacaan vonis akan dilangsungkan pada 15 Juli 2021. (antara/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler