Egy Maulana Ternyata dari Keluarga Sederhana di Medan

Selasa, 13 Maret 2018 – 21:10 WIB
Orang Tua Egy dan Abangnya saat ditemui di warung sekaligus rumah di Jalan Asam Kumbang, Senin (12/3/2018). Foto : nin/pojoksatu/jpg

jpnn.com, MEDAN - Kesuksesan pemain timnas Indonesia Egy Maulana Vikri bergabung ke klub Polandia, Lechia Gdansk, tidak hanya membuat bangga Indonesia, namun juga publik Medan.

Ya, Egy Maulana lahir dan besar di Medan tepatnya di Jalan Bunga Asoka 1, Asam Kumbang.

BACA JUGA: Ayah Egy Maulana: Alhamdulillah Ucapan Itu Akhirnya Terwujud

Egy lahir dari keluarga yang sangat sederhana. Bapaknya, Syariffuddin dan ibunya, Aspiyah mencukupi kehidupan sehari-harinya dari berjualan jalanan kering di warung sederhana Jalan Asoka 1, Asam Kumbang, Medan-Sunggal.

Kedua orangtuanya asli Melayu dan sejak dahulu tinggal di Asam Kumbang. Keduanya juga berjualan sejak putra-putranya masih kecil. Mulai dari jualan es hingga kini bisa membuka warung.

BACA JUGA: Egy Maulana Vikri Rayu Abang Kandungnya Ikut ke Polandia

Di rumah berwarna biru itu, Egy dan keluarga menempati rumah peninggalan nenek atau ibu dari bapaknya.

Saat ditemui pojoksatu (Jawa Pos Group), di rumah, Senin (12/3/2018), orangtua Egy sangat ramah menyambut. Sambil melayani konsumen yang datang hilir mudik, keduanya menyanggupi wawancara.

BACA JUGA: Ini Ceritanya Makanya Egy Kenakan Nomor 10 di Lechia Gdansk

Bahkan, Syariffuddin yang mengenakan kaos dan celana tranning sangat antusias bercerita, tentang putranya juga masa jayanya di sepakbola. Saat ini, bapak Egy juga dikenal sebagai pelatih klub lokal PS Asam Kumbang selama seminggu tiga kali.

Dia mengatakan tak pernah terbayang putranya tersebut bisa melangkahkan kaki ke Eropa. “Masuk ke timnas saja saya enggak kebayang, apalagi ke Eropa. Tapi Egy memang kemuannya luar biasa,” tegasnya.

Sejak kabar Egy resmi ke Polandia, Syarifudin mengaku tidak banyak yang berubah di kehidupannya sehari-hari. Apalagi, lokasi rumah Egy berada di pinggir jalan besar.

“Paling ada satu dua tetangga yang datang, bilang ke saya, jadi juga dia (Egy) main di Eropa ya,” ungkapnya.

Syariffuddin juga dikenal sebagai pesepakbola di Medan, namun gagal melanjutkan karirnya lantaran biaya.

Syariffuddin ayah Egy Maulana saat melayani konsumen di warungnya, Senin (12/3/2018).
Foto : nin/pojoksatu/jpg

Pria kelahiran 1968 itupun menyebutkan keberhasilan Egy adalah obat dari kegagalannya pada masa lalu. “Dulunya saya juara tanpa tahta. Kini, apa yang dicapai Egy seperti penggantinya,” ujarnya.

Syariffuddin mengawali karir di PS Tirtanadi sejak tahun 1987. Kemudian, dia sempat ikut seleksi PSMS tahun 1989-1990. “Dari seleksi yang terakhir, saya kesulitan biaya. Apalagi saat itu latihanya di Kodam. Butuh biaya buat ongkos, jadi saya mundur,” ungkapnya.

Syariffuddin muda sudah ditinggal bapaknya sejak umur lima tahun, dan ibunya hanya kerja di ladang.

Beruntung karirnya di sepakbola masih hidup. Sebagai striker, Syariffuddin dianggap punya skill mumpuni. Dia pun ikut dengan ajakan temannya, ikut ke Jambi tahun 1995 ke klub Batanghari dan memperkuat klub Jambi lainnya pada masa itu, Sarolangun.

Selepas itu, Syariffuddin kembali ke PS Tirtanadi lalu dia resmi mundur sebagai pemain sejak tahun 2003. “Saat itu saya sudah mulai melatih di kampung di Asam Kumbang ini, beli bola sendiri dan melatih,” jelasnya.

Syariffuddin menguak bahwa sejak kecil memang menggiring kedua putranya, tidak hanya Egy namun juga putra sulungnya, Yusrizal Muzakki untuk menyukai sepakbola dan sering membawa putra-putranya melihat si kulit bundar di berbagai latihan dan turnamen.

Termasuk mendidik anak-anaknya di Lapangan Asam Kumbang.

Tahun 2005, menjadi awal kisah Egy bermula. “Saya bawa Egy ke PS Tasbih melihat dulu, tujuannya saya agar dia seperti abangnya. Bakatnya luar biasa, sudah terlihat dari saat di Asam Kumbang,” ungkapnya.

Putranya yang lahir 7 Juli 2000 itu kata Syariffuddin bahkan harus mengorbankan sekolahnya. Egy yang sejak SD di sekitar Asam Kumbang dikenal sebagai pintar yang masuk ranking tiga sejatinya gampang masuk SMP negeri.

Namun, Syariffuddin menjelaskan Egy akhirnya masuk ke sekolah tak favorit di SMP Pemraujan, Sunggal, Deliserdang.

“Pertimbangan saya, kalau dimasukkan ke sekolah negeri akan sulit untuk ikut turnamen. Saat itu terserah ada yang bilang orang tua bodoh. Banyak yang bilang, kok di sekolahkan di sekolah itu,” ungkapnya.

Egy hanya bertahan selama satu tahun di SMP tersebut, kelas 2 SMP, Egy mulai dibawa ke Ragunan oleh bapak angkat Egy, Subagja Suihan.

“Subagja banyak sekali jasanya. Dia suka mencari pemain berbakat. Dia melihat Egy saat di SSB Tasbih, dia datang melihat Egy. Kemudian Indra Sjafri datang ke PPLP Sunggal, saat itu dia tanya Egy itu siapa, kualitasnya bagus, dan bilang agar anak ini (Egy) tolong dijaga,” bebernya.

Namun, Egy yang saat itu lolos seleksi PPLP untuk ke suatu event gagal berangkat karena tidak punya biaya. “Tahun 2013, Egy enggak jadi berangkat karena saat itu biaya pribadi berangkatnya, sekitar Rp 6-7 juta. Saya bilang sama Egy, kami orangtuanya enggak sanggup,” tuturnya.

Selepas itu, Egy dibawa bapak angkatnya ke Ragunan dan sejak kelas II SMP dia disana dan terus berkembang hingga masuk Timnas dan jadi pemain di klub Eropa. (nin)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Legenda Madrid Kirim Saran Penting untuk Egy Maulana Vikri


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler